Pengawasan Dana Otsus Papua Perlu Diikuti Penindakan Tegas
Pemerintah dan DPR menyepakati peningkatan dana otsus Papua, dari 2 persen menjadi 2,25 persen. Pengawasan terhadap pengelolaan dana itu akan dilakukan secara koordinatif oleh kementerian hingga perguruan tinggi negeri.
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan dana otonomi khusus Papua sebesar 2 persen menjadi 2,25 persen dari plafon dana alokasi umum nasional perlu diikuti pengawasan yang ketat. Temuan dari lembaga pengawas harus ditindaklanjuti untuk memastikan anggaran digunakan sesuai ketentuan. Oleh sebab itu, koordinasi antarlembaga pengawas harus diperjelas agar saling melengkapi.
Berdasarkan kesepakatan antara Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, anggaran dana otsus ditingkatkan.
Pelibatan perguruan tinggi negeri di Papua agar memberikan pengawasan yang lebih independen.
Berdasarkan Pasal 34 yang direvisi, dana otsus yang sebelumnya 2 persen kini menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum. Namun, tidak semuanya berbentuk dana hibah seperti diatur dalam UU No 21/2001. Pencairan dana dibagi menjadi dua bagian, yakni 1 persen block grant dan 1,25 persen specific grant.
Pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dana otsus dilakukan secara koordinatif sesuai dengan kewenangannya oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri.
”Pelibatan perguruan tinggi negeri di Papua agar memberikan pengawasan yang lebih independen,” kata Ketua Panitia Khusus Otonomi Khusus Papua Komarudin Watubun, di Jakarta, Selasa (13/7/2021).
Baca juga : Revisi Otsus Papua Disepakati
Pelibatan perguruan tinggi negeri dalam pengawasan hanya kepada perguruan tinggi negeri yang ada di Papua. Tiga perguruan tinggi negeri itu adalah Universitas Cenderawasih, Universitas Papua, dan Universitas Musamus Merauke.
Pengawasan yang dilakukan berbagai lembaga itu akan diatur secara teknis dalam peraturan pemerintah. Ia meminta agar pengawasan tidak sekadar adminsitratif, tetapi jika ada temuan penyalahgunaan dana otsus agar segera ditindaklanjuti dengan investigasi lapangan atau menyerahkan temuan kepada aparat penegak hukum.
”Tidak seperti sekarang, ada yang bilang bahwa ada korupsi, tetapi tidak ada yang bertanggung jawab,” ujar Komarudin.
Ia juga menjelaskan, revisi UU tentang Otsus Papua yang sebelumnya disebutkan sebanyak 19 pasal setelah direkapitulasi ternyata berjumlah 20 pasal. Sebanyak tiga pasal merupakan usulan pemerintah, yakni Pasal 1, Pasal 34, dan Pasal 76. Kemudian sebanyak 15 pasal direvisi dari pasal-pasal yang sudah ada dalam UU No 21/2021 serta dua pasal baru di luar UU No 21/2021.
Terkait dugaan korupsi dana otsus, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akhir Juni lalu mengungkapkan adanya 82 transaksi mencurigakan dari 52 orang yang berasal dari kalangan pejabat politik, pejabat birokrasi, organisasi kemasyarakatan, rekanan pemda, dan individu di Papua.
Baca juga: Problem Politik dan Pemerintahan dalam Otsus Papua Masih Terabaikan
Transaksi mencurigakan itu telah dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Modus yang digunakan adalah mentransfer dana ke rekening pribadi yang kemudian ditarik dan digunakan untuk melakukan transaksi.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan, KPK tidak secara khusus melakukan pengawasan terhadap dana otsus Papua. Namun, sejak 2008, KPK telah melakukan program koordinasi supervisi dan pencegahan (korsupgah) yang bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di sejumlah daerah, termasuk Papua dan Papua Barat.
