Hindari Pendekatan Represif, Penuhi Kebutuhan Dasar Masyarakat
Ketika penerapan PPKM darurat belum optimal dan laju penularan Covid-19 belum juga menurun, masyarakat sipil menilai, tak semestinya pemerintah menyalahkan ketidakpatuhan masyarakat semata.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurangan mobilitas masyarakat diyakini perlu dilakukan untuk menekan laju penularan Covid-19. Namun, hal itu haruslah dilaksanakan melalui pendekatan manusiawi. Selain itu, kewajiban pemerintah untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat dan akses kesehatan, termasuk vaksinasi gratis, secara merata juga harus dijalankan.
Masukan tersebut disampaikan dalam konferensi pers daring bersama Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati; salah satu pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana; Dominggus Christian dari LBH Masyarakat; Manajer Program Lokataru Foundation Mirza Fahmi; dan peneliti Transparency International Indonesia, Agus Sarwono, Minggu (18/7/2021).
Pengurangan mobilitas warga, menurut Irma, diperlukan sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, untuk mencapai hal itu, pemerintah juga perlu memenuhi kewajiban yang diatur dalam aturan perundangan tersebut, yakni memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Asfinawati juga mengingatkan, pemerintah menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan dalam mengeluarkan ancaman pidana bagi pelanggar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat dan pelanggar protokol kesehatan. Namun, kewajiban untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat belum dipenuhi.
Apalagi, sesungguhnya PPKM darurat tidak diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam aturan perundangan ini, hanya dikenal karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar. Adapun PPKM tak jelas statusnya dalam aturan perundangan.
”Ini seperti mengakali hukum sehingga apa yang wajib dilakukan (pemerintah) dalam undang-undang tersebut tidak dilakukan, terutama pada kebutuhan pangan untuk manusia, bahkan hewan peliharaannya,” tutur Asfinawati.
Masalahnya, bantuan sosial yang disebutkan pemerintah akan disalurkan seiring PPKM darurat tak kunjung didistribusikan. ”Sampai 2-3 hari lalu belum tersalurkan. Klaim pemerintah, Jawa sudah merampungkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), tetapi sampai kemarin sore, bansos PPKM belum cair dan masalahnya lagi-lagi soal data,” tutur Agus Sarwono.
Dalam keterangan pers virtual Sabtu (17/7/2021), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan, pemerintah memutuskan menambah alokasi anggaran bantuan sosial Rp 39,19 triliun. Hal ini disebutnya untuk meringankan rakyat yang terdampak PPKM darurat.
Tambahan bantuan dari dana APBN itu akan digunakan untuk memberi bantuan beras kepada 18,9 juta keluarga penerima manfaat. Selain itu, pemerintah juga memberikan bansos tunai kepada 10 juta keluarga, pemberian bansos bahan makanan pokok ekstra dua bulan untuk 18,9 juta keluarga, dan bansos tambahan bagi 5,9 juta keluarga usulan pemerintah daerah.
Alokasi anggaran kesehatan juga ditambah Rp 33,21 triliun. Tambahan alokasi ini digunakan untuk biaya penanganan pasien Covid-19 di rumah sakit, penambahan insentif tenaga kesehatan dan tenaga vaksinasi, serta pembangunan rumah sakit lapangan. Selain itu, dana digunakan untuk pembelian oksigen serta pembagian obat gratis bagi pasien tanpa gejala dan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri.
Tidak represif
Kondisi darurat kesehatan dinilai tidak berarti negara boleh sewenang-wenang dan menerapkan represi kepada warganya. Penggunaan istilah darurat sipil yang pernah disebutkan Presiden Joko Widodo pada 2020 ataupun istilah darurat militer oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dinilai sebagai cara pikir kuno.
Dominggus Christian juga meminta pemerintah mengevaluasi penerapan PPKM darurat yang mengakibatkan munculnya tindakan represif dari aparat penegak hukum kepada masyarakat. Aparat penegak hukum pelaku represi juga semestinya ditindak.
”Masyarakat sedang pusing dengan pandemi dan dampak ekonominya, sementara aparat penegak hukum menggunakan pendekatan keras,” ujarnya.
Ketika penerapan PPKM darurat belum optimal dan laju penularan Covid-19 belum juga menurun, lanjut Irma, tak semestinya pemerintah menyalahkan ketidakpatuhan masyarakat semata. Namun, pemerintah juga perlu terbuka dalam data riil. Misalnya, berapa banyak tes PCR yang dilakukan di setiap daerah, berapa penambahan kasus baru, berapa warga yang meninggal, dan berapa warga yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman).
Dalam catatan Lapor Covid-19, setidaknya 681 warga positif Covid-19 meninggal saat isolasi mandiri (isoman) sejak Juni sampai 18 Juli 2021. Data ini dihimpun dari 16 provinsi dan 78 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Barat menyumbang jumlah kematian isoman terbanyak, yakni 248 orang. Angka ini diikuti Jawa Tengah 110 orang, DI Yogyakarta 107 orang, Jawa Timur 69 orang, Banten 68 orang, dan DKI Jakarta 53 orang.
”Beberapa di antaranya sudah mengalami penolakan-penolakan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain,” tambah Irma.
Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal 1-18 Juli 2021 disebut mencapai 206 orang. Adapun berdasarkan data Pusara Digital situs nakes.laporcovid19.org mencatat 1.385 tenaga kesehatan meninggal sejak awal pandemi sampai 18 Juli 2021.
Sejauh ini, pemerintah belum memutuskan perpanjangan PPKM darurat. Dalam pengantar rapat terbatas mengenai penanganan pandemi, Jumat (16/7/2021), Presiden meminta perpanjangan PPKM darurat diputuskan secara jernih dan meminta ada evaluasi kebijakan penyekatan jalan untuk pembatasan mobilitas masyarakat. Penanganan aparat kepada masyarakat dan pedagang kaki lima yang represif, seperti di Sulawesi Selatan, juga dinilai tidak diperlukan.
”Saya minta kepada Polri dan nanti Mendagri kepada (pemerintah) daerah agar jangan keras dan kasar. Tegas dan santun sambil sosialisasi, memberikan ajakan-ajakan sambil membagi beras, itu mungkin bisa sampai pesannya,” kata Presiden.
Pesan ini ditindaklanjuti dengan surat edaran Mendagri kepada para gubernur dan bupati/wali kota di Indonesia. Dalam surat bertanggal 18 Juli 2021 dan ditandatangani Mendagri Tito Karnavian tersebut disampaikan supaya ada evaluasi reguler dalam penertiban pelaksanaan PPKM di wilayah masing-masing untuk mengetahui efektivitas terhadap pengendalian penularan Covid-19.
Selain itu, edaran juga mengingatkan supaya penegakan hukum dilakukan secara tegas, tetapi santun dan simpatik kepada masyarakat. Penggunaan kekerasan dilarang. Pelaksanaan penertiban PPKM diharap dilakukan bersinergi dengan TNI/Polri dan unsur Forkompimda lainnya.
Pemda juga diminta membantu masyarakat yang kesulitan secara ekonomi pada masa PPKM darurat dan mempercepat pemberian vaksin.