Steven dan Deny, Kisah Persahabatan antara Korban Kekerasan dan Prajurit TNI AU
Di sebuah rumah makan, Steven dan Peltu Deny Zulkarnaen asyik berbincang dengan bahasa isyarat. Sebelumnya, Steven mengalami kekerasan oleh anggota TNI AU di Merauke, Papua.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
Bergulirnya kasus kekerasan yang dilakukan dua anggota Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara atau TNI AU di Kabupaten Merauke, Papua, sekaligus mengungkap kisah persahabatan antara prajurit dan warga. Pelaku kekerasan tetap diproses hukum, tetapi keakraban yang telah terjalin tidak luntur.
Di sebuah warung makan, dua pria tampak asyik berbincang. Dengan bahasa isyarat, mereka yang mengenakan pakaian merah dan putih saling angkat bicara tentang tempat tinggal dan kegiatan sehari-hari. Ada kalanya salah satu di antara mereka terlihat memberi nasihat, sedangkan yang lain menyimak, mengangguk, sambil sesekali mengisap rokok yang terselip di antara dua jari tangannya.
”Kamu tidak boleh minum-minum dan mabuk lagi, ya,” ujar pria berbaju merah.
”Ya, ya,” jawab lawan bicaranya dengan anggukan, sementara tangannya menggaruk-garuk kepala.
”Saya lihat kamu emosi, buka kaus, lalu menantang orang-orang di situ, tidak boleh, ya. Saya biasa ke sana dengan teman-teman voli makan di sana, jangan marah-marah, ya,” sambung pria berbaju merah.
Percakapan tersebut terjadi antara Steven (17) dan anggota Pangkalan Udara (Lanud) Johannes Abraham Diamara Merauke, Papua, Pembantu Letnan Satu Deny Zulkarnaen. Perbincangan keduanya terekam dalam video berdurasi 1 menit yang disebarkan Dinas Penerangan TNI AU kepada awak media. Video itu juga diunggah sejumlah akun media sosial TNI AU pada Jumat (30/7/2021).
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah saat dihubungi pada Jumat siang mengatakan, obrolan itu terjadi pada Selasa (27/7). Sehari setelah kekerasan yang dilakukan oleh dua anggota Polisi Militer TNI AU kepada Steven, pemuda berkebutuhan khusus itu bertemu dengan Deny Zulkarnaen untuk makan bersama.
Mereka bertemu di warung makan di Jalan Raya Mandala Spadem, Kabupaten Merauke. Berdasarkan penelusuran di peta daring, lokasi itu berjarak 3 kilometer dari lokasi kekerasan, yaitu Jalan Raya Mandala Muli.
Indan mengungkapkan, Steven dan Deny merupakan teman lama. Keduanya sudah saling mengenal sejak lima tahun lalu karena Deny mampu berbahasa isyarat. Ia pun turut aktif dalam perkumpulan difabel Kabupaten Merauke.
”Pada kesempatan tersebut, Peltu Deny mengajak Steven agar mau bersekolah lagi karena Steven sudah putus sekolah sejak beberapa tahun lalu. Selain itu, Peltu Deny juga berjanji akan mencarikan pekerjaan buat Steven,” kata Indan.
Steven dan Deny merupakan teman lama. Keduanya sudah saling mengenal sejak lima tahun lalu karena Deny mampu berbahasa isyarat. Ia pun turut aktif dalam perkumpulan difabel Kabupaten Merauke.
Menurut dia, seusai mendengarkan nasihat Deny, Steven berjanji tidak lagi meminum minuman keras. Ia pun bersedia melanjutkan sekolah, serta bertekad menjadi anak yang baik. Ia ingin membantu orangtua dan rajin beribadah.
”Pada akhir perbincangan, Steven menyampaikan perasaan senangnya dapat berjumpa dengan Peltu Deny dan berharap dapat bertemu kembali untuk melanjutkan perbincangannya,” tutur Indan.
Sekalipun Steven berkawan akrab dengan prajurit TNI AU, hal itu tidak serta-merta menghapuskan kejadian sebelumnya. Indan menegaskan, proses hukum terhadap Sersan Dua (Serda) A dan Prajurit Dua (Prada) V yang telah melakukan kekerasan terhadap Steven tetap berlanjut. Saat ini keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik militer pun terus melengkapi berkas perkara.
Selain memproses hukum pelaku, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo juga mengganti Komandan Pangkalan TNI AU Johanes Abraham Dimara (Lanud Dma) Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud Dma Mayor Pom Antariksa Irawan terkait dengan tindak kekerasan tersebut.
Kekerasan yang dimaksud dilakukan oleh Serda A dan Prada V pada Senin (26/7). Semula, keduanya hendak melerai keributan antara Steven dan warga lain. Namun, upaya tersebut dilakukan secara berlebihan, mereka sempat memiting dan menginjak kepala Steven.
Sebelumnya, Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab mengatakan, kekerasan yang dilakukan dua anggota TNI AU kepada Steven merepresentasikan bahwa budaya penghormatan terhadap HAM belum terbangun dengan baik di kalangan aparat, khususnya yang bertugas di level bawah. Padahal, itu penting bagi mereka yang setiap hari harus berhadapan langsung dengan masyarakat.
Ia berharap pembangunan kesadaran HAM menjadi salah satu konten yang ada dalam pembinaan oleh setiap komandan satuan terhadap anggotanya. Dengan begitu, perspektif HAM dapat mewarnai seluruh tindakan aparat keamanan.
Implementasi perspektif HAM oleh aparat semakin penting di tengah tren kekerasan yang terus berulang.
Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, implementasi perspektif HAM oleh aparat semakin penting di tengah tren kekerasan yang terus berulang, bahkan meningkat. Prajurit TNI yang melakukan kekerasan, kata Andi, selama ini juga belum mendapatkan hukuman tegas sehingga belum ada efek jera untuk mencegah peristiwa serupa terjadi kembali.
Dengan perspektif HAM, komunikasi antara prajurit TNI dan warga sipil akan berlangsung dalam posisi yang setara. Pesan yang dimaksud pun bisa lebih diterima. Sebagaimana terjadi dengan Steven dan Deny, tidak ada kesenjangan ataupun superioritas antara yang satu dan lainnya.