Secara umum, KPK melihat pengelolaan dana otsus Papua perlu diatur lebih baik sehingga menjadi jelas dalam pemanfaatannya.
”KPK tidak secara khusus mengawasi dana otsus Papua, tetapi kami tetap bekerja sama dengan BPKP dan mendorong optimalisasi APIP (aparat pengawas internal pemerintah) dalam kerja-kerja pengawasan itu,” katanya.
Secara umum, KPK melihat pengelolaan dana otsus Papua perlu diatur lebih baik sehingga menjadi jelas dalam pemanfaatannya. Sebab, selain menerima dana otsus, Papua dan Papua Barat, sebagaimana daerah lain, juga menerima dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat.
Pada 2019, menurut Ipi, KPK bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah mendorong kajian khusus dilakukan terkait pengelolaan dana otsus Papua. Hanya saja, dorongan untuk melakukan kajian itu tidak berjalan karena pemerintah daerah setempat tidak memberikan sinyal untuk bergerak. Namun, pada dasarnya, lanjutnya, KPK tetap memberikan pendampingan kepada semua daerah di Indonesia, termasuk Papua dan Papua Barat.
Baca juga: Revisi UU Otsus Papua Diharap Memperkuat Perlindungan HAM
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, sumber dana otsus Papua dipisahkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, dalam penggunaannya, keduanya terkonsolidasi menjadi satu dalam APBD sehingga pertanggungjawabannya hanya pada APBD.
”Sejak akhir Desember 2019, Kemendagri terus mendorong kepala daerah di Papua menggunakan transaksi nontunai untuk mencegah penyelewengan dana otsus,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menuturkan, pencegahan penyalahgunaan dana otsus perlu dilakukan sejak hulu, yakni saat perencanaan. Desain besar penggunaan dana otsus harus jelas dan sesuai dengan amanat undang-undang agar dana yang dikucurkan pemerintah pusat tepat sasaran.
”Pada saat implementasi, pengaturan tata kelola akan diperkuat dan pengawasan dilakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan kementerian terkait, DPR, DPD dan perguruan tinggi negeri. Nanti teknisnya akan di atur di PP agar koordinasinya bisa saling melengkapi,” ucapnya.
Baca juga: Mengejar Ketertinggalan di Papua, Ahli Usulkan Kartu Dana Otonomi Khusus
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengingatkan, koordinasi dalam pengawasan perlu diatur secara detail, jangan seperti pengawasan yang lain karena hal yang diawasi khusus soal dana otsus Papua. ”Khawatirnya, koordinasi dalam pengawasan hanya bersifat normatif,” katanya.
Lembaga-lembaga yang melakukan pengawasan harus diberikan target yang jelas. Lembaga itu perlu diberi hadiah dan hukuman dalam menjalankan tugasnya agar pengawasan yang dilakukan bisa efektif. Jangan sampai temuan dari lembaga-lembaga itu berakhir menjadi informasi karena tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum.
Lembaga-lembaga yang melakukan pengawasan harus diberikan target yang jelas. Lembaga itu perlu diberi hadiah dan hukuman dalam menjalankan tugasnya agar pengawasan yang dilakukan bisa efektif.
”Di hulunya, pemerintah pusat melalui Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua harus mengawal penggunaan dana otsus Papua agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Anggota DPD dari Papua, Yorrys Raweyai, mengatakan, peningkatan anggaran otsus Papua perlu diikuti dengan peningkatan pengawasan penggunaan anggaran. Tindakan tegas perlu diambil jika ada dugaan penyelewengan anggaran yang dilakukan oleh pengguna anggaran.
Pengawasan yang selama ini sudah dijalankan oleh sejumlah lembaga perlu mendapat penguatan dari segi politik. Hal ini penting agar mereka bisa melakukan penindakan dengan tegas dan tidak terbebani dengan situasi politik di sana. ”Situasi politik jangan dijadikan alasan untuk tidak melakukan penindakan,” katanya.