Utamakan Kepentingan Rakyat dalam Pembahasan RUU PDP
Pemerintah dan DPR diharapkan utamakan kepentingan rakyat dalam menentukan nasib pembahasan RUU PDP. Sebab, hingga kini belum ada pihak yang benar-benar bisa tangani kebocoran data pribadi yang sudah kerap kali terjadi.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan mengutamakan kepentingan rakyat dalam menentukan nasib pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Pemerintah sebagai pengusul RUU PDP ini didorong agar menunjukkan itikad baiknya meneruskan pembahasan RUU yang sangat dibutuhkan oleh rakyat.
Pengurus SafeNet Muhammad Arsyad, Rabu (7/7/2021), di Jakarta, mengatakan, upaya penyelesaian RUU PDP itu mesti berasal dari kedua belah pihak penyusun kebijakan. Tidak bisa hanya dari pemerintah atau DPR. Ketika terjadi perbedaan pendapat dan kebuntuan, itikad baik harus ditunjukkan oleh kedua belah pihak. Namun, sebagai pengusul RUU, pemerintah seharusnya memiliki niatan dan tekad lebih besar untuk menuntaskan pembahasan RUU PDP.
”Kami berharap ada konsistensi dalam penyelesaian RUU itu karena RUU PDP ini sangat dibutuhkan oleh rakyat. Tidak hanya sekali dua kali Presiden menyampaikan pentingnya perlindungan data. Bahkan, Presiden menyebutkan data ini sebagai new oil (minyak baru) sehingga sudah sepatutnya upaya penuntasan RUU PDP itu menjadi tekad jajaran di bawahnya,” tutur Arsyad, yang juga Ketua Paguyuban Korban UU ITE.
Dalam melihat posisi pemerintah dan DPR yang sama-sama merupakan entitas politik, Arsyad mengatakan, keduanya tidak akan lepas dari kepentingan politik atau kelompok. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang juga menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem seharusnya dapat melakukan pendekatan politik dan membangun komunikasi yang lebih baik dengan parpol-parpol lainnya di parlemen.
Upaya komunikasi politik itu dibutuhkan saat ini untuk menjembatani perbedaan sikap antara pemerintah dan DPR. Di sisi lain, jangan sampai ada kepentingan kelompok atau politik yang memicu munculnya kecurigaan-kecurigaan di dalam pembahasan RUU PDP.
Data ini sangat penting nilainya dan karena itu harus dilindungi. Kebocoran data selama ini terus terjadi, dan tidak ada yang menangani. Selama hanya memikirkan posisi dan keuntungan politiknya sendiri, pembahasan RUU PDP ini akan terus mentok.
”Data ini sangat penting nilainya dan karena itu harus dilindungi. Kebocoran data selama ini terus terjadi, dan tidak ada yang menangani. Selama hanya memikirkan posisi dan keuntungan politiknya sendiri, pembahasan RUU PDP ini akan terus mentok,” katanya.
Dalam kondisi ini, Arsyad mengatakan, sudah saatnya presiden turun tangan memastikan jajarannya di Kominfo serius menuntaskan pembahasan RUU PDP. ”Kami melihat sebaiknya ada lembaga tersendiri yang mengatur hal itu, dan sifatnya independen. Pertanggungjawaban kepada presiden akan membuat akses publik jauh lebih mudah daripada jika lembaga itu di bawah eselon 1 kementerian. Kerja pengawasannya juga akan lebih efektif, dan lebih mungkin terhindar dari konflik kepentingan,” tuturnya.
”Mandeknya ini di Kominfo (Kemenkominfo), kecuali ada arahan dari Presiden agar Kominfo mau mencari titik temu, maka ini tidak akan bisa jalan. Pada saat konsinyering kemarin, pemerintah sudah menyepakati hal ini (otoritas di bawah presiden), tetapi beberapa jam kemudian diingkari. Ini, kan, tidak ada itikad baik namanya,” ucapnya.
