Sekalipun ide pembubaran KASN muncul dari DPR, sejumlah anggota Panja RUU ASN DPR menolak rencana itu. Begitu pula Ombudsman RI dan sejumlah pakar birokrasi. KASN justru harus diperkuat untuk memperkuat birokrasi.
Oleh
IQBAL BASYARI/RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara DPR tidak sepakat dengan rencana pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN seperti tertera dalam draf rancangan undang-undang tersebut. Begitu pula sejumlah pakar birokrasi dan Ombudsman Republik Indonesia. Mereka menilai KASN justru harus diperkuat untuk memastikan sistem merit di birokrasi berjalan.
Dukungan terhadap penguatan KASN mengemuka saat rapat dengar pendapat umum Panitia Kerja (Panja) RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) DPR dengan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih dan sejumlah perkumpulan pegawai honorer di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (28/6/2021).
Dukungan berasal dari sejumlah anggota Panja RUU ASN Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, dan Nasdem.
Dalam draf RUU ASN yang merupakan inisiatif DPR, KASN dihapus. Fungsi pembinaan dan pengawasan kepegawaian yang selama ini dipegang KASN akan dialihkan ke sejumlah kementerian. Urusan di pemerintahan pusat, misalnya, menjadi kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sedangkan urusan di daerah diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri. Draf RUU ASN itu sebelumnya disusun oleh Badan Legislasi DPR.
Anggota Panja RUU ASN Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Djarot Saiful Hidayat, menilai keberadaan KASN harus dipertahankan. Bahkan, KASN harus diperkuat dengan menambah kewenangannya. Penguatan ini diperlukan agar rekomendasi-rekomendasi KASN lebih mengikat, segera ditindaklanjuti, dan mendapatkan perhatian dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, serta pemerintah daerah.
Menurut dia, penguatan KASN sangat penting dalam mewujudkan sistem merit di birokrasi. Birokrasi harus terus dikawal agar mampu menjadi pelayan publik yang baik dan mengayomi seluruh warga negara tanpa membedakan suku, agama, dan afiliasi partai politiknya. ”Oleh karena itu, kewenangan KASN perlu diperkuat sehingga rekomendasinya mengikat,” ucap Djarot.
Selama ini, ketika sudah ada KASN, menurut anggota Panja RUU ASN Komisi II DPR dari Fraksi Partai PDI-P, Heru Sudjatmoko, sistem merit dalam mengelola pangkat dan jabatan yang dikehendaki UU ASN belum sepenuhnya terwujud. Koreksi dan rekomendasi KASN tidak cukup efektif karena kedudukannya tidak terlalu kuat.
Dengan kondisi demikian, ia pun menilai semestinya KASN tetap dipertahankan, bukan justru dibubarkan. KASN harus diperkuat agar pangkat dan jabatan di birokrasi pemerintahan bisa semakin mengacu pada sistem merit sesuai amanat UU ASN dan reformasi.
Anggota Panja RUU ASN Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, belum optimalnya peran KASN salah satunya karena usianya baru beberapa tahun.
KASN baru berjalan sekitar lima tahun sejak dibentuk pada 30 September 2014 ketika disahkannya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Karena KASN masih baru, perlu dipertimbangkan penguatan kelembagaan jika ingin birokrasi melayani masyarakat dengan lebih baik. Terlebih sistem merit merupakan salah satu program kerja Presiden Joko Widodo sehingga keberadaan KASN yang bertugas menjaga sistem merit diperkuat.
”KASN harus dikuatkan supaya ke depan UU ini bisa memberikan satu harapan ke semua pihak agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif dan merugikan karier ASN,” ujar anggota Panja RUU ASN Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Aminurokhman.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengingatkan, institusi yang bertugas untuk mengawasi kinerja ASN tetap diperlukan. ”Catatan Ombudsman, tetap diperlukan institusi yang akan melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan pengawasan serta penjatuhan sanksi dalam kaitan apabila ada tindakan-tindakan indisipliner yang dilakukan ASN,” katanya.
