Perlu Konsistensi Kebijakan untuk Optimalkan Pembatasan
Inkonsistensi kebijakan pengendalian Covid-19 ditengarai menjadi sebab masyarakat enggan mematuhi aturan pemerintah, termasuk pada saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsistensi kebijakan pemerintah dibutuhkan untuk memastikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat berjalan optimal. Pemerintah pun mesti memberi bantuan sosial bagi masyarakat bawah yang mengalami kesulitan ekonomi saat PPKM darurat tersebut.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas ketika dimintai pandangan, Jumat (16/7/2021), menilai tepat kebijakan transportasi, seperti penyekatan-penyekatan untuk membatasi pergerakan. Namun, ada persoalan kompleks yang masih dihadapi, termasuk menyangkut tingkat kepatuhan atau kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan.
”Kedua, kebijakannya itu sendiri juga kurang konsisten. Di satu sisi PPKM darurat, di sisi lain TKA (tenaga kerja asing) boleh masuk. Nah, itu akhirnya juga menimbulkan resistensi pada masyarakat. Istilahnya, kami dibatasi kenapa mereka boleh masuk, gitu lho. Inkonsistensi ini yang menyebabkan masyarakat susah diatur sehingga terjadi seperti sekarang ini,” tutur Darmaningtyas.
Menurut Darmaningtyas pemerintah mesti tegas. ”Oke, kita PPKM. (Jadi) enggak ada itu urusan orang keluar masuk (Indonesia), entah itu diplomat, tenaga kerja, ataupun apa. Stop. Jadi, masyarakat itu punya rujukan; kalau disuruh tertib, ya, tertib,” katanya.
Kebijakannya itu sendiri juga kurang konsisten. Di satu sisi PPKM darurat, di sisi lain TKA (tenaga kerja asing) boleh masuk. Nah, itu akhirnya juga menimbulkan resistensi pada masyarakat. Istilahnya, kami dibatasi, kenapa mereka boleh masuk, gitu lho. Inkonsistensi ini yang menyebabkan masyarakat susah diatur sehingga terjadi seperti sekarang ini.
Persoalan ketiga, lanjut Darmaningtyas, menyangkut pemberian bantuan bagi masyarakat bawah yang tidak bisa bekerja saat PPKM darurat. ”Masyarakat kelas menengah ke atas tidak akan ada masalah meskipun ada pembatasan. Satu bulan pembatasan pun tidak akan masalah. Tapi, mereka yang dalam kondisi bekerja sehari untuk makan sehari, itu susah,” tuturnya.
Sehubungan dengan hal itu, pemerintah mesti juga konsisten ketika meminta masyarakat tetap tinggal di rumah, yakni dengan memasok bantuan sosial sejak saat awal PPKM darurat. Jangan sampai bantuan sosial datang setelah PPKM berhenti. ”Sebelum mengeluarkan kebijakan (PPKM darurat) mestinya pemerintah sudah mengantisipasinya,” kata Darmaningtyas.
Darmaningtyas menuturkan, kekompakan seluruh aparatur saat ini dibutuhkan dalam upaya bersama menghadapi pandemi Covid-19. ”Jangan (aparat) yang satu ngomong soal bagaimana menurunkan pandemi, yang lain bicara tentang pertumbuhan ekonomi. Semua energi selama PPKM darurat harus diarahkan untuk meminimalkan peningkatan kasus Covid-19,” katanya.
”Sense of crisis”
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat memberikan keterangan, Jumat (16/7/2021), menuturkan, Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa dalam pemberlakuan PPKM darurat harus ada sense of crisis dari seluruh kementerian, lembaga, dan para pemimpin. Oleh karena itu, seluruh menteri dan kepala lembaga dilarang bepergian ke luar negeri.
”(Pihak) yang boleh bepergian ke luar negeri hanya Menteri Luar Negeri karena memang sesuai dengan bidang tugasnya. (Pihak) yang lainnya, kalau ada hal yang bersifat khusus, harus mendapatkan izin secara langsung dari Bapak Presiden,” kata Pramono.
Mengawali keterangannya, Pramono Anung menuturkan bahwa setelah mendapat masukan dan respons dari masyarakat, Presiden Joko Widodo mengarahkan dengan tegas bahwa vaksin berbayar yang direncanakan disalurkan melalui Kimia Farma dibatalkan dan dicabut. Oleh karena itu, semua vaksinasi tetap diberikan secara gratis seperti disampaikan sebelumnya oleh Presiden.
Mekanisme vaksin gotong royong pun tetap melalui perusahaan. ”Dan, perusahaan yang akan membayar kepada semua karyawan yang ada. Dengan demikian, mekanisme untuk semua vaksin, baik itu yang gotong royong maupun yang sekarang, mekanisme sudah berjalan, digratiskan oleh pemerintah,” kata Pramono.
Sementara itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, menuturkan, upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah salah satu hal mendasar yang mesti diikuti untuk mengatasi pandemi. Pandemi akan terus ada dan bahkan memburuk apabila hal-hal mendasar tidak dijalankan.
”Ini acuan kita untuk menilai. Jika hal-hal yang mendasar tidak kita ikuti, pandemi ini akan terus jalan, terus ada, berkembang biak, dan akan semakin memburuk, memburuk, dan memburuk,” kata Faisal Basri pada diskusi publik bertajuk ”PPKM Darurat, Ekonomi Melambat” yang digelar secara daring, Jumat (16/7/2021).
Faisal menuturkan bahwa hal mendasar dimaksud ialah memutus mata rantai penularan dan memprioritaskan nyawa manusia. ”(Hal ini) karena kalau WHO itu (menyatakan) satu nyawa manusia tidak bisa dikompromikan. Kita (Indonesia), kan, anggota WHO. Kemudian jangan dikomersialisasikan. Tabu,” katanya.
Hal mendasar lain berkaitan dengan kepemimpinan nasional dan pengorganisasiannya serta strategi komunikasi. ”Inilah kira-kira, kalau kita bikin check list, sampai seberapa jauh kita. Indonesia, kan, untuk sampai puncaknya terlalu lama. Jadi, mengindikasikan bahwa kita abai, kita denial, kita nganggap remeh,” kata Faisal.