Revisi Terbatas UU ITE Akan Jadi Inisiatif Pemerintah
Rancangan UU ITE sudah masuk dalam daftar Prolegnas jangka panjang 2020-2024 yang diusulkan oleh DPR. Namun, pengusulnya adalah DPR. Namun, Menkumham Yasonna Laoly menyebut revisi UU ITE akan jadi inisiatif pemerintah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
Kompas/Yuniadhi Agung
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, revisi terbatas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE akan menjadi inisiatif pemerintah. Hal itu akan disampaikan dalam perubahan Program Legislasi Nasional atau Prolegnas prioritas 2021 di Dewan Perwakilan Rakyat.
Selama ini, Rancangan UU ITE sudah masuk dalam daftar Prolegnas jangka panjang 2020-2024 yang diusulkan oleh DPR. Baik pemerintah maupun DPR sebagai pembentuk UU dapat sama-sama mengusulkan RUU ITE sebagai inisiatif bersama kedua lembaga. Apalagi, saat ini pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) telah menyelesaikan rekomendasi revisi terbatas UU ITE.
Yasonna, saat dihubungi, Kamis (1/7/2021), mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Ketua Badan Legislasi DPR untuk memasukkan revisi UU ITE dalam perubahan Prolegnas Prioritas 2021. RUU ITE itu akan masuk sebagai inisiatif pemerintah. Saat ini, posisi dari Kemenkumham adalah menunggu undangan rapat kerja dengan Baleg DPR. Perubahan Prolegnas Prioritas 2021 akan dibahas pemerintah bersama DPR dan DPD.
”Pembahasan naskah akademis dan draf RUU ITE melibatkan tim dari pemerintah yang terdiri dari Kemenkumham, Kominfo, Polri, dan Kejaksaan Agung saat kajian UU ITE yang dikoordinasikan Menko Polhukam,” ucap Yasonna.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Benny Riyanto mengatakan, revisi UU ITE sudah menjadi komitmen pemerintah yang dikomandoi oleh Menko Polhukam. Saat ini, draf RUU UU ITE sedang disiapkan oleh tim perumus.
Selain itu, naskah akademis juga masih dalam proses penyelasaian. Tim perumus terdiri dari internal pemerintah, di antaranya Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Polri. Selain itu juga melibatkan ahli serta pelapor dan terlapor saat proses kajian UU ITE.
Hasil dari kajian tim juga sudah dituangkan dalam bentuk rekomendasi usulan revisi terbatas UU ITE. Selain itu, juga dalam bentuk Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Polri, dan Kejaksaan Agung.
”Rekomendasi itu adalah hasil dari tim yang di dalamnya ada Kemenkumham. Maka, sikap Kemenkumham adalah satu kebijakan dengan tim yang dibentuk oleh Menko Polhukam,” kata Benny.
Benny juga menegaskan bahwa dalam proses revisi UU ITE, pemerintah akan memperhatikan masukan dan aspirasi publik. Ruang publik untuk menyampaikan aspirasinya terbuka, terutama saat RUU ITE telah berproses di DPR. Menurut dia, penambahan ataupun pengurangan revisi pasal karet UU ITE masih sangat memungkinan.
HUMAS KEMENKUMHAM
Benny Riyanto
”Masukan publik diapresiasi dan kami sangat memperhatikan masukan dari masyarakat sipil,” kata Benny.
Sebelumnya, keputusan pemerintah untuk merevisi terbatas UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE diapresiasi, tetapi juga dikritisi masyarakat sipil. Salah satu kritik terkait masuknya pasal baru 45C yang merujuk pada UU No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet Nenden Sekar Arum mengatakan, Koalisi Masyarakat Sipil Serius Revisi UU ITE telah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD untuk menyampaikan kertas kebijakan. Dalam pertemuan itu, koalisi menyampaikan beberapa draf revisi pasal UU ITE yang masih bermasalah.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (tengah), didampingi jajaran kementerian dan lembaga lain, menyampaikan rekomendasi tim kajian UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).
Khusus untuk usulan Pasal 45C, koalisi juga meminta agar pasal ini tidak dimasukkan dalam UU ITE. Alasannya, karena Pasal 45C sangat rentan disalahgunakan. Definisi berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak didefinisikan dengan jelas sehingga sangat berpotensi multitafsir.
”Masuknya Pasal 45C sangat bertentangan dengan harapan publik soal dihapusnya pasal-pasal bermasalah UU ITE. Jika pasal ini tetap dimasukkan akan berpotensi pelanggaran hukum jika praktiknya tidak dapat diterapkan secara tebang pilih,” kata Nenden.