Oleh sebab itu, institusi semacam KASN harus tetap dipertahankan dalam revisi UU ASN. Apalagi ada kebutuhan peningkatan manajemen ASN, terutama manajemen sistem merit, agar bisa mengedepankan prinsip pemerintahan yang baik.
”Terkait dengan tugas dan fungsi pengawasan terhadap penerapan norma dasar serta kode etik, kode perilaku ASN ini juga perlu ada penegasan dialihkan kepada lembaga mana yang diberikan kewenangan untuk melakukan tugas-tugas pengawasan,” ucap Najih.
Dalam sesi rapat berbeda yang menghadirkan pakar birokrasi, Guru Besar Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo dan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada Sofian Effendi juga mengemukakan usulan agar KASN dipertahankan. Keberadaan lembaga itu dinilai penting untuk memastikan sistem merit berjalan dalam pembangunan sumber daya ASN yang kompeten dan berkualitas.
Eko dalam rekomendasinya mengatakan, keberadaan KASN tidak tumpang tindih dengan kementerian dan lembaga lain yang membidangi urusan ASN, seperti Kemenpan dan RB, maupun BKN. Eksistensi KASN sangat berpengaruh dalam mengawasi pembentukan sistem merit di Indonesia.
Eko yang juga mantan Wakil Menteri PAN dan RB mengatakan, pelanggaran proses pengisian jabatan akan makin banyak jika KASN dibubarkan.
Dampak lain dari penghapusan KASN ialah hilangnya ketenangan ASN dalam bekerja karena politisasi birokrasi, praktik jual beli jabatan yang makin marak, pelanggaran netralitas ASN yang makin banyak, dan mundurnya sistem merit Indonesia menjadi spoil system.
”Saya pikir kemunduran ini tidak menjadi keinginan kita semua. Kita punya komitmen yang sama dalam membangun governancy secara lebih baik lagi,” ucapnya.
Dorongan serupa diungkapkan Sofian Effendi. Ia berpendapat, peran KASN sangat diperlukan untuk menjaga terus berlangsungnya sistem merit.
”Kalau tidak ada KASN, bagaimana kita menjaga sistem merit dalam sistem birokrasi kita. Negara-negara yang maju itu adalah negara yang mampu melakukan sistem merit dalam tubuh birokrasinya. Tetapi, ini kok malah mau dihapuskan,” katanya.
Mantan Ketua KASN itu menyebutkan, belajar dari negara-negara tetangga, termasuk China, birokrasi mereka tumbuh dengan kualitas pelayanan publik yang bagus karena kompetensi mereka baik, dan akhlak atau perilaku serta memiliki standar moral yang tinggi.
Oleh karena itu, sebelum Komisi II DPR memutuskan untuk menghapuskan KASN, Sofian meminta mereka untuk mempertimbangkan rekomendasinya mempertahankan KASN. Ia mengusulkan tiga opsi perubahan kelembagaan. Opsi pertama, komisi itu sebaiknya diubah menjadi komisi pelayanan publik sebagaimana yang ada di Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina.
Kedua, perlu juga dipertimbangkan agar KASN dijadikan pengawas dan penindak dalam pelanggaran sistem merit atau menjadi merit protection board.
”Ketiga, tetap mempertahankan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yakni dengan mempertahankan KASN, tetapi dengan ada pembagian kewenangan tugas dan fungsi yang lebih ketat serta proses kerja yang lebih terbuka,” katanya.
Rapat dengar pendapat umum itu juga menghadirkan Ketua Umum Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia Alfonsius Matli, Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Plus (GTKHNK35+) Provinsi Riau Desi Kadarsih, serta Ketua Perkumpulan Honorer K2 Indonesia Koordinator Wilayah Jawa Tengah Nunik Nugrahaningsih.
Mereka mendukung agar revisi UU ASN segera disahkan. Apalagi draf itu mengatur tentang pengangkatan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak sebagai PNS oleh pemerintah pusat.
”Anggapan pengangkatan akan bertentangan dengan sistem merit secara tidak langsung mengatakan kami tidak kompeten. Jika demikian, mengapa kami dikontrak berkali-kali hingga belasan tahun oleh negara?” kata Matli.