Tutupi Pertanyaan tentang Integritas Calon, Komisi Yudisial Dikritik
Wawancara calon hakim agung yang disiarkan melalui Youtube itu tiba-tiba hilang suaranya. Terutama jika calon sedang ditanya oleh komisioner KY, Sukma Violetta dan Siti Nurjanah. Hal ini pun menuai kritik.
Oleh
susana rita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pihak mengkritik proses seleksi wawancara calon hakim agung di Komisi Yudisial yang dilakukan secara tertutup, khususnya untuk permasalahan seputar integritas calon. Wawancara calon hakim agung yang disiarkan melalui Youtube ini tiba-tiba tanpa suara, khususnya jika calon sedang ditanya oleh Sukma Violetta, komisioner KY bidang pengawasan hakim, dan Siti Nurjanah, komisioner bidang perekrutan hakim.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai, hal tersebut merupakan sebuah kemunduran di dalam proses seleksi dan melanggar hak publik untuk tahu mengenai integritas para calon hakim agung yang nantinya akan dikirim ke DPR untuk mendapat persetujuan. Apalagi, KPP menengarai ada 30 persen dari total 24 calon yang mengikuti seleksi tahap akhir yang diduga masih bermasalah dalam hal independensi dan integritas.
”Seharusnya proses verifikasi dan klarifikasi terhadap data publik, seperti laporan harta kekayaan, tidak boleh dibatasi oleh KY,” kata Erwin Natosmal Oemar dari KPP, Selasa (3/8/2021).
Senin (2/8/2021), KY mulai menggelar seleksi wawancara terhadap empat calon hakim agung, yaitu Aviantara (Inspektur Wilayah I Badan Pengawas Mahkamah Agung), H Dwiarso Budi Santiarto (Kepala Badan Pengawasan MA), Suradi dan Jupriyadi (keduanya hakim tinggi pengawas pada Badan Pengawasan MA), serta Artha Theresia Silalahi (hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta). Kemarin merupakan hari pertama dari serangkaian proses wawancara yang akan dilakukan selama lima hari atau sampai Sabtu (7/8/2021).
Selain nama-nama tersebut, akan mengikuti seleksi wawancara hari berikutnya, di antaranya, adalah Prim Haryadi (Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA), Haswandi (Panitera Muda Perdata Khusus MA), Suharto (Panitera Muda Pidana Khusus MA), dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo (Ketua Pengadilan Tinggi Kendari).
Dalam seleksi kali ini, hanya tiga calon yang tidak berlatar belakang hakim. Mereka adalah Hermansyah (dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Raden Murjiyanto (dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra), dan Brigadir Jenderal TNI Tiarsen Buaton (Ketua Sekolah Tinggi Hukum Militer Ditkumadd).
Berdasarkan data awal KPP, dari calon yang lolos dalam seleksi tahap kualitas, KY terlihat tidak serius menyaring calon-calon terbaik.
Menurut Erwin, berdasarkan data awal KPP, dari calon yang lolos dalam seleksi tahap kualitas, KY terlihat tidak serius menyaring calon-calon terbaik. Sekitar 30 persen dari total calon masih bermasalah atau diragukan independensinya. Hal tersebut, katanya, terlihat dari ada hakim yang memiliki kekayaan berlimpah, bahkan memiliki rumah di kawasan elite di luar negeri, yang tentu saja tidak sesuai dengan profilnya.
Hanya saja, KPP menyayangkan proses pendalaman profil calon berupa klarifikasi rekam jejak di dalam wawancara justru dilakukan secara tertutup. Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki oleh calon. Hal itu tentu saja merupakan sebuah kemunduran dibandingkan dengan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan.
”Yang boleh ditutup atau dibatasi itu hal-hal yang menyangkut privasi dan data pribadi, bukan data publik. Namun, KY sekarang gagal untuk mendudukkan perbedaan antara perlindungan pribadi dan hak publik untuk tahu. Dalam seleksi ke depan, KY tidak boleh membatasi hak publik untuk tahu jejak rekam calon hakim agung. Ini sebuah kemunduran dibandingkan dengan proses-proses seleksi sebelumnya,” ujarnya.
Mantan Ketua KY Suparman Marzuki pun menyayangkan praktik seleksi wawancara yang tertutup. Menurut dia, seleksi apa pun, termasuk calon hakim agung, harus menjalankan prinsip transparan, akuntabel, dan partisipatif.
”Selama ini seleksi CHA (calon hakim agung) dijalankan dengan prinsip itu. Yang tertutup hanya tentang moral. Pertanyaan tentang kekayaan, kejanggalan putusan yang pernah dibuat calon, termasuk laporan tentang suap ditanyakan secara terbuka,” ujar Suparman sembari kembali menekankan bahwa pertanyaan yang tertutup/tidak dibuka untuk publik hanyalah yang berkaitan dengan permasalahan moral.
Mantan Ketua KY Suparman Marzuki pun menyayangkan praktik seleksi wawancara yang tertutup.
Juru bicara KY, Miko Ginting, saat dikonfirmasi membenarkan mengenai tertutupnya sesi wawancara terkait dengan integritas. ”Rapat komisioner KY memutuskan bahwa sesi wawancara terkait integritas dilakukan secara tertutup,” ujarnya.
Mengenai alasan keputusan tersebut, Miko tidak berkomentar lebih jauh.
Di channel Youtube Komisi Yudisial, banyak pemirsa yang menanyakan mengenai suara dalam seleksi wawancara yang tiba-tiba tidak terdengar saat Sukma Violetta mengajukan pertanyaan. ”Operator... suaranya hilang...”, ”Monitor, Tim IT KY… suara tidak terdengar...”, dan banyak lagi pertanyaan mengenai hal yang sama.
Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh akun Komisi Yudisial, ”Mohon maaf #SobatKY, karena pertanyaan terkait pribadi calon, mohon maaf tidak bisa kami live. Mohon pengertiannya...”.