Presiden Jokowi: RS Asrama Haji Siap Beroperasi Sabtu Esok
Meningkatnya kasus Covid-19, Asrama Haji di Pondok Gede siap digunakan sebagai rumah sakit penanganan Covid-19 pada Sabtu (10/7/2021). Presiden Jokowi pun meminta warga aktif menjadi sukarelawan mencegah penularan Covid.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Jumat (9/7/2021) siang mengunjungi Asrama Haji di Pondok Gede, Jakarta Timur, yang akan dioperasikan menjadi Rumah Sakit Asrama Haji untuk penanganan pasien Covid-19. Menurut rencana, pada Sabtu (10/7/2021) pagi rumah sakit tersebut sudah bisa dioperasikan.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi pertama-tama menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljomo, beserta seluruh jajarannya yang telah bekerja keras dalam waktu lima hari menyiapkan konversi wisma haji tersebut menjadi rumah sakit.
Kepala Negara menuturkan sudah mengecek kondisi di dalam wisma haji, peralatan rumah sakit, penggantian AC (penyejuk ruangan), dan pembangunan lift untuk para pasien. ”Saya lihat semuanya dalam keadaan 99 persen siap sehingga besok pagi (Sabtu, 10 Juli 2021) Rumah Sakit Wisma Haji ini sudah bisa dioperasionalkan,” katanya.
Presiden Jokowi juga mengajak para mahasiswa, pemuda dan pemudi, ibu-ibu PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga), serta kader-kader posyandu (pos pelayanan terpadu) untuk bersama-sama, bahu-membahu, bergotong royong, menjadi sukarelawan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Dokter, tenaga kesehatan, aparatur sipil negara, TNI, Polri sudah bekerja keras dari pagi, siang, hingga malam sejak Maret 2020 sampai saat ini.
”Dan, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Tetapi, akan lebih bagus lagi apabila ada tambahan sukarelawan-sukarelawan dari seluruh komponen masyarakat sehingga penanganan Covid-19 ini bisa kita tangani dengan sebaik-baiknya,” kata Presiden Jokowi.
Sebelumnya, secara terpisah, Ketua Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Hery Trianto menuturkan, seluruh masyarakat harus berpartisipasi dalam menangani pandemi Covid-19. Kita semua menjadi penentu dari akhir pandemi Covid-19 ini.
Tenaga kesehatan dan para dokter sudah berjibaku luar biasa. Tidak sedikit dari mereka yang jatuh menjadi korban, bahkan hingga meninggal dunia. ”Jadi, mari kita sama-sama menjaga, dengan berkontribusi melindungi diri kita, melindungi keluarga kita, lingkungan kita, kota kita, bangsa, dan negara kita,” kata Hery pada perbincangan live Instagram Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman, Jumat (9/7/2021).
Mari kita sama-sama menjaga, dengan berkontribusi melindungi diri kita, melindungi keluarga kita, lingkungan kita, kota kita, bangsa, dan negara kita.
Satgas penanganan Covid-19 meminta masyarakat patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Hal ini penting agar kita semua dapat segera mengakhiri pandemi Covid-19 yang sudah 15 bulan melanda Indonesia. ”Kasus aktif kita sudah lebih 2 kali lipat dari kasus tertinggi tanggal 5 Februari, (yakni waktu itu sebanyak) 176.000 kasus. Sekarang sudah lebih dari 340.000 (kasus). Tentu saja, ini adalah alarm merah untuk Jawa-Bali agar bersiap-siap dan masyarakat agar mau lebih banyak berdiam diri di rumah,” ujar Hery.
Ketika ditanya terkait kapan puncak kasus Covid-19, Hery menuturkan bahwa para epidemiolog atau tim pakar di Satgas Covid-19 selalu membuat modelling (pemodelan). Ada skenario konservatif, moderat, dan progresif terhadap fenomena-fenomena pandemi. Setiap skenario mempunyai kondisi atau syarat dan ketentuannya.
