Capaian Vaksinasi Masih Rendah, Dokter Reisa Ajak Anak dan Remaja Segera Vaksin
Efektivitas vaksinasi penduduk berusia 12-17 tahun dalam mengendalikan Covid-19 baru akan terlihat apabila vaksin sudah disuntikkan kepada minimal 26,7 juta anak dan remaja di Tanah Air.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan Hari Anak Nasional menjadi pintu masuk untuk mengajak anak-anak menjaga protokol kesehatan dan terlibat aktif dalam vaksinasi Covid-19. Apalagi, saat ini, realisasi vaksinasi bagi remaja berusia 12-17 tahun masih tergolong rendah, baru 2,25 persen dari total sasaran vaksinasi.
Rendahnya capaian vaksinasi remaja disampaikan juru bicara pemerintah untuk Covid-19, dr Reisa Brotoasmoro, dalam siaran pers virtual terkait dengan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan ,asyarakat (PPKM) pada Jumat (23/7/2021). ”Jangan lupa daftar, ya, dan segera ikut divaksinasi Covid 19. Tapi, kalau kamu sudah, wah, kamu hebat,” ujar Reisa di depan perwakilan anak dari seluruh penjuru Tanah Air dalam rangka perayaan Hari Anak Nasional.
Efektivitas memang akan terlihat apabila vaksin ini sudah disuntikkan ke 26,7 juta anak dan remaja.
Reisa mengimbau agar anak usia 12-17 tahun segera divaksin begitu mendapat jatah vaksin. Kementerian Kesehatan juga telah meminta semua dinas kesehatan di kabupaten/kota agar mengikutkan remaja dalam program vaksinasi. Seiring pemberian vaksin Sinovac yang dinyatakan aman bagi anak, target vaksinasi kemudian bertambah sekitar 26 juta anak sehingga total sasaran vaksinasi di Indonesia mencapai 208.265.720 orang.
Dalam sesi tanya jawab, perwakilan anak melontarkan pertanyaan yang kritis terkait dengan pandemi. Muhammad Khulaefi Firdaus (15) dari Nusa Tenggara Barat, misalnya, bertanya tentang efektivitas vaksin Covid-19 ketika disuntikkan kepada anak dan remaja di bawah usia 18 tahun. ”Efektivitas memang akan terlihat apabila vaksin ini sudah disuntikkan ke 26,7 juta anak dan remaja,” ujar Reisa.
Menurut Reisa, efektivitas vaksin Sinovac yang telah disuntikkan kepada tenaga kesehatan di Indonesia baru diketahui bulan Mei 2021 atau beberapa bulan setelah suntikan pertama pada 13 Januari 2021. ”Hasilnya vaksin efektif mencegah Covid-19. Efektif mencegah perawatan di RS dan efektif mencegah kematian akibat Covid-19. Masing-masing dengan tingkat efektivitas lebih dari 90 persen,” ujarnya.
Dinikmati merata
Terkait dengan vaksinasi bagi anak, Sri Lusiana Lumban Tobing (17) dari Sumatera Utara bertanya tentang reaksi yang dialami setelah suntikan. ”Vaksin membantu kekebalan tubuh kita melawan virus jahat. Karena vaksin itu baik dan virus itu jahat, yang baik akan menang dong,” ujar Reisa sambil tersenyum.
Cara kerja vaksin disebut sama di tubuh orang dewasa ataupun anak remaja. Hasil uji klinis terhadap ratusan anak yang divaksin Sinovac ditemukan aman dan bermanfat untuk melindungi anak-anak dari Covid-19. Mengutip laporan ilmiah dari jurnal bergengsi The Lancet, Reisa menyebut cara kerja vaksin bagi orang dewasa dan anak-anak adalah sama, yaitu membentuk kekebalan spesifik.
Belinda Frederica (15) dari Jakarta Pusat lantas mempertanyakan urgensi suntikan dosis ketiga vaksinasi. Reisa menjawab bahwa pemerintah masih fokus mengejar target vaksinasi kelompok sasaran. Ia mencontohkan, masih ada 80 persen dari 21,5 juta orang lanjut usia yang belum divaksin. Selain itu, masih ada ratusan juta orang di Indonesia yang juga belum divaksinasi.
Pemerintah masih harus mengejar masyarakat yang belum divaksin dan memastikan vaksinasi dinikmati merata semua rakyat Indonesia. Sebelum memutuskan terkait dengan pemberian suntikan vaksin ketiga, pemerintah menargetkan tercapainya kekebalan kelompok terlebih dulu. Suntikan dosis ketiga terutama masih diberikan untuk melindungi tenaga kesehatan yang harus merawat lebih dari setengah juta pasien Covid-19. ”Lindungi sesama sebelum bicara suntikan tambahan,” ujar Reisa.
Pertanyaan dari anak-anak juga menyangkut tentang efektivitas kebijakan PPKM yang diterapkan pemerintah. ”Menimbang maraknya kasus sekarang, kenapa lockdown tidak dilaksanakan? Apakah PPKM akan tetap efektif, padahal masih banyak orang yang tidak menaati,” ujar Fayola Maulida (16) dari Banten.
Reisa mengatakan, lockdown yang bermakna penutupan total atau penutupan kegiatan masyarakat di satu wiayah tidak pernah direkomendasikan oleh badan kesehatan dunia, WHO. Pada 14 Juni 2021, WHO menyatakan, lockdown bukan satu-satunya jawaban untuk menghentikan penularan.
Menimbang maraknya kasus sekarang, kenapa lockdown tidak dilaksanakan? Apakah PPKM akan tetap efektif, padahal masih banyak orang yang tidak menaati.
”Tindakan yang diambil harus beragam, ada yang dilakukan pemerintah ada bagiannya kita, anggota masyarakat yang harus berperan,” ucapnya.
Harus kompak
Terkait dengan pelonggaran PPKM, pemerintah telah menetapkan indikator atau rambu-rambu untuk pemberlakuan relaksasi aturan. Indikator utamanya adalah turunnya kasus harian Covid-19, peningkatan kapasitas RS yang harus bisa merawat pasien dengan gejala berat, dan turunnya angka kematian serendah mungkin.
Reisa menyebut ada 1.000 RS rujukan Covid-19 di seluruh Indonesia dan 125.000 tempat tidur untuk pasien Covid-19. Namun, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum mau menjaga protokol kesehatan, antara lain dengan menghindari kerumunan. ”Satgas Covid baru saja melaporkan ada 11,17 persen dari masyarakat yang masih tidak menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Artinya, 1 di antara 10 orang ada yang enggak kompak,” ujarnya.
Reisa melanjutkan bahwa lebih dari 80 juta anak Indonesia saat ini sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Sekitar 60 juta anak Indonesia kehilangan masa indah di sekolah, bahkan tidak bisa melakukan pembelajaran jarak jauh karena fasilitas yang tidak lengkap. Banyak yang kehilangan kesempatan bermain dan mengenal alam terbuka. Di dunia maya pun ancaman masih ada berupa perundungan, diskriminasi, dan kekerasan verbal di media sosial.
Tekanan dan beban mental anak dalam menghadapi pandemi tergolong tidak mudah. Sebagian anak terpukul karena orangtuanya kehilangan pekerjaan. Beberapa anak lainnya kehilangan orangtua mereka yang tidak bisa diselamatkan karena pandemi Covid-19. ”Justru pada masa pandemi, anak Indonesia harus kita lindungi agar masa depan mereka jauh lebih baik,” ujar Reisa.