Sebagai anggota panja yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg), Christina mengatakan, kelanjutan pembahasan RUU ini akan sangat ditentukan dalam rapat evaluasi program legislasi nasional (prolegnas). Merujuk pada tata tertib DPR, suatu RUU dimungkinkan untuk diperpanjang jika materi suatu RUU itu kompleks, jumlah pasalnya banyak, serta dengan mempertimbangkan beban tugas komisi bersangkutan.
Terkait dengan RUU PDP itu, menurut Christina, sebenarnya pasal yang dibahas tidak terlalu banyak. Namun, karena pemerintah sebagai mitra yang dinilai tidak kooperatif, pembahasan menjadi berlarut-larut dan mengakibatkan komisi menjadi tersandera lantaran harus menuntaskan RUU itu dulu sebelum membahas RUU lainnya. Sesuai ketentuan, komisi tidak dapat mengusulkan atau membahas RUU yang lain sebelum menuntaskan jatah pembahasan satu RUU.
Christina menegaskan, kini ”bola” penyelesaian RUU PDP itu ada di Kemenkominfo. ”Bolanya ada di Kominfo, kami berharap ada itikad baik. Menjadi pertanyaan juga siapa yang akan diuntungkan dengan status quo, ini patut menjadi perhatian semua pihak,” ujarnya.
Anggota panja lainnya dari Fraksi Gokar, Bobby Adhityo Rizaldi, menambahkan, selama ini beberapa kasus kebocoran data tidak ada yang menangani. Kemenkominfo juga tidak banyak berbuat untuk mengatasi kebocoran data itu.
Sementara itu, anggota panja lainnya dari Fraksi Gokar, Bobby Adhityo Rizaldi, menambahkan, selama ini beberapa kasus kebocoran data tidak ada yang menangani. Kemenkominfo juga tidak banyak berbuat untuk mengatasi kebocoran data itu. Sebagai contoh, kebocoran data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), yang meliputi nomor induk kependudukan hingga nomor ponsel, sampai saat ini tidak ada kejelasan siapa yang akan menindaklanjuti.
Bobby mengatakan, pemerintah akan kebingungan melakukan penegakan hukum jika lembaga yang mengawasi lembaga publik itu di bawah kementerian tertentu. Sebab, yang diawasi adalah lembaga publik setingkat kementerian juga, yang pengelolaan datanya diatur dengan UU khusus, misalnya UU di bidang imigrasi, kependudukan, kesehatan, dan perbankan, yang semuanya tidak bisa serta-merta ditindak dengan KUHP.
Namun, terlepas dari perbedaan pendapat dengan pemerintah, Bobby mengatakan, RUU PDP ini penting untuk dituntaskan. Sejumlah negara juga sudah melakukan beberapa kali revisi terhadap UU PDP mereka sehingga seharusnya Indonesia pun segera memiliki UU serupa.
”RUU ini sangat diperlukan agar rakyat bisa memiliki perlindungan atas data pribadinya, dan tidak ada pelanggaran HAM. Sekaligus perlunya lembaga pengendali data, baik publik maupun swasta, untuk memiliki kejelasan pengaturan, yang saat ini pengaturannya masih sektoral,” katanya.
Anggota Panja RUU PDP dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Irine Yusiana Roba Putri, mengatakan, senada dengan anggota panja yang lain, fraksinya masih pada prinsip semula bahwa penyelesaian RUU PDP ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
”Kami tentu ingin menjawab aspirasi tersebut. Harus ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk melanjutkannya. Sebab, pada prinsipnya, semua UU, kan, dibahas berdua antara DPR dan pemerintah. Jadi, saat ini kami menanti niat baik dari pemerintah,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Samuel A Pangarepan selaku Ketua Tim Panja RUU PDP Pemerintah saat dihubungi mengatakan, pemerintah tetap menjalin komunikasi dengan Panja RUU PDP DPR. Pihaknya masih menunggu perkembangan selanjutnya karena saat ini masih ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. ”Kami berkomitmen menuntaskan pembahasan ini,” katanya (Kompas, 6/7/2021).
Pemerintah pun tetap berpandangan, draf RUU PDP itu masih relevan dan tata kelola data pribadi dapat dilakukan oleh pejabat setingkat eselon I di Kominfo.