Koalisi Guru Besar Antikorupsi Minta Pimpinan KPK Taat Hukum
Putusan Ombudsman RI terkait temuan malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK harus dilaksanakan pimpinan KPK. Jika tidak, Presiden Joko Widodo harus mengambil alih.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Guru Besar Antikorupsi meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK mematuhi putusan Ombudsman Republik Indonesia dan melantik 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan menjadi aparatur sipil negara. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK seharusnya patuh pada hukum, bukan malah bertindak sebaliknya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ombudsman RI (ORI) meminta pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melaksanakan sejumlah tindakan korektif menyusul ditemukannya malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Salah satunya, meminta 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK untuk diangkat jadi aparatur sipil negara (ASN) sebelum 30 Oktober 2021.
Namun, hingga Selasa (27/7/2021), pimpinan KPK dan BKN belum merespons hasil pemeriksaan ORI itu. Sebelumnya, pihak KPK dan BKN menyampaikan akan mempelajari terlebih dulu hasil pemeriksaan ORI sebelum bersikap.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra sebagai perwakilan Koalisi Guru Besar Antikorupsi, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (27/7/2021), mengatakan, temuan ORI telah membuktikan bahwa pelaksanaan TWK pegawai KPK sarat akan permasalahan, mulai dari praktik malaadministrasi, penyalahgunaan wewenang, bahkan berpotensi melanggar hukum pidana.
Ia melihat, pelaksanaan TWK yang sarat malaadministrasi itu malah mengakibatkan roda kerja KPK, khususnya bagian penindakan, tidak lagi berjalan maksimal.
Sebab, di antara 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK dan kini berstatus nonaktif, ada sejumlah penyelidik dan penyidik yang sedang menangani perkara besar. Misalnya, kasus korupsi bantuan sosial, ekspor benih lobster, kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), dan skandal pajak.
”Berkenaan dengan semua itu, Koalisi Guru Besar Antikorupsi merasa penting untuk menyerukan agar pimpinan KPK segera melantik 75 pegawai menjadi aparatur sipil negara,” ujar Azyumardi.
Selain Azyumardi, sejumlah guru besar juga tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi, di antaranya, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto, Guru Besar Universitas Dian Nuswantoro Supriadi Rustad, dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa Marwan Mas.
Supriadi menjelaskan, setidaknya ada dua poin alasan mengapa pimpinan KPK harus segera mematuhi putusan ORI. Pertama, sebagai aparat penegak hukum, KPK sudah selayaknya taat atas keputusan lembaga negara yang dimandatkan langsung oleh undang-undang untuk memeriksa dugaan malaadminstrasi. Poin ini pun ditegaskan dengan adanya Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2018 tentang Ombudsman yang menyatakan terlapor, dalam hal ini KPK dan BKN, wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
”Jadi, masyarakat tentu tidak berharap KPK menggunakan dalih-dalih lain untuk menghindar dari kewajiban ini,” ucap Supriadi.
Kedua, menurut Supriadi, temuan Ombudsman ini penting ditindaklanjuti di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap KPK. Untuk diketahui, sepanjang 2020, sejumlah lembaga survei memotret memudarnya apresiasi publik pada kinerja KPK.
”Anomali ini mesti disikapi secara bijak dan profesional, setidaknya malaadministrasi TWK ini dapat menjadi bahan evaluasi mendasar bagi KPK. Terlebih selama periode perdebatan TWK, KPK juga terlihat arogan karena mengabaikan instruksi Presiden dan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi,” tutur Supriadi.
Marwan Mas menambahkan, jika KPK tetap enggan untuk melantik 75 pegawai, maka Presiden Jokowi selaku kepala negara mesti bertindak. Pilihannya, menurut Marwan, ada dua. Pertama, Presiden memerintahkan secara langsung pimpinan KPK. Kedua, Presiden mengambil alih untuk melaksanakan putusan ORI dan melakukan proses pelantikan pegawai KPK.
”Hal ini penting untuk segera menyudahi kegaduhan di tengah situasi pandemi Covid-19. Selain itu, penting pula untuk dicatat, selaku eksekutif tertinggi, baik KPK maupun BKN, wajib hukumnya mengikuti arahan Presiden,” kata Marwan.
Sebelumnya, Koalisi Guru Besar Antikorupsi juga pernah meminta Presiden Joko Widodo mengusut persoalan dalam TWK. Salah satunya karena merujuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tak ada kewajiban pegawai KPK mengikuti dan lolos TWK untuk menjadi ASN.
Terbuka terhadap informasi
Berkaitan dengan pelaksanaan TWK ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga telah mengeluarkan putusan. Namun, putusan Dewas berbeda dengan ORI. Laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap pimpinan KPK dianggap tidak cukup bukti sehingga tak bisa dilanjutkan ke sidang etik.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, Dewas telah memeriksa pihak-pihak yang diyakini mengetahui informasi dan keterangan fakta yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti terkait pengaduan tersebut.
Para terperiksa yang terdiri dari 5 pimpinan KPK sebagai pihak terlapor, 3 orang dari pihak pelapor, 3 orang dari pihak internal KPK, serta 5 orang dari pihak eksternal telah menyampaikan informasi yang mereka ketahui secara lengkap kepada Dewas. ”Selain itu, Dewas juga memeriksa dokumen dan rekaman yang memuat 42 bukti,” ujar Ali.
Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar. Putusan tersebut telah diambil secara musyawarah dan mufakat oleh seluruh anggota Dewas.
Meski demikian, lanjut Ali, Dewas terbuka terhadap semua pihak yang mengetahui atau memiliki informasi adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan insan KPK untuk menyampaikan pengaduannya. Prinsipnya, Dewas berkomitmen melakukan pengawasan terhadap insan KPK secara profesional dan transparan.
”Tentu dalam rangka memastikan agar pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi di lembaga ini taat asas dan peraturan serta mengedepankan nilai-nilai etik dan pedoman perilaku insan KPK,” tutur Ali.