Pertengahan Juli, Penyelidikan Terkait Tes Wawasan Kebangsaan KPK Tuntas
Komnas HAM menargetkan telah menyelesaikan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan pegawai KPK pada pertengahan Juli 2021. Berbagai fakta telah diperoleh, tinggal pendalaman dengan ahli.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam, membawa dokumen pengaduan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan, Senin (24/5/2021), di kantor Komnas HAM, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mendapatkan berbagai fakta terkait dengan pelaksanaan tes wawasan kebangsaaan sebagai syarat pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara. Komnas HAM menargetkan telah menyelesaikan penyelidikan sekaligus mengeluarkan rekomendasi pada pertengahan Juli 2021.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam saat dihubungi pada Jumat (2/7/2021) mengatakan, sampai sejauh ini pihaknya sudah mendapatkan berbagai fakta yang cukup lengkap serta keterangan yang lumayan mendalam terkait dengan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Selain itu, berbagai informasi instrumen hukum yang terkait juga telah diperoleh.
”Yang belum kami lakukan adalah pendalaman dengan ahli, background (berlatar belakang) keahlian hukum, psikologi. Ini tertunda terkait teknis jadwal saja,” ujar Anam.
Sebelumnya, dalam penyelidikan kasus ini, Komnas HAM telah memeriksa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron hingga Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Bahkan, empat mantan unsur pimpinan KPK, yaitu M Jasin, Bambang Widjojanto, Saut Situmorang, dan Abraham Samad, juga ikut dimintakan pendapat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron seusai memberikan keterangan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (17/6/2021).
Anam menyampaikan, keterangan dari Nurul Ghufron sebagai perwakilan pimpinan KPK periode 2019-2023 sudah cukup. Namun, jika keempat pimpinan lain ingin menambahkan keterangan, itu akan lebih baik.
Komnas HAM juga masih membuka kesempatan bagi sejumlah pihak yang akan memberikan keterangan. Sejumlah pihak itu, misalnya, Badan Intelijen Nasional (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
”Konstruksi peristiwanya sudah cukup. Namun, akan lebih baik jika para pihak lainnya menambahkan,” tutur Anam.
Anam mengatakan, secara simultan, saat ini pihaknya tengah menyandingkan fakta-fakta yang telah didapat dari hasil pemeriksaan. Ia enggan menyimpulkan lebih awal apakah ada indikasi pelanggaran HAM dari berbagai fakta yang telah ditemukan tersebut. ”Tunggu laporan, ya. Kami berharap pertengahan bulan bisa kelar,” ucapnya.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata (kanan) dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana (kiri) memberikan keterangan kepada media terkait nasib 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan di kantor BKN, Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Menolak keberatan pegawai
Sementara itu, pimpinan KPK menolak permintaan pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk mencabut berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen TWK pada 25 Mei lalu. Penolakan ini dituangkan dalam surat bernomor R/1817/HK.07/01-50-06/2021 tertanggal 30 Juni 2021 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
”Kami sampaikan bahwa pimpinan KPK tidak dapat memenuhi permintaan saudara untuk mencabut/membatalkan berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen tes wawasan kebangsaan dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN tanggal 25 Mei 2021,” ujar Alex, seperti yang tertuang dalam surat tersebut.
Dalam berita acara pada 25 Mei 2021, disebutkan bahwa 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021. Adapun untuk 24 pegawai lainnya, mereka akan menjalani pendidikan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan paling lambat pada Juli 2021.
Menurut Alex, berita acara itu merupakan hasil kesepakatan bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB), Menteri Hukum dan HAM, pimpinan KPK, Kepala BKN, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Rapat koordinasi ini pun merupakan implementasi dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
”Keikutsertaan pimpinan kementerian/lembaga terkait dalam rapat koordinasi tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang menentukan adanya kementerian/lembaga terkait yang dapat menerima delegasi wewenang dari Presiden untuk menyelenggarakan kebijakan, pembinaan profesi dan manajemen ASN,” ujar Alex.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Salah satu poster yang dibawa pengunjuk rasa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM IPB) di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (2/6/2021). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Tak menjawab pertanyaan
Kepala Satuan Tugas Penyidik KPK (nonaktif) Andre Dedy Nainggolan mengonfirmasi perihal surat tersebut. ”Kemarin (Rabu) kami menerima surat balasan dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata atas surat keberatan kami,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam surat keberatannya, ia bersama 74 pegawai lain yang tak lolos TWK, mempertanyakan sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang menarik-narik lembaga lain untuk memberhentikan pegawai. Sikap ini terlihat dari berita acara pada 25 Mei 2021, di mana di dalamnya ada pimpinan empat lembaga, yakni KASN, LAN, Kemenpan dan RB, Kemenkumham, serta BKN.
Tak hanya empat lembaga tersebut, mereka juga menyayangkan Ketua KPK yang menarik-narik Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam keputusan terkait tindak lanjut TWK. Ini seperti terlihat dari Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 terkait dengan pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK, 7 Mei lalu. Padahal, kebijakan itu merupakan kewenangan pimpinan KPK, bukan tugas Dewas, seperti tercantum di Pasal 37B Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ditambah lagi, setelah mereka mengklarifikasi ke Dewas KPK, Dewas menyatakan tidak ikut serta dalam menyetujui surat keputusan itu.
”Kami menganggap pimpinan tak mampu menjawab argumen surat keberatan kami. Sebab, tak ada argumen yang didasarkan analisis yang mumpuni dalam surat balasan yang kami terima. Surat balasan yang kami terima hanya menjabarkan kronologis dan cerita rangkaian peristiwa yang selama ini sudah kami dengar melalui pernyataan-pernyataan di media massa,” ujar Andre.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan dan kuasa hukumnya berfoto bersama seusai mengadu di Kantor Komnas HAM Jakarta, Senin (24/5/2021).
Ketidakmampuan pimpinan KPK dalam menjawab surat keberatan ini, lanjut Andre, semakin menunjukkan bahwa tidak ada dasar analisis dan aturan yang jelas dalam hal tindak lanjut hasil TWK pegawai KPK.
”Kami juga terus menuntut kepada pimpinan, sekretaris jenderal KPK, untuk segera menindaklanjuti permintaan hasil TWK kami,” katanya.
Adapun Alexander Marwata yang coba dihubungi Kompas terkait surat jawaban pimpinan KPK atas permintaan dari pegawai yang tak lolos TWK belum memberikan respons hingga berita ini ditayangkan.