Pengusutan Pemalsuan Data Paspor Adelin dan Hendra Dapat Ungkap Pihak yang Terlibat
Pengusutan terhadap penerbitan paspor dengan data palsu yang dimiliki dua buron, Adelin Lis dan Hendra Subrata, sangat penting untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan dokumen itu.
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan tindak pidana yang menyebabkan dua buron, terpidana pembalakan liar Adelin Lis dan terpidana percobaan pembunuhan Hendra Subrata, dapat memperoleh paspor dengan data palsu harus diungkap. Hal ini sekaligus untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan paspor dengan data palsu tersebut.
Hendra Subrata yang telah buron selama 10 tahun dideportasi dari Singapura pada Sabtu (26/6/2021) malam. Adelin Lis yang buron selama 13 tahun terlebih dahulu dideportasi dari negara yang sama pada Sabtu (19/6/2021).
Selama menjadi buronan, Adelin memalsukan identitasnya hingga dapat memperoleh paspor atas nama Hendro Leonardi. Sementara itu, Hendra ditemukan saat memperpanjang paspor atas nama Endang Rifai di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Arya Pradhana Anggakara mengatakan, Hendra Subrata ditangkap setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan penggantian paspor di KBRI Singapura pada 17 Februari 2021.
Baca juga : Identitas Berbeda di Paspor Jadi Modus Buron Menghindari Hukuman
Endang Rifai mengajukan penggantian paspor dengan melampirkan persyaratan berupa kartu tanda penduduk (KTP), izin tinggal long term visit pass (LTVP) yang berlaku hingga 2 April 2021, dan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa ia merupakan pasien di salah satu rumah sakit ternama di Singapura. Selain itu, ada keterangan tambahan bahwa istrinya, Linawaty Widjaja, sakit stroke.
”Endang Rifai mengaku bahwa alasannya tinggal di Singapura adalah mendampingi istri yang sedang sakit,” kata Arya melalui keterangan tertulis, Minggu (27/6/2021).
Kartu keluarga yang dilampirkan Linawaty Widjaja menyatakan bahwa nama suaminya adalah Hendra Subrata. Adapun Endang Rifai pada pengajuan permohonan dokumen perjalanan mengisi data istri pada formulir Perdim 11 atau formulir surat perjalanan dengan nama Linawaty Widjaja.
Arya mengungkapkan, Linawaty Widjaja terlebih dahulu telah mengajukan permohonan penggantian paspor di KBRI Singapura pada 28 Mei 2020. Saat petugas Atase Imigrasi KBRI Singapura meneliti dan mendalami berkas Endang Rifai, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara data yang dilampirkan Endang Rifai dan data yang dilampirkan Linawaty Widjaja.
Kartu keluarga yang dilampirkan Linawaty Widjaja menyatakan bahwa nama suaminya adalah Hendra Subrata. Adapun Endang Rifai pada pengajuan permohonan dokumen perjalanan mengisi data istri pada formulir Perdim 11 atau formulir surat perjalanan dengan nama Linawaty Widjaja. Nama lahir Endang Rifai adalah Jong Khim Tjiang. Berdasarkan Surat Pernyataan Ganti Nama Nomor 127/I/Kep/12/1966 tanggal 1 Juli 1968, nama tersebut diganti menjadi Hendra Subrata.
Baca juga : Awal Pengungkapan Buron Hendra Subrata dan ”PR” Selanjutnya
Arya mengatakan, Hendra Subrata diduga telah melanggar Pasal 126 Huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yaitu memberikan data yang tidak sah dan keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain. Ia diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Duta Besar RI untuk Singapura Suryopratomo pada Jumat (25/6/2021) mengatakan, terungkapnya Hendra Subrata ada faktor keberuntungan. Sebab, saat Endang Rifai mengajukan perpanjangan paspor, seperti biasa petugas melakukan identifikasi terkait jati dirinya.
Arya mengatakan, Hendra Subrata diduga telah melanggar Pasal 126 Huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yaitu memberikan data yang tidak sah dan keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Republik Indonesia.
”Tiba-tiba keluar ucapan kenapa proses perpanjangan paspor lama. Saya ini harus menunggu istri saya yang sedang sakit di rumah. Ketika istri saya memperpanjang paspor tidak selama ini? Kemudian emosi,” kata Suryopratomo.
