logo Kompas.id
Politik & HukumMenanti Bukti Suara Rakyat Tak...
Iklan

Menanti Bukti Suara Rakyat Tak Sekadar Pelengkap dalam Pembahasan RKUHP

Pemerintah dan DPR telah sepakat membahas kembali RKUHP pada 2021 ini. Kedua lembaga pembuat UU itu berjanji membuka ruang yang lebih luas bagi partisipasi publik dalam pembahasan RKUHP.

Oleh
RINI KUSTIASIH
· 7 menit baca
https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/0h_npJwCurSZDt8od1P7P9Zlg50=/1024x473/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F826d5ec3-b91c-4ce7-a79f-222b2c1b7719_jpg.jpg
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Omar Sharif Hiariej memberikan sambutan dalam acara sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Jakarta, Senin (14/6/2021).

Penyerapan aspirasi publik dalam pembuatan regulasi di Tanah Air belakangan ini menjadi ungkapan yang problematik. Di satu sisi janji penyerapan aspirasi publik itu menumbuhkan harapan, tetapi di sisi lain juga mengingatkan akan praktik yang berkebalikan dari yang dijanjikan.

Beberapa UU yang diputus ”kilat” masih hangat di ingatan publik, mulai dari UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU MK. Beberapa prosedur dalam pembahasan UU itu dipandang mengabaikan aspirasi publik, terlebih ketika situasi pandemi Covid-19 sangat tidak ideal untuk menyerap aspirasi publik seluas-luasnya. Pembatasan waktu rapat serta pembatasan jumlah orang yang dilibatkan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di gedung DPR menjadi salah satu faktor yang tak dapat diabaikan dari pembentukan regulasi di era pandemi.

Editor:
Anita Yossihara
Bagikan