Jaga Keselamatan Bersama, Idul Adha di Rumah Saja
Umat Islam di Indonesia diimbau untuk melakukan ibadah Idul Adha 1442 Hijiriah di rumah saja demi mencegah penularan Covid-19. Shalat Idul Adha di rumah dilakukan demi menjaga keselamatan bersama.
JAKARTA, KOMPAS — Hari raya Idul Adha 1442 Hijriah yang jatuh pada Selasa (20/7/2021) dirayakan pada saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa-Bali belum berakhir. Laju penularan Covid-19 juga masih tergolong tinggi dengan penambahan kasus harian lebih dari 50.000 orang. Karena itu, umat Islam di Indonesia diimbau untuk menjalankan shalat Idul Adha di rumah dan mengalihkan dana yang disiapkan untuk membeli hewan kurban untuk didonasikan kepada warga terdampak pandemi Covid-19.
Imbauan itu disampaikan dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, jauh hari sebelum Idul Adha. Pengurus Besar NU, misalnya, telah mengeluarkan imbauan pada 9 Juli 2021, sementara Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 2 Juli 2021.
”Di daerah-daerah yang dinyatakan aman dari Covid-19 (zona hijau) dapat melaksanakan takbiran di masjid atau mushala dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Adapun untuk daerah yang berada di wilayah PPKM darurat atau dinyatakan sebagai daerah dengan zona merah, zona oranye, dan zona kuning, maka takbiran dilakukan di rumah masing-masing dengan keluarga inti dan tidak dilakukan di masjid/mushala,” kata Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, akhir peran lalu.
Demikian pula untuk pelaksanaan shalat Idul Adha, untuk daerah yang merupakan zona hijau dapat melaksanakan shalat di masjid/mushala dengan menjalanan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. Namun, untuk daerah yang masuk zona merah dan diberlakukan PPKM Darurat, PBNU mengatur shalat Idul Adha agar tidak dilakukan di masjid/mushala dan lapangan.
Dalam imbauannya, PBNU juga menyertakan petunjuk teknis dalam penyelenggaraan shalat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban, termasuk dengan detail protokol kesehatan yang harus dilakukan. Misalnya, kewajiban mengenakan sarung tangan bagi penyembelih, penutup wajah (face shield), masker, serta pembatasan jarak 1 meter antarwarga yang berada di area penyembelihan, hingga penyediaan cairan pencuci tangan (hand sanitizer). Protokol kesehatan ketat harus diterapkan sebagai upaya mencegah penularan penyakit Covid-19. Pengaturan tetap diberlakukan bagi daerah yang berada di zona merah, kuning, dan hijau.
Berbeda dengan PBNU, PP Muhammadiyah lebih ketat dalam membuat panduan ibadah Idul Adha. Setiap umat Islam, khususnya warga Persyarikatan Muhammadiyah, dianjurkan untuk melakukan takbiran dan shalat Idul Adha di rumah. Anjuran itu berlaku di seluruh wilayah di Indonesia, tanpa memandang zona penularan Covid-19.
Meniadakan shalat Idul Adha di lapangan dan di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama.
Muhammadiyah bahkan secara masif mengampanyekan Idul Adha di rumah di berbagai platform media sosial. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir juga turut mengampanyekan Idul Adha di rumah melalui akun Twitter resminya, Sabtu (17/7/2021).
Haedar mengingatkan, kasus penularan Covid-19 masih tinggi. Oleh karena itu, ibadah Idul Adha dilakukan di rumah saja. Ajakan itu sesuai dengan tuntunan Tarjih Muhammadiyah dan organisasi Islam lain yang mengeluarkan fatwa solusi beribadah di kala darurat. Selain berfungsi sebagai tempat membina keluarga sakinah, rumah juga termasuk mushala yang bisa digunakan untuk beribadah sama khusyuknya selain di masjid.
”Meniadakan shalat Idul Adha di lapangan dan di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama,” kata Haedar.
Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, empat hari sebelum hari Idul Adha, tercatat rekor kematian tertinggi selama pandemi yang mencapai 1.205 orang. Penambahan kasus harian juga sangat tinggi, mencapai 54.517 orang. Angka ini melengkapi jumlah konfirmasi positif harian yang rata-rata di atas 50.000 orang dalam kurun waktu 14-16 Juli 2021. Adapun rekor tertinggi berada di angka 56.757 kasus positif pada 15 Juli 2021.
Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Agus Samsudin dalam keterangan tertulis, Senin (19/7/2021), mengatakan, ibadah shalat Idul Adha di rumah dinilai sebagai opsi paling aman. Selain itu, jika patuh dilaksanakan, menjadi wujud kontribusi umat Islam untuk menekan laju penularan yang masih terus meningkat.
”Mari tetap di rumah saja selama Idul Adha bersama keluarga dan tidak membuat kerumunan. Shalat Idul Adha di lapangan atau di masjid semua ditiadakan,” kata Agus.
Baca juga: Ormas Islam Sepakat Takbiran dan Shalat Idul Adha di Rumah
Agus menambahkan, sejak munculnya pandemi Covid-19, Muhammadiyah tetap konsisten melakukan pembatasan-pembatasan untuk menekan angka kasus positif Covid-19. PP Muhammadiyah telah merilis surat edaran tentang Imbauan Perhatian, Kewaspadaan, dan Penanganan Covid-19, serta Persiapan Menghadapi Idul Adha 2021. Dalam surat edaran itu, PP Muhammadiyah mengimbau agar pelaksanaan shalat Idul Adha di lapangan, masjid, atau fasilitas lain ditiadakan.