Ia menceritakan, saat petugas imigrasi menanyakan nama istrinya, Hendra menyebut nama Linawaty Widjaja. Dengan nama itu, imigrasi mencari berkas. Mereka menemukan, Linawaty Widjaja melakukan perpanjangan. Namun, nama suaminya bukan Endang Rifai, melainkan Hendra Subrata.
Baca juga : Telusuri Dokumen Pendukung Paspor Adelin Lis
Petugas sempat menanyakan lagi untuk memastikan nama tersebut. Setelah dijelaskan ada perbedaan, Hendra mulai panik dan akhirnya terungkap pemalsuan identitas tersebut setelah dicek ke kantor imigrasi di Jakarta.
Surat ICA
Terkait dengan empat surat yang dikirimkan Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) Singapura untuk data paspor atas nama Hendro Leonardi yang dipegang Adelin Lis, Atase Imigrasi KBRI di Singapura Suhendra mengatakan, surat pertama hanya menanyakan apakah Adelin Lis dan Hendro Leonardi orang yang sama.
Untuk menjawab pertanyaan itu, atase imigrasi memerlukan data dari kantor imigrasi yang mengeluarkan paspor. Sebab, ICA menanyakan paspor Hendro Leonardi terakhir yang dikeluarkan di Jakarta Selatan.
Atase imigrasi membuat surat permintaan data untuk mengecek dan menanyakan apakah memiliki data sama dengan Adelin Lis. Namun, Kantor Imigrasi Jakarta Selatan tidak mempunyai basis data atas nama Adelin Lis sehingga ada kesulitan untuk melakukan pengecekan.
Suhendra mengatakan, data Adelin Lis secara manual ada dalam arsip 2002 dan perlu dilakukan pencarian di Kantor Imigrasi Polonia. Mereka kesulitan untuk menemukan datanya. Sebab, imigrasi mempunyai jadwal retensi arsip. Dalam kurun waktu tertentu, karena keterbatasan ruang, imigrasi melakukan penghapusan arsip.
Menurut Suhendra, tahun 2021 menjadi lebih mudah karena telah tersedia Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim). Dengan sistem itu, data sidik jari seseorang dapat dikonfirmasi dengan data sidik jari yang terekam di Simkim. Atase Imigrasi KBRI di Singapura lantas meminta sidik jari Hendro Leonardi kepada otoritas Singapura, kemudian dicocokkan dengan data sidik jari yang terekam di Simkim yang dikelola Direktorat Jendel Imigrasi.
Setelah dilakukan pengecekan ke data di Simkim, bekerja sama dengan Polri, diketahui sidik jari Hendro Leonardi identik dengan sidik jari atas nama Adelin Lis. Saat itu, atase imigrasi memberi informasi kepada ICA bahwa Hendro dan Adelin merupakan orang yang sama.
”Adelin juga memberi keterangan melalui pengacaranya bahwa keterangan pembuatan paspor atas nama Hendro Leonardi didapatkan dari Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Padahal, surat tersebut yang dibuat sendiri, yang tidak pernah tercatat oleh kami,” kata Suhendra.
Suhendra mengungkapkan, data tanggal kelahiran Adelin berbeda. Data Adelin Lis lahir pada 15 Agustus 1957, sedangkan data yang digunakan paspor atas nama Hendro Leonardi 8 Desember 1960.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho menduga, ada tindak pidana umum dalam dua kasus ini, yakni pemalsuan dokumen. Hibnu menduga, Adelin dan Hendra memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan sebenarnya.
Menurut Hibnu, jika ada pemalsuan data pada paspor yang dimiliki kedua buron tersebut, patut diduga ada instansi yang terlibat di dalamnya.
Menurut Hibnu, jika ada pemalsuan data pada paspor yang dimiliki kedua buron tersebut, patut diduga ada instansi yang terlibat di dalamnya. Adapun instansi yang terkait dengan penerbitan paspor adalah Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Kompas sudah meminta tanggapan kepada Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh terkait dugaan pemalsuan dokumen kependudukan dalam kasus Adelin dan Hendra. Zudan mengatakan sedang menyiapkan rilisnya terlebih dahulu.