MA Lepaskan Eks Dirut PLN Nur Pamudji dari Segala Tuntutan Hukum
Di tingkat kasasi, MA menyatakan, perbuatan yang didakwakan kepada eks Dirut PT PLN Nur Pamudji terbukti. Namun, hal itu dinilai bukan tindak pidana. MA lantas melepas Nur Pamudji dari segala tuntutan hukum.
Oleh
SUSANA RITA/DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Nur Pamudji dengan pidana 7 tahun penjara. Majelis kasasi MA menyatakan, perbuatan yang didakwakan kepada Nur Pamudji terbukti, tetapi hal itu dinilai bukan merupakan tindak pidana sehingga terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi pada Senin (19/7/2021), mengungkapkan, MA menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum karena tidak beralasan hukum. Sementara alasan kasasi terdakwa dapat dibenarkan oleh majelis hakim.
”Atas dasar itu, MA dalam pemeriksaan tingkat kasasi mengabulkan kasasi terdakwa dan membatalkan putusan judex facti dengan mengadili sendiri. Menyatakan, perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan ranah pidana. Oleh karena itu, terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum,”ujar Andi Samsan.
Putusan tersebut dijatuhkan pada 12 Juli 2021 oleh majelis kasasi yang diketuai Hakim Agung Suhadi dengan hakim anggota Krisna Harahap dan Abdul Latif.
Sebelumnya, pada 13 Juli 2020, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Nur Pamudji karena ia dinilai terbukti korupsi dalam pengadaan BBM jenis high speed diesel (HSD) pada 2010. Saat itu, Nur Pamudji menjabat sebagai Direktur Energi Primer PLN. Jaksa sebelumnya menuntut agar Nur Pamudji dihukum 8 tahun penjara.
Majelis hakim tingkat pertama yang diketuai Muhamad Sirad dengan hakim anggota Suparman Nyompa dan Titi Sansiwi menilai Nur Pamudji terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Namun, putusan ini tak bulat.
Suparman Nyompa mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion yang intinya tak ada kerugian negara dalam pengadaan BBM jenis HSD di PT PLN tersebut. Nur Pamudji dinilai justru harus mendapat penghargaan karena berhasil melakukan penghematan.
Pada 4 November 2020, PT DKI memperberat hukuman Nur Pamudji dari 6 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Kasus Wawan
Selain melepaskan Nur Pamudji dari tuntutan, MA juga mengurangi hukuman Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dari 7 tahun menjadi 5 tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Putusan kasasi itu dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Suhadi dengan hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Agus Yunanto pada 15 Juli 2021.
Andi Samsan mengungkapkan, majelis kasasi menolak kasasi penuntut umum dan juga terdakwa. ”Dengan perbaikan mengenai pidana menjadi penjara 5 tahun, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 58,025 miliar subsider 3 bulan penjara,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti bersama-sama kakaknya, Ratu Atut Chosiyah, melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Banten pada APBD tahun anggaran 2012 dan APBD Perubahan 2012 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 79,789 miliar.
Ia juga dinilai terbukti terlibat dalam proses pengadaan alkes untuk Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012 senilai Rp 14,528 miliar. Sementara pada tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Wawan itu dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara.