Tegakkan Prokes, Satpol PP Harus Bekerja dengan Empati
Sebagai aktor utama penegakan protokol kesehatan, Satpol PP diminta bekerja dengan empati dan hati agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Penegakan prokes dibutuhkan untuk mengendalikan penularan Covid-19.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jajaran satpol PP merupakan aktor utama dalam penegakan protokol kesehatan atau prokes. Dalam penegakan prokes dan percepatan pemberian vaksin bagi masyarakat, satpol PP diminta bekerja dengan empati dan hati agar mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari masyarakat.
”Satpol PP semestinya berdiri paling depan, baru dibantu oleh TNI dan kepolisian. Rapatkan barisan karena Anda adalah aktor utama dalam menegakkan prokes saat ini,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam rapat koordinasi secara virtual bertajuk ”Inspirasi Komunikasi Publik untuk Penguatan Satpol PP dalam Penegakan Protokol Kesehatan dan Percepatan Pemberian Vaksin bagi Masyarakat”, Kamis (22/7/2021).
Dalam keterangan pers tertulis, Moeldoko menyebut, negara saat ini sangat berharap banyak pada jajaran satpol PP untuk menegakkan prokes. Namun, Moeldoko mengaku, pihaknya tidak menutup mata dan telinga bahwa terdapat tindakan kekerasan dari satpol PP ketika menjalankan tugasnya di lapangan.
”Pemimpin harus bisa mengendalikan dan mengenali prajuritnya satu per satu. Tugas pemimpin adalah bisa mengendalikan dengan baik. Memimpin dengan empati dan hati. Memimpin tanpa kekerasan yang tidak perlu,” ujarnya kepada seluruh kepala satpol PP tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksana Harian Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menambahkan bahwa tingkat kapasitas daerah memang berbeda-beda. Daerah yang memiliki anggaran memadai bisa memberikan pelatihan satpol PP dengan baik dalam kaitannya dengan HAM. Hal itu berbeda dengan daerah dengan keterbatasan anggaran.
”Tugas saat ini semakin berat karena perang melawan Covid-19 yang berkepanjangan. Kelelahan membuat hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi. Oleh karena itu, Mendagri baru saja menerbitkan aturan soal penertiban PPKM oleh satpol PP,” ujar Suhajar.
Meski mengalami kelelahan, tindakan penertiban harus tetap sesuai aturan. Penegakan hukum harus tegas, simpatik dan santun, serta tanpa kekerasan. ”Kami selalu memantau seluruh kegiatan dan hal-hal yang terjadi selama penertiban. Kawan-kawan kepala satpol PP, saya yakin dan percaya bahwa kita teguh menjalankan kepemimpinan kita,” tambah Suhajar.
Keterbatasan infrastruktur
Direktur Pol PP dan Binmas Bernhard E Rondonuwu mengatakan, saat ini komunikasi antara Direktorat Pol PP dan Kasatpol PP sangat intensif dilakukan lewat grup Whatsapp. Hal ini terjadi karena belum adanya sistem komunikasi yang memadai mengingat keterbatasan infrastruktur.
”Oleh karena itu, kami ingin mengingatkan soal pentingnya grup Whatsapp ini. Menurut hemat kami, data yang kami himpun belum mewakili seluruh Kasatpol PP seluruh Indonesia. Tolong para Kasatpol PP yang saat ini hadir untuk segera bergabung dengan grup agar ketika kami mendistribusikan informasi, bisa segera tersebar,” katanya.
Dalam rapat koordinasi tersebut, para Kasatpol PP di seluruh Indonesia juga mendapatkan edukasi mengenai strategi komunikasi dan literasi kesehatan dari para pakar. Konsultan Komunikasi UNICEF Risang Rimbatmaja juga mengatakan jajaran Satpol PP adalah lini pertama untuk pencegahan penyebaran pandemi Covid-19.
“Dari konteks perubahan perilaku, kadangkala hal yang sifatnya instrumen atau ajakan kurang efektif. Lebih banyak kasus yang menginspirasi perubahan dan penerimaan gagasan dengan melalui relasi atau hubungan. Hal ini dilakukan dengan cara membangun hubungan atau mengakrabkan diri dengan masyarakat,” ujar Risang.
Risang juga mengimbau jajaran Satpol PP untuk mengutamakan sikap rendah hati dalam kekuatan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. (Konsultan Komunikasi UNICEF)
Risang juga mengimbau jajaran Satpol PP untuk mengutamakan sikap rendah hati dalam kekuatan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Ia meminta jajaran Satpol PP untuk membangun hubungan dengan cepat, mendengarkan dan menyampaikan pesan, kemudian meninggalkan kesan baik yang membekas.
“Juga jangan lupa bersikap apresiatif. Seringkali kita hanya mengingatkan dan melihat yang negatif. Dari cara pandang seperti itu, masyarakat jadi merasa kurang nyaman. Sikap apresiatif bisa dimulai dari menyapa orang yang sudah patuh protokol kesehatan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Moeldoko bercerita pengalamannya berhubungan dengan jajaran Satpol PP ketika bertugas sebagai Komandan Kodim (Dandim) 0501 Jakarta Pusat. Ia banyak terbantu dengan kerjasama antara Kodim dan Satpol PP Provinsi DKI Jakarta.
“Dulu sewaktu saya masih menjadi Dandim Jakarta Pusat, saya merasakan betul saat bekerjasama dengan jajaran Satpol PP. Saya tahu betul dengan tugas dan suka duka Anda semua. Jadi Anda tidak cerita pun, saya sudah sangat mengenal dan tahu,” kata Moeldoko.
Melalui pendekatan kepemimpinan dengan empati dan hati, maka akan selalu melahirkan kebajikan baru dan loyalitas dari semua pihak. “Pasti orang akan memberikan penghormatan dan respect. Kalian muncul dengan senyum dan perilaku baik, maka masyarakat akan mengikuti karena sudah loyal dengan Anda. Kalian semua hebat, waktu yang diberikan dan pengabdian kalian luar biasa,” tambahnya.
Penularan cepat
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam RA Adaninggar, Indonesia sedang mengalami gelombang kedua yang puncaknya belum diketahui. Sementara, masyarakat di dunia sedang mulai memasuki gelombang ke tiga pandemi. “Virus ini tidak bisa dilihat dengan mata, dan setiap masuk ke sel tubuh manusia akan melakukan mutasi secara alami. Jadi terdapat banyak varian baru. Jadi intinya kita tidak boleh lengah,” jelasnya.
Virus tersebut kini bisa menular melalui udara atau airborne dengan jangkauan di atas dua meter. Hal itu terutama terjadi di dalam ruangan tertutup, memiliki ventilasi buruk, dan banyak penghuni. Varian Delta yang terbaru bisa menular ke lima sampai delapan orang. Karenanya, banyak orang sakit secara bersamaan dan akhirnya berebut fasilitas kesehatan, bahkan dengan pasien yang bukan Covid-19.
“Maka itu terus terjadi rekor penyebaran Covid-19 dan kematian, karena tidak bisa mendapatkan perawatan yang semestinya. Masyarakat yang harus divaksin minimal 80 persen agar terjadi herd immunity. Kami butuh bantuan bapak ibu sekalian untuk terus menegakkan protokol kesehatan agar virus ini tidak menyebar secara lebih luas,”ucap Adaninggar.