Baliho Politik di Tengah Pemilih Rasional
Sekitar 60 persen pemilih pada Pemilu 2024 merupakan bagian dari generasi milenial dan pascamilenial. Mereka termasuk pemilih yang kritis. Tidak mudah dipengaruhi hanya melalui baliho.
Dikenal publik merupakan sebuah keniscayaan bagi siapa pun yang ingin memenangi Pemilu Presiden 2024. Namun, itu saja tidak cukup karena popularitas tak mudah membekas di benak pemilih. Menggenjot popularitas, seperti intens dilakukan sejumlah elite politik melalui media luar ruang, beberapa waktu terakhir, perlu diikuti kerja nyata.
Penyebaran Covid-19 di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir terus meningkat. Bahkan hampir setiap hari muncul rekor penambahan kasus baru yang jumlahnya selalu di atas 30.000 kasus dan menjadikan Indonesia sebagai tiga besar negara dengan penambahan kasus terbanyak, di bawah Brasil dan India.
Segala upaya dilakukan pemerintah bersama masyarakat untuk mengendalikan pandemi, salah satunya mengimbau masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Imbauan itu disampaikan secara langsung ataupun menggunakan media luar ruang, seperti baliho dan papan iklan.
Namun, di tengah riuhnya baliho-baliho penanganan Covid-19, terselip sejumlah baliho politik bergambar tokoh partai politik yang kerap disebut berpeluang maju pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Baliho itu mulai santer dijumpai dalam satu bulan terakhir.
Baca juga: Survei ”Kompas”: Elektabilitas Prabowo Fluktuatif, Anies dan Ganjar Meningkat
Salah satunya seperti dijumpai oleh pengguna Twitter dengan akun @fideldapati. Ia mengunggah gambar baliho dengan foto Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani disertai kalimat ”Kepak Sayap Kebhinekaan”.
”Ahaa… Ternyata mereka serius propagandakan Puan melalui baliho secara massif. Foto ini diambil hari ini di Jln Padjajaran, Bandung, pas keluar masuk Bandara Husein Sastranegara. Pemimpin kok cuma hadir di baliho????” cuit @fideldapati, Kamis (8/7/2021).
Sebelumnya telah beredar percakapan di aplikasi Whatsapp, diduga merupakan kesimpulan rapat Fraksi PDI-P di DPR, Juli lalu. Salah satu pesannya berisi imbauan pemasangan baliho atau papan iklan dengan gambar Puan.
Imbauan ditujukan kepada semua anggota Fraksi PDI-P di DPR agar memasang baliho bergambar Puan mulai 15 Juli sampai dua bulan ke depan di daerah pemilihan masing-masing. Dalam pesan itu disertakan enam desain baliho dengan tulisan ”Kepak Sayap Kebhinekaan”.
Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, mengatakan, pemasangan baliho dalam dunia politik merupakan hal yang biasa. Ia menyebut, sejumlah tokoh dari partai politik (parpol) lain juga melakukan hal serupa, seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. ”Dulu, potret Cak Imin (Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa) muncul di titik-titik strategis. Pengenalan tokoh dan visi-misi yang diemban wajar dalam kontestasi politik,” ujarnya.
Keputusan Golkar
Selain baliho bergambar Puan, baliho besar bergambar Airlangga Hartarto juga mudah dijumpai di tempat-tempat strategis. Hal ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Parpol berlambang pohon beringin itu secara resmi mengeluarkan surat perintah kepada pengurus tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga organisasi sayap dan organisasi kemasyarakatan yang menjadi pendukung partai untuk memasang foto Airlangga dengan media papan iklan ataupun videotron.
Pemasangan foto Airlangga dilakukan minimal selama enam bulan, kemudian dilanjutkan, tetapi diminta dengan desain baru hingga 2024. Berbeda dengan Puan, pemasangan gambar Airlangga tidak diperkenankan menggunakan baliho ataupun spanduk, tetapi harus menggunakan papan iklan dan videotron.
Perintah itu disampaikan sebagai tindak lanjut atas keputusan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar 2021 yang di antaranya menetapkan tahun 2021 sebagai tahun sosialisasi dan media serta penggalangan opini. Adapun surat perintah itu dikeluarkan pada 3 Juli 2021 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk F Paulus dan Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Arifin.
Wakil Ketua Umum sekaligus Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, perintah pemasangan foto Airlangga itu sebagai bagian dari upaya menyolidkan gerakan-gerakan yang telah diinisiasi oleh para pengurus Golkar di daerah.
”Isi kontennya dinamis melihat situasi terbaru. Dalam situasi pandemi yang meningkat, kami fokus untuk mengimbau masyarakat agar selalu menjaga protokol kesehatan dan memberi semangat agar tetap bertahan dalam kondisi sekarang,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan kegiatan yang dilakukan Golkar dalam menyosialisasikan Airlangga tak sebatas pemasangan foto di media luar ruang. Langkah lain, misalnya, dengan membentuk Yellow Clinic untuk membantu pemerintah menyukseskan program vaksinasi nasional dan mempermudah masyarakat mengakses tes Covid-19.
”Bahwa kemudian itu ada efeknya karena masyarakat merasa terbantu oleh Golkar, bersimpati pada Golkar, dan memberikan dukungan kepada Pak Airlangga, itu adalah efek berikutnya saja. Namun, niat Golkar adalah menjalankan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat di masa pandemi,” tutur Doli.
