Misteri Surat soal Adelin Lis dan Pengakuan Mantan Atase Imigrasi
”Kompas” menghubungi mantan Atase Imigrasi di Singapura untuk mengonfirmasi tiga surat tak berbalas, dari otoritas Imigrasi Singapura yang meminta konfirmasi soal identitas buronan Adelin Lis. Apa penjelasannya?
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·6 menit baca
Buron selama 13 tahun kasus pembalakan liar di Mandailing Natal, Sumatera Utara, Adelin Lis, telah ditangkap otoritas Singapura dan dideportasi ke Indonesia. Namun, hingga kini, sejumlah misteri terkait pelarian Adelin belum terjawab secara tuntas. Salah satunya, soal tiga surat dari otoritas keimigrasian Singapura soal Adelin yang tidak dibalas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura pada kurun 2018-2019.
Adelin menjadi buron sejak 19 November 2007. Ia kemudian sempat menggunakan paspor dengan data palsu untuk melakukan perjalanan masuk dan keluar Singapura pada 2017-2018. Ia ditangkap otoritas Singapura pada 2018 setelah imigrasi negara tersebut menemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Selama melarikan diri, Adelin menggunakan paspor ”aspal” dengan nama Hendro Leonardi.
Dalam persidangan di Singapura, Adelin mengaku bersalah. Pada 9 Juni 2021, Pengadilan Singapura menjatuhi hukuman denda 14.000 dollar Singapura, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi ke Pemerintah Indonesia, dan mendeportasi Adelin Lis ke Indonesia.
Pada Sabtu (19/6/2021) malam, Adelin dipulangkan ke Indonesia setelah dideportasi dari Singapura. Namun, masih ada misteri yang belum terjawab sampai saat ini, yakni bagaimana Adelin bisa memperoleh paspor atas nama Hendro Leonardi selama menjadi buron.
Sebab, untuk mendapatkan paspor, Adelin harus menyerahkan sejumlah dokumen, seperti kartu tanda penduduk, kartu keluarga, akta kelahiran, dan surat penetapan ganti nama.
Dalam data yang dimiliki Ditjen Imigrasi, Adelin memegang paspor RI atas nama Adelin Lis yang diterbitkan di Polonia pada 2002, atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Utara pada 2008, atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Utara pada 2013, dan kembali atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Selatan pada 2017.
Otoritas Keimigrasian Singapura (Immigration and Checkpoints Authority/ICA) pun berkirim surat ke otoritas Indonesia untuk meminta klarifikasi soal identitas Adelin Lis dan Hendri Leonardi sampai empat kali antara 2018 dan 2021. Namun, baru pada Maret 2021, setelah beberapa peringatan dari ICA, pihak berwenang Indonesia merespons untuk mengonfirmasi identitasnya.
ICA Singapura, dikutip dari Channelnewsasia.com (20/6), menyatakan telah melibatkan pihak berwenang dari Indonesia sejak Juni 2018 