Korupsi Saat Pandemi Covid-19, Bekas Mensos Juliari Dituntut 11 Tahun Penjara
Terungkap menerima ”fee” Rp 32,482 Miliar dalam pengadaan bansos sembako untuk warga terdampak Covid-19, bekas Menteri Sosial Juliari P Batubara dituntut 11 tahun penjara. Korupsi pada masa pandemi jadi faktor pemberat.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dituntut 11 tahun penjara dalam perkara korupsi dana bantuan sosial pandemi Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Juliari juga diminta membayar denda uang pengganti Rp 14,5 miliar subsider 2 tahun penjara. Jaksa mempertimbangkan unsur pemberat, yaitu korupsi dilakukan saat kondisi darurat pandemi.
Tuntutan itu dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Ikhsan Fernandi Z, Mohamad Nur Azis, Dian Hamisena, Yosi Andika Herlambang, Masmudi, dan Bagus Dwi Arianto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/7/2021). Adapun terdakwa Juliari, didampingi kuasa hukumnya, mengikuti persidangan secara daring dari Gedung KPK. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis.
Selain menuntut pidana penjara, jaksa juga menuntut pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan pencabutan hak politik Juliari selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Jaksa Ikhsan Fernandi mengatakan, Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap sebagaiman diatur di Pasal 12 b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah di UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai bekas Mensos, Juliari diduga menerima hadiah yang patut diduga diberikan sebagai akibat karena telah melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ada intervensi
Perbuatan terdakwa harus dianggap sebagai bentuk campur tangan berupa pemberian instruksi atau perintah terhadap terdakwa lain Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso (Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos). Terdakwa adalah pemimpin tertinggi di Kemensos, sementara Adi Wahyono hanya pejabat eselon II. Ini menunjukkan adanya kepentingan terdakwa dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako dan pengumpulan fee bansos.
Meskipun Juliari menolak mengakui perbuatannya, berdasarkan fakta persidangan dan pemeriksaan 44 saksi, tim jaksa penuntut umum meyakini perbuatan itu. Juliari diduga memerintahkan bekas Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono untuk menarik fee bansos senilai Rp 10.000 per paket. Adi juga mengatur penunjukan perusahaan penyedia paket bansos sembako itu. Ada evaluasi yang dilakukan untuk skema pembagian alokasi proyek paket sembako, berdasarkan setoran fee yang diserahkan melalui pejabat Kemensos.
”Perbuatan terdakwa harus dianggap sebagai bentuk campur tangan berupa pemberian instruksi atau perintah terhadap terdakwa lain Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso (Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos). Terdakwa adalah pemimpin tertinggi di Kemensos, sementara Adi Wahyono hanya pejabat eselon II. Ini menunjukkan adanya kepentingan terdakwa dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako dan pengumpulan fee bansos,” ujar Ikhsan.
Bukti lain keterlibatan langsung Juliari adalah dia memerintahkan Adi Wahyono untuk menentukan jumlah kuota paket bansos kepada PT Anomali Lumbung Artha (ALA) sebanyak 550.000 paket untuk tahap ketiga. Adi juga melaporkan draf penyedia bansos dan jumlah kuota kepada Juliari untuk mendapatkan persetujuannya. Setelah disetujui, baru Adi Wahyono memerintahkan Matheus Joko Santoso membuat surat penunjukan penyedia barang dan jasa (SPPBJ). Selain itu, Juliari juga bertanggung jawab atas pergantian jabatan KPA dari Matheus Joko Santoso kepada Adi Wahyono. Pergantian jabatan itu dinilai sebagai strategi mengamankan keberlanjutan perintahnya terhadap penunjukan perusahaan vendor dan pengumpulan uang bisa dilanjutkan sampai tahap akhir bansos Kemensos.
”Oleh karena itu, bantahan terdakwa selama persidangan dapat dikesampingkan karena merupakan keterangan berdiri sendiri dan alasan dibuat-buat untuk membela diri,” ucap Ikhsan.
Suap Rp 32,482 miliar
Dalam proyek bansos Kemensos tahun 2020 itu, Juliari diduga menerima uang suap total senilai Rp 32,482 miliar dari setidaknya 62 perusahaan yang ditunjuk menjadi penyedia paket bansos kebutuhan pokok. Rinciannya, Juliari menerima melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry Van Sidabukke, Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, dan Rp 29,252 milar dari beberapa vendor lain. Uang digunakan di antaranya untuk menyewa pesawat jet pribadi dalam kunjungan kerja Kemensos di beberapa daerah, honor pengacara dalam perkara anak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, honor hiburan penyanyi dangdut saat acara Kemensos, hingga diserahkan kepada pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Kendal, Jawa Tengah.
Atas tuntutan itu, Juliari dan kuasa hukumnya akan mengajukan nota pembelaan pada persidangan berikutnya. ”Saya akan mengajukan pembelaan Yang Mulia,” ujar Juliari.
Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail, menyebutkan, tuntutan JPU banyak didasarkan pada asumsi dan keterangan saksi terdakwa Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso tanpa mempertimbangkan keterangan saksi lain. Misalnya, keterangan saksi yang menyebutkan bahwa mereka menyerahkan uang kepada Matheus dan Adi senilai Rp 7 miliar. Akan tetapi, dalam tuntutan jaksa, seolah-olah uang Rp 32,482 miliar diterima semua oleh Juliari.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Muhammad Damis memberikan waktu selama 10 hari kepada terdakwa dan kuasa hukumnya untuk menyusun nota pembelaan. Agenda sidang berikutnya dijadwalkan pada 9 Agustus 2021.