Shalat Idul Adha di rumah merupakan tuntutan kondisi sekaligus menunjukkan komitmen umat pada perwujudan kemaslahatan manusia berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga, dan harta benda (riayatu al masalih). Tak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Adha karena hukumnya sunah. Di sisi lain, perlindungan diri dalam pandangan Islam sangatlah penting. Sebagai gantinya, shalat Idul Adha di rumah bersama anggota keluarga dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti shalat di lapangan.
Alihkan dana kurban
Selain itu, dengan menimbang dampak pandemi yang demikian besar dan memengaruhi kondisi ekonomi warga, PBNU juga mengimbau agar dana pembelian hewan kurban dapat dialihkan untuk donasi kepada warga yang terdampak pandemi Covid-19. Jikalau warga mampu melakukan kedua-duanya, yakni berdonasi dan menyembelih hewan kurban, PBNU membolehkan kedua amalan itu dilakukan.
”PBNU mengimbau kepada warga nahdliyin yang memiliki kemampuan secara ekonomi agar mendonasikan dana yang akan dibelikan hewan kurban untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Warga nahdliyin yang memiliki kemampuan untuk berdonasi dalam rangka membantu penanggulangan dampak Covid-19 dan juga memiliki kemampuan untuk melaksanakan kurban dipersilakan untuk melakukan keduanya,” ujar Helmy.
Haedar juga menganjurkan warga Muhammadiyah agar dana yang sebelumnya dialokasikan untuk membeli hewan kurban dialihkan, didonasikan bagi masyarakat terdampak Covid-19. Idul Adha biasanya dirayakan dengan menyembelih hewan kurban berupa sapi atau kambing, kemudian dibagikan kepada umat yang memerlukan. Namun, karena saat ini situasi darurat, Haedar menyarankan agar kurban dapat dialihkan untuk saudara yang kekurangan karena dampak pandemi. Apabila berkemampuan, bisa tetap melaksanakan ibadah kurban dan membantu saudara terdampak Covid-19.
”Setiap hamba terbuka untuk kian dekat kepada-Nya dan berbuat baik bagi sesama. Kehidupan pun akan semakin bermakna,” kata Haedar.
Baca juga: Pandemi dan Iklim Pacu Kemiskinan Tahun Ini
Adapun untuk pelaksanaan pemotongan hewan kurban, PP Muhammadiyah mengimbau agar bisa dialihkan untuk membantu keluarga yang paling terdampak pandemi Covid-19. Pelaksanaan pemotongan hewan kurban juga diharapkan benar-benar tetap mematuhi protokol kesehatan dan dianjurkan dilakukan di rumah pemotongan hewan untuk mencegah terjadinya kerumunan.
”Dalam kondisi seperti ini, banyak warga terpapar Covid-19. Dampaknya sangat dirasakan oleh mereka yang berada di golongan ekonomi lemah. Misalnya, mereka yang mengandalkan pendapatan harian. Mereka sangat memerlukan santunan karena tidak ada pemasukan sama sekali,” ujar Ketua Majelis Tarlih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar.
Kepekaan nurani dan kemanfaatan
Syamsul menegaskan, dalam kondisi krisis akibat pandemi Covid-19 seperti saat ini, dibutuhkan kepekaan nurani dan sosial. Dia mengingatkan tentang ayat dalam Al Quran yang memerintahkan untuk menyantuni fakir miskin.
Menurut dia, agama itu tidak hanya sekadar dilaksanakan secara harfiah, tetapi juga dilaksanakan dengan pikiran rasional dan kepekaan nurani. Prinsip-prinsip beragama idealnya adalah prinsip kemudahan, tidak mempersulit, dan bertujuan untuk memberi kemudahan. Prinsip keduanya adalah kemampuan dan ketiga tidak menimbulkan mudarat mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW.
Hal itu selaras dengan Manhaj Tarjih yang dianut oleh Muhammadiyah sebagai metode untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam bidang keagamaan. Muhammadiyah menerapkan Manhaj Tarjih yang bersumber pada Al Quran dan sunah melalui tiga pendekatan, yaitu Burhani, Bayani, serta Irfani. Pendekatan Bayani adalah melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syar’i. Kemudian, Burhani melihat permasalahan dari sudut teori ilmu pengetahuan dan Irfani melihat masalah dari kepekaan nurani.
”Melalui sumber pendekatan itulah, dalam menyambut Idul Adha 2021 ini, Muhammadiyah seperti halnya tahun 2020 lalu menganjurkan agar mengalihkan dana untuk kurban guna membantu warga yang tidak mampu dan terdampak Covid-19,” kata Syamsul.
Imbauan pemerintah
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengimbau umat Islam untuk melaksanakan ibadah shalat Idul Adha di rumah masing-masing. Selain itu, apabila ada pemotongan hewan kurban, harus dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Mahfud mengimbau agar Idul Adha dirayakan tanpa memicu kerumunan.
”Mari kita rayakan Idul Adha dengan shalat di rumah masing-masing sebagaimana fatwa fatwa Lembaga Keagamaan. Ini untuk menjaga diri kita dan diri orang lain,” ujar Mahfud yang juga koordinator penerapan disiplin dan penegakan hukum penanganan pandemi Covid-19.
Imbauan itu juga disampaikan Mahfud melalui sejumlah tokoh agama secara daring. Dalam pertemuan itu, Mahfud mengajak lembaga keagamaan dan tokoh agama berperan aktif bersama pemerintah dalam menangani pandemi. Peran ulama dan tokoh agama sangat penting dalam kampanye melawan pandemi.