Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin juga meminta jajarannya untuk menuntut maksimal mereka yang menyalahgunakan anggaran PPKM darurat. Tuntutan maksimal juga harus diberikan bagi mereka yang menyalahgunakan alat kesehatan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan seluruh kepala kejaksaan tinggi dan negeri se-Jawa dan Bali untuk mengawasi program terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat yang menggunakan anggaran pemerintah. Jajaran kejaksaan diminta untuk segera menindak tegas jika terjadi penyalahgunaan anggaran.
Hal itu disampaikan Burhanuddin ketika memberikan arahan tentang pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat kepada seluruh kepala kejaksaan tinggi (kajati) dan kepala kejaksaan negeri (kajari), Minggu (4/7/2021) malam. Arahan tersebut merupakan tindak lanjut dari instruksi Jaksa Agung Nomor B-132/A/SKJA/06/2021 tanggal 30 Juni 2021.
Di bidang penuntutan dan penanganan perkara di bidang pidana khusus, Burhanuddin memerintahkan jajarannya untuk mengawasi program-program PPKM Darurat yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Jangan ragu melakukan upaya represif melalui penindakan bagi siapa saja atau pihak kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah apabila ada yang bertujuan untuk mengambil kesempatan dan keuntungan tidak sah bagi pribadinya sendiri di tengah kondisi yang seperti ini,” ujar Burhanuddin sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.
Mengenai dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan penyalahgunaan alat kesehatan Covid-19 dan kerumunan, Burhanuddin memerintahkan jajarannya untuk menuntut maksimal para pelaku. Tuntutan maksimal tersebut tidak hanya untuk memberikan efek jera, namun sekaligus sebagai peringatan kepada yang lain agar tidak melakukan hal serupa.
Demikian pula dalam penerapan PPKM darurat, Burhanuddin memerintahkan jajarannya agar bagi setiap pelanggar protokol kesehatan diberi sanksi tegas dan tanpa pandang bulu. Sanksi yang diberikan diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga tidak ada lagi masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan.
Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana mengatakan, proses penegakan hukum pelanggaran PPKM darurat dilakukan melalui dua cara. Cara pertama melalui Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) untuk pelanggaran peraturan daerah dan cara kedua adalah Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk tindak pidana Undang-Undang Wabah Penyakit Menular atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Secara teknis, kepala kejaksaan negeri bersama semua pemangku kepentingan terkait dapat melakukan operasi yustisi yang langsung dilanjutkan dengan sidang tipiring di tempat terhadap pelanggaran perda PPKM yang tertangkap tangan. Pada saat itu juga langsung dibuat berita acara pemeriksaan (BAP) oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) dan dihadapkan kepada hakim dan jaksa yang hadir pada sidang di tempat.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah berpandangan, sudah seharusnya aparat penegak hukum mengawal dan mengawasi penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19. Namun, yang diperlukan tidak hanya perintah, melainkan juga aksi nyata.
Sebab, ICW mencatat hingga akhir 2020 terdapat 107 kasus penyelewengan dana penanganan Covid-19 yang ditangani kepolisian. Dari jumlah itu, meski 84 kasus naik ke tingkat penyelidikan, kelanjutan kasusnya tidak diketahui sampai sekarang. Sementara 10 kasus lain berhenti penyelidikannya dan 13 kasus lainnya dilimpahkan ke Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
”Pertanyaannya, apakah kejaksaan mampu untuk membawanya ke pengadilan? Atau apakah kejaksaan mampu melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri? Dalam konteks kedaruratan ini diperlukan komunikasi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lain,” kata Wana.
Menurut Wana, selain menindaklanjuti laporan masyarakat, kejaksaan dapat mengidentifikasi celah penyelewengan yang berpotensi merugikan keuangan negara melalui laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut dapat menjadi dasar penyelidikan awal.
Selain mengawasi anggaran, Wana berharap agar aparat penegak hukum juga sungguh-sungguh mengawasi dan menindak tegas terhadap penyelewengan terkait alat-alat kesehatan. Dari investigasi ICW pada awal 2021 ditemukan adanya sejumlah alat kesehatan yang tidak dapat digunakan dan dikembalikan karena kedaluwarsa.
Sementara itu, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo berpandangan, sudah menjadi tugas kejaksaan sebagai aparat penegak hukum untuk mengawasi, menyelidiki, menyidiki dan menuntut dalam tindak pidana khusus (korupsi).
Meski demikian, sebelum ada temuan oleh aparat penegak hukum, mekanisme yang seharusnya diperkuat adalah pengawasan internal pemerintah (APIP) yang sejak awal mengawal dan mengantisipasi potensi kerugian keuangan negara.
”Dalam masa pandemi di mana pemerintah sedang berupaya mencegah dan menurunkan penularan Covid-19 serta mengurangi dampak kematian, tindak pidana korupsi oleh pejabat yang merugikan keuangan negara menurut saya memang sangat tidak bermoral,” kata Eko.
Menurut Eko, jika sedari awal dikawal APIP, kerugian keuangan negara akan dapat dihindari. Dengan tidak adanya uang negara yang hilang, maka pelayanan kepada rakyat pun akan semakin baik. Sebaliknya, jika uang negara dikorupsi, selain kehilangan uang, masyarakat pun dirugikan.