Usut Sumber Pemalsuan Data Paspor Buron Adelin dan Hendra
Adelin Lis dan Hendra Subrata sama-sama menggunakan paspor dengan identitas berbeda saat kabur ke luar negeri untuk menghindari hukuman. Pangkal masalah mesti ditelusuri untuk mencegah hal serupa terulang.
JAKARTA, KOMPAS — Pemalsuan data untuk pembuatan paspor yang dilakukan oleh buron kembali terungkap. Penelusuran sumber pemalsuan data tersebut sangat penting agar kejahatan serupa tidak terjadi lagi.
Setelah buron kasus pembalakan liar, Adelin Lis, yang telah dideportasi dari Singapura pada Sabtu (19/6/2021), buron kasus percobaan pembunuhan pada 2008, Hendra Subrata, juga akan dipulangkan ke Jakarta pada Sabtu (26/6/2021). Adelin telah menjadi buron selama 13 tahun, sedangkan Hendra menjadi buron setelah dijatuhi hukuman empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan dikukuhkan putusan Mahkamah Agung pada 2010.
Keduanya diketahui sama-sama menggunakan paspor dengan identitas diri berbeda sehingga luput saat kabur dari Indonesia. Adelin menggunakan paspor atas nama Hendro Leonardi, sedangkan Hendra menggunakan paspor atas nama Endang Rifai.
Menurut anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, pemalsuan data pada paspor Adelin dan Hendra terjadi karena mereka ditengarai menggunakan KTP lama. Sebelum diberlakukan KTP elektronik, belum ada nomor identitas tunggal sehingga siapa pun memungkinkan untuk membuat KTP lebih dari satu dan dengan nama berbeda. Dokumen kependudukan berbeda nama dengan aslinya tersebut lantas digunakan untuk membuat paspor.
”Kami mendorong pemerintah untuk merapikan data kependudukan. Semua instansi kementerian/lembaga yang menggunakan data kependudukan harus melakukan koordinasi lebih intens,” kata Indraza saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Indraza berharap, penertiban data administrasi kependudukan di Kementerian Dalam Negeri bisa terintegrasi dengan semua instansi, seperti imigrasi, perbankan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan data sensus. Ia menegaskan, rekonsiliasi data sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kebocoran data yang bisa dimanfaatkan banyak pihak.
Menurut Indraza, dalam kasus Adelin dan Hendra ada dugaan malaadministrasi. Namun, saat ini Ombudsman belum bisa masuk untuk menyelidikinya. Sebab, kasus ini sedang ditangani kepolisian dan instansi terkait.
”Kemungkinan ada malaadministrasi. Ada penyalahgunaan kewenangan memalsukan data atau kelemahan sistem yang tidak disengaja. Bisa jadi KTP palsu. Kami dorong perbaikan sistem,” kata Indraza.
Indraza mengungkapkan, Ombudsman bisa menyelidiki dua kasus ini jika ada laporan yang masuk. Hal tersebut dilakukan Ombudsman dalam menyelidiki kelemahan sistem di Bandara Soekarno-Hatta pada kasus Harun Masiku, tersangka kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang hingga kini masih buron.
Dalam penyelidikan kasus Harun Masiku tersebut, Ombudsman berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta pihak bandara. Penyelidikan ini masih dalam proses.
Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Arya Pradhana Anggakara mengatakan, berdasarkan kasus Adelin dan Hendra, pemalsuan yang dilakukan oleh keduanya cenderung pada pemalsuan data identitas diri, yakni KTP, kartu keluarga, dan akta kelahiran, bukan paspor.
”Persyaratan dan prosedur saat pengajuan paspor telah sesuai dengan mekanisme sehingga pada saat itu paspor dapat diterbitkan. Makanya, istilahnya paspor ’aspal’. Blangko paspornya asli, tetapi data diri yang digunakan dipalsukan,” kata Arya.
Kompas sudah meminta tanggapan kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah terkait dengan pengawasan terhadap dokumen kependudukan, tetapi tidak direspons.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, data untuk pembuatan paspor ada di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Agus, pemalsuan data untuk paspor bisa terjadi karena ada pembobolan data atau permainan dari oknum di dua instansi tersebut. Ia menegaskan, penelusuran sumber pemalsuan data itu tidak sulit karena teknologi sudah canggih. ”Yang diperlukan hanya kemauan untuk melakukan penelusuran di dua instansi tersebut,” kata Agus.
Adapun pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, kasus kedua buron itu memperlihatkan sistem pencatatan kependudukan maupun keimigrasian masih terdapat celah. Hal itu kemudian dimanfaatkan para terpidana untuk melarikan diri ke luar negeri.
”Sistemnya tidak ketat. Bisa jadi sistem yang dimiliki pemerintah belum sepenuhnya terpadu antara satu instansi dan instansi yang lain sehingga tampak jalan sendiri-sendiri sekaligus menimbulkan celah. Masih ada celah yang bisa dimanfaatkan, termasuk untuk ditukar dengan sejumlah uang,” kata Fickar.
Proses deportasi Hendra
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kamis, mengatakan, terpidana Hendra Subrata alias Anyi akan segera dideportasi dan dieksekusi oleh Kejaksaan Agung. ”Bapak Jaksa Agung pada 19 Februari 2021 telah berkomunikasi dan meminta bantuan Yang Mulia Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Singapura agar dapat membantu pemulangan Hendra Subrata,” kata Leonard.
Keberadaan Hendra diketahui ketika hendak memperpanjang paspornya. Kemudian, pada 18 Juni 2021, atase kejaksaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura menghubungi Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejagung untuk menyampaikan informasi ada warga negara Indonesia bernama Endang Rifai yang akan memperpanjang paspor.
Setelah diperiksa lebih lanjut, Endang Rifai adalah orang yang sama dengan orang bernama Hendra Subrata. Hendra adalah terpidana yang juga masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Menurut Leonard, semula Hendra hendak dipulangkan ke Indonesia bersama terpidana Adelin Lis yang dideportasi karena perkara keimigrasian dengan pesawat sewaan yang disiapkan Kejagung. ”Terpidana Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai direncanakan akan tiba di Indonesia pada 26 Juni 2021,” terang Leonard.