Penekanan hingga di level terkendali memerlukan syarat. Namun, apabila kita semua tidak bisa memenuhi syarat tersebut, dimungkinkan terjadi skenario moderat atau agresif sehingga puncak kasus masih akan terus terjadi. Beberapa pihak menyebut puncak bisa sampai awal Agustus 2021 kalau tidak dilakukan intervensi.
”Tetapi sekarang kita, kan, sudah melakukan intervensi dengan segala sumber daya yang ada, dengan aparat TNI-Polri yang ada, untuk kemudian melakukan intervensi pendisiplinan masyarakat agar patuh dengan protokol kesehatan. Mudah-mudahan ini akan terlihat dalam 2-3 hari ke depan, ada pelandaian, kalau memang benar kita bisa efektif menjalankan PPKM darurat,” kata Hery.
Penurunan mobilitas
Pemerintah menargetkan penurunan mobilitas hingga kurang dari 50 persen. Aparat pun harus bekerja keras mengendalikan pergerakan masyarakat untuk mencapai target tersebut. ”Satu-satunya vektor penularan Covid-19 adalah manusia. Jadi, ya, manusia dihentikan pergerakannya. Kira-kira seperti itu (tujuan penurunan mobilitas),” ujarnya.
Namun, lanjut Hery, upaya menghentikan pergerakan tidak mudah sehingga kemudian ada beberapa gesekan antarmasyarakat atau perkantoran yang nekat. Upaya persuasif, bahkan represif karena sebagian dari mereka ada juga yang diproses hukum, pun dilakukan. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah menjalankan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) darurat, termasuk dengan penegakan hukum.
Denda atau pidana kurungan sebenarnya bukan tujuan. PPKM darurat ditujukan agar masyarakat mengetahui dan berdisiplin menjalankan aturan serta protokol kesehatan. Banyak masyarakat patuh dengan protokol kesehatan karena takut mendapatkan sanksi jika melanggar.
”Jadi, (patuh menerapkan protokol kesehatan) karena lahir dari hatinya agar terhindar dari penularan. Ini menjadi PR buat kita semua. Kalau kita bisa membalik orang-orang agar disiplin karena memang menghindari tertular Covid-19, hal ini tentu akan lebih baik. Pekerjaan kita masih sangat besar di komunikasi publik. Mempersuasi masyarakat tidak mudah, karena ini sangat kolosal,” kata Hery.
Hery mencontohkan, dahulu ada program Keluarga Berencana (KB). Upaya mengubah kebiasaan masyarakat dari biasanya memiliki banyak anak menjadi hanya dua anak membutuhkan waktu hingga 40 tahun terhitung sejak program KB tersebut dicanangkan. ”Tetapi, dalam mengalami pandemi ini kita tidak punya kemewahan waktu (hingga 40 tahun) seperti itu. Kita harus bergerak cepat menggandeng sebanyak mungkin masyarakat untuk terlibat,” katanya.
Oleh karena itu, Hery menuturkan, di Satgas Penanganan Covid-19 dikenal pendekatan pentahelix yang melibatkan seluruh masyarakat. Pemerintah pusat hingga daerah memerlukan dukungan komunitas, tokoh agama, media, dan seluruh masyarakat.
Hery menuturkan, mereka yang menjalankan protokol kesehatan ketat saja tetap ada celah kemungkinan tertular, apalagi yang abai. Penelitian terakhir yang sedang dilakukan menunjukkan penularan Covid-19 juga didorong varian baru yang bisa menular lebih cepat.
Hal ini membuat masyarakat harus sangat hati-hati dan benar-benar disiplin menerapkan protokol kesehatan karena ada celah penularan. ”Celah 5 menit saja, seperti waktu makan sama orang lain dan membuka masker, itu sudah bisa menjadi pemicu seseorang tertular. Jadi, memang, prokes ini harga mati (mutlak dilakukan),” kata Hery.