Konsultasi Hukum: Advokat Membela "Mafia Tanah"
Advokat melaksanakan tugas melakukan pembelaan terhadap seseorang agar yang didakwakan dapat dikoreksi, sehingga tidak terjadi pemberian putusan bersalah oleh pengadilan, tanpa prosedur yang benar dan tanpa cukup bukti.
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat, melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id, yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih
Pertanyaan:
Bagaimana kalau ada pengacara membela "mafia tanah", yang terbukti perbuatan "mafia" itu melanggar peraturan perundangan yang berlaku. (Saiful Bachar, pertanyaan melalui Youtube).
Baca Juga: Konsultasi Hukum: Perbuatan Melawan Hukum
Jawaban:
Oleh Advokat R. Dwiyanto Prihartono SH MH, Ketua Harian - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
Pertanyaan dari Pak Saiful, adalah hal mendasar sehingga diperlukan penjelasan kepada masyarakat luas yang awam hukum. Pemahaman yang keliru atas kedudukan pengacara atau advokat (selanjutnya penulis akan menggunakan istilah advokat) akan menimbulkan anggapan bahwa yang dilakukan advokat adalah membela orang yang “bersalah”. Anggapan yang dapat menyesatkan, apabila tidak dilakukan upaya memberikan informasi di berbagai kesempatan mengenai kedudukan advokat yang sebenarnya.
Informasi masalah hukum umumnya tersebar melalui pemberitaan. Hal yang mudah melekat dan dicerna oleh masyarakat, adalah kasus yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap hukum pidana, seperti korupsi, pembunuhan, penggelapan, perkosaan, dan banyak kasus pidana lainnya. Tidak heran jika beberapa istilah seperti pengacara, pembela, pembelaan, tuntutan, hukuman, menjadi akrab di telinga dan pemikiran awam yang membaca berita-berita.
Jadi, terbangunnya persepsi terhadap advokat adalah membela orang yang bersalah hampir dipastikan bersumber juga dari berbagai informasi dalam berita yang menyiratkan, bahwa yang dibela advokat adalah orang yang sudah nyata-nyata bersalah.
Pertanyaan yang disampaikan oleh penanya dapat disimpulkan terkait hukum pidana, karena ada kata-kata “membela”, “mafia”, dan “advokat”. Untuk dapat memahami secara utuh, terlebih dahulu akan disampaikan pengertian hukum pidana. Secara sederhana, pengertiannya adalah hukum yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan umum atau publik, mengatur hubungan antara negara dan masyarakat sebagai warganegara. Kejaksaan, Kepolisian dan lembaga lainnya melaksanakan tugasnya mewakili negara dalam hal ini kepentingan masyarakat umum untuk memproses secara hukum warganegara yang diduga melanggar hukum, mengganggu ketertiban umum, mengganggu kepentingan publik, untuk diajukan ke pengadilan.
Bedanya dengan hukum privat atau hukum perdata, adalah hukum yang mengatur hubungan antarpribadi warganegara yang berbenturan kepentingan atau berkonflik dan tidak terkait dengan kekuasaan negara. Contohnya, adalah perkara utang-piutang, sewa-menyewa, dan perkawinan. Catatan penting dari adanya kekuasaan negara cq. Pemerintah cq.Kepolisian atau Kejaksaan adalah dimilikinya kewenangan besar dalam berhadapan dengan warganegara sebagai orang yang disangka melakukan pelanggaran hukum pidana, seperti menangkap, menahan, menyita, menggeledah, mendakwa, menuntut dan sebagainya.
Kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana, adalah dalam posisi memberikan bantuan hukum dan pembelaan terhadap seorang warganegara yang tengah menghadapi otoritas kekuasaan negara cq. pemerintah dan juga nantinya badan peradilan pada saat disidangkan. Terkait pembelaan oleh seorang Advokat, hal prinsip yang perlu diketahui oleh setiap orang adalah adanya “Asas Praduga Tak Bersalah”. Asas ini termuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 1999, telah diperbaharui dengan UU Nomor 4 Tahun 2004, yang kemudian diperbaharui kembali melalui UU Nomor 48 Tahun 2009. Pasal 8 ayat (1) berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan didepan sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Hal inini adalah asas yang harus mendasari setiap proses hukum agar terwujud proses hukum yang adil (due process of law). Dan, adalah merupakan pemahaman yang keliru, jika seseorang yang ditangkap dan ditahan oleh Kepolisian, Kejaksaan, atau lembaga lainnya sudah disimpulkan pasti bersalah. Seseorang yang disangka dan didakwa (atau dituduh dalam bahasa awam) melakukan tindak pidana, sepanjang belum ada pemeriksaan pengadilan dan diputus bersalah, masih belum dapat dinyatakan bersalah, demikian pengertian ringkas dari asas praduga tak bersalah. Asas ini menjadi dasar yang penting bagi Advokat dalam melakukan pembelaan.
Seseorang yang disangka dan didakwa (atau dituduh dalam bahasa awam) melakukan tindak pidana, sepanjang belum ada pemeriksaan pengadilan dan diputus bersalah, masih belum dapat dinyatakan bersalah.
Advokat yang membela seseorang itu, adalah merupakan bagian dari sistem peradilan pidana agar terlaksana due process of law, tidak terjadi kekeliruan dalam memproses seseorang dan tidak dinyatakan bersalah tanpa dasar pembuktian yang cukup. Pengetahuan terbatas awam akan melahirkan kesimpulan berdasarkan keyakinannya pribadi, padahal dalam suatu proses hukum banyak hal yang tidak dapat disederhanakan dengan hanya berdasarkan pengamatan sepintas dan awam. Apalagi, jika mengkonsumsi pemberitaan yang tendensius tanpa analisis dokumen resmi.
Baca Juga: Hak Waris Sesuai Wasiat Ayah
Lebih repot lagi jika yang dibaca pemberitaan yang menggunakan metode “framing” atau membingkai suatu peristiwa untuk meyakinkan publik tentang kebersalahan seseorang yang sedang diproses pidana. Para pengamat hukum kerap juga menyebutkan “trial by the press” yang dapat menggiring pembaca dalam hal ini masyarakat pada kesimpulan seseorang “bersalah”, sebelum diputus oleh pengadilan.
Tentang kedudukan Advokat dalam sistem peradilan pidana, menjalankan profesinya berdasarkan hukum, antara lain adalah UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) UU Nomor 8 Tahun 1981. UU Advokat pada Pasal 1 Butir 1 menyebutkan, “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”. Terkait perkara pidana kedudukan Advokat diatur antara lain dalam Pasal 69 KUHAP yang menyebutkan, “Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Baca Juga: Sofyan Djalil: Ruang Gerak Mafia Tanah Dipersempit
Impelementasi dari “asas praduga tak bersalah” diterapkan dan diperankan oleh Advokat melalui dasar hukum setidaknya 2 (dua) UU tersebut. Jadi, ketika ada persepsi seorang Advokat dianggap membela mafia tanah yang terbukti perbuatan si mafia melanggar peraturan perundangan yang berlaku, adalah anggapan yang keliru. Advokat dimaksud melaksanakan tugasnya dalam rangka melakukan pembelaan terhadap seseorang agar apa yang telah didakwakan kepadanya dapat dikoreksi oleh Advokat, sehingga tidak terjadi pemberian putusan bersalah oleh pengadilan tanpa berdasarkan prosedur yang benar dan tanpa bukti yang cukup dan memenuhi syarat hukum.
Ketika ada persepsi seorang Advokat dianggap membela mafia tanah yang terbukti perbuatan si mafia melanggar peraturan perundangan yang berlaku, adalah anggapan yang keliru.
Dengan kata lain pembelaan yang dilakukan Advokat adalah mengedepankan apa yang menjadi “kepentingan Hukum” dari yang dibelanya.