Menhan Lobi Pembelian Senjata dari Amerika Serikat
Berdasarkan dokumen Foreign Agents Registration Act, Kementerian Pertahanan berencana membeli persenjataan dari Amerika Serikat. Diduga yang akan dibeli adalah pesawat tempur.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kunjungannya ke Perancis dan Jerman, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berupaya melakukan lobi agar bisa membeli senjata dari Amerika Serikat. Hal ini terungkap dalam dokumen publik yang berisi pendaftaran sebuah lembaga lobi ke Kementerian Hukum AS.
Dalam dokumen yang dibuat berdasarkan Foreign Agents Registration Act (FARA) tertanggal 21 Juni 2021, yang diunduh Kompas dari situs web FARA, Rabu (30/6/2021), disebutkan bahwa kantor pengacara Ott, Bielitzki and O’Neill telah menandatangani perjanjian dengan Menteri Pertahanan Indonesia untuk jasa yang akan diberikan.
Jasa itu berupa konsultasi hukum dan hubungan pemerintah terkait rencana Kementerian Pertahanan RI untuk membeli persenjataan. Jasa itu di antaranya mengatur pertemuan dengan pejabat AS, termasuk dari Kongres dan Kementerian Pertahanan AS. Tema yang akan didiskusikan adalah soal pengendalian ekspor senjata AS.
Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, Jumat (2/7/2021) atau Kamis waktu Jerman, menolak berkomentar terkait senjata apa yang hendak dibeli Indonesia dari AS. Sementara Christopher A Ott yang menandatangani kontrak dengan Prabowo tidak membalas e-mail atau surel konfirmasi dari Kompas sejak Rabu lalu. Christopher adalah pakar hukum untuk bidang penerbangan dan pertahanan.
Dahnil hanya menyampaikan bahwa Prabowo melaksanakan pertemuan dengan Wakil Menteri Pertahanan Jerman merangkap Sekretaris Negara dari Parlemen Jerman, Thomas Silberhorn. Pertemuan ini membahas hubungan pertahanan kedua negara, baik di bidang pelatihan, pendidikan, maupun misi pasukan perdamaian. Selain itu, turut dibahas berbagai kerja sama alat utama sistem persenjataan (alutsista) antara Indonesia dan Jerman serta peluang kerja sama dalam misi pasukan perdamaian di Mali.
Dalam dokumen yang dibuat berdasarkan Foreign Agents Registration Act (FARA) tertanggal 21 Juni 2021, yang diunduh Kompas dari situs web, Rabu (30/6/2021), disebutkan kantor pengacara Ott, Bielitzki and O’Neill telah menandatangani perjanjian dengan Menteri Pertahanan Indonesia untuk jasa yang akan diberikan.
Dosen Universitas Jenderal Achmad Yani, Yohanes Sulaiman, mengatakan, kemungkinan besar Indonesia ingin menjajaki pembelian pesawat tempur. Hal utama yang menjadi pertimbangan adalah harga. TNI Angkatan Udara juga sudah terbiasa dengan pesawat tempur AS, selain memang teknologinya bagus dan sudah terbukti. Beberapa waktu terakhir, sempat tercetus dalam rapat pimpinan TNI AU bahwa Indonesia akan membeli enam unit F15 EX dan pesawat tempur Rafale.
Akan tetapi, menurut Yohanes, sebaiknya semua pihak jangan terlalu optimistis. Selama belum ada kontrak antara Pemerintah Indonesia dan AS, hal ini belum pasti. Apalagi, Prabowo memang terlihat menjajaki berbagai kemungkinan. Yohanes menilai, adanya penandatanganan perjanjian kerja sama pertahanan antara Prabowo dan Menhan Perancis Florence Parly lebih menunjukkan kemajuan dalam hal rencana pembelian alat utama sistem persenjataan dari Perancis.
Terkait kemungkinan transfer teknologi, Yohanes menyebutkan, hal itu harus dipastikan lebih lanjut. Walau bisa saja AS memberikan skema harga penjualan yang murah, biaya pemeliharaan tetap tinggi. Apalagi pesawat F15 EX tergolong pesawat generasi empat plus.
”Untuk tipe lain juga harus dilihat rincian kontraknya, apakah pesawat tempur yang dibeli Indonesia itu adalah refurbished (pesawat lama yang diperbaiki lagi),” ucap Yohanes.