Ketika bertemu dengan masyarakat, kata Doli, kader-kader Golkar pun diminta menyampaikan kinerja Airlangga di pemerintahan sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Komite Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). ”Meskipun tanpa kami sampaikan ke publik, sebenarnya aktivitas Airlangga sudah bisa dilihat di media karena perannya sangat terasa dalam menangani pandemi,” ucap Doli.
Baca juga : Jangan Anggap Remeh Capres 1 Persen
Simbol kehadiran
Ketika parpol lain menambah pemasangan gambar melalui media luar ruang, Partai Demokrat memilih untuk tidak menambah baliho-baliho yang sudah terpasang sejak tahun lalu. ”Baliho bergambar AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sudah terpasang sejak tahun lalu untuk menunjukkan bahwa Demokrat selalu bersama rakyat,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.
Menurut dia, baliho itu hanya sebagian kecil simbol kehadiran Demokrat di masyarakat. Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, Demokrat telah menginstruksikan kepada kader di daerah yang menduduki jabatan eksekutif dan legislatif untuk mempercepat penanganan pandemi beserta dampaknya, termasuk mempercepat program vaksinasi.
Demokrat memerintahkan kadernya untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi, salah satunya memberikan bantuan berupa sembako kepada warga yang melakukan isolasi mandiri. Agus pun terus berkoordinasi dengan para kepala daerah yang berasal dari Demokrat untuk mencari solusi jika penanganan di daerah mengalami hambatan.
”Justru di saat pandemi Covid-19 masyarakat tak bisa dibohongi politisi. Mereka bisa melihat siapa saja yang benar-benar peduli dan memberi perhatian,” ucap Herzaky.
Pertimbangan kinerja
Sekalipun media luar ruang masih jadi pilihan untuk mengampanyekan diri ataupun parpol, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby justru melihat strategi itu sudah tak efektif lagi. Terlebih jika tujuannya meningkatkan elektabilitas. Alasannya, pemilih saat ini lebih rasional.
Dengan demikian, pemilih akan lebih mempertimbangkan kinerja kandidat, seperti dalam menangani pandemi beserta dampaknya. Meskipun memasang baliho yang banyak, pemilih akan mencari rekam jejaknya dalam menangani pandemi, apalagi nama-nama yang beredar itu memiliki kuasa dalam membuat kebijakan yang bisa meringankan rakyat dari dampak pandemi. ”Yang dibutuhkan rekam jejak, bukan banyak janji,” kata Alwan.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan, seorang kandidat akan sangat kompetitif dalam pilpres apabila memiliki popularitas dan akseptabilitas di atas 70 persen. Namun, berkaca pada hasil survei LSI pada awal 2021, belum semua kandidat yang kerap disebut publik akan maju pada Pilpres 2024 mencapai angka itu sehingga mereka perlu menggenjot popularitasnya.
Puan Maharani, misalnya, popularitasnya masih di angka 60 persen. Kemudian, Airlangga dan Muhaimin Iskandar lebih rendah, yakni 50 persen.
Untuk itu, mereka biasanya menggunakan media-media, seperti televisi, media luar ruang, dan internet untuk mendongkrak popularitas mereka. Hal ini untuk mengejar popularitas dari kandidat lain, seperti Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang hampir 100 persen dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sekitar 80 persen.
Djayadi mengingatkan, dalam melakukan sosialisasi agar tidak muncul kesan mereka mengutamakan kepentingan politik dibandingkan membantu masyarakat yang kesulitan akibat dampak pandemi. Konten dalam sosialisasi harus sensitif dengan kondisi masyarakat. ”Kalau kontennya tidak relevan dengan situasi, lebih baik menahan diri tidak memasang baliho,” ujarnya.
Meski demikian, sosialisasi saja dianggap tidak cukup jika kandidat ingin dipilih oleh masyarakat. Dalam hal penerimaan atau akseptabilitas, publik akan menyoroti kinerja mereka, misalnya dalam menangani pandemi. Jika seorang kandidat dianggap mampu memberikan terobosan dan kepedulian dalam menangani pandemi, hal itu bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan dukungan elektoral.
Djayadi mencontohkan hasil pemilu di sejumlah negara yang digelar di tengah pandemi. Kekalahan petahana Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat, misalnya, disebabkan kegagalannya mengatasi pandemi Covid-19. Berbeda dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern yang kembali memenangi pemilu karena kinerjanya dalam mengatasi pandemi dinilai baik oleh publik.
Baca juga : Capres Alternatif Mulai Dilirik
Oleh karena itu, menurut Djayadi, kerja nyata yang dilakukan oleh kandidat dalam menangani pandemi akan berbanding lurus dengan perolehan elektabilitas dalam pilpres. Kandidat bisa mendapatkan dukungan pemilih jika dianggap bekerja dan memiliki rekam jejak yang baik selama karier politiknya.
”Apalagi elektabilitas juga dipengaruhi keberadaan kandidat lain sehingga pemilih tentu membandingkan kinerja antara yang satu dan lainnya,” tuturnya.
Rekam jejak yang nyata dinilai akan sangat memengaruhi kemenangan pada Pilpres 2024. Sebab, dari segi demografi pemilih, sekitar 60 persen di antaranya merupakan pemilih generasi milenial dan pascamilenial. Mereka merupakan pemilih yang kritis dan tidak mudah dipengaruhi hanya melalui baliho ataupun gambar-gambar.
”Pimpinan DPR, menteri, dan kepala daerah punya panggung yang besar dalam penanganan pandemi. Jangan hanya memberikan komentar, tetapi aksi nyata karena mereka punya kewenangan. Tunjukkan mereka melakukan sesuatu yang berguna sambil memperkenalkan diri kepada pemilih,” ucap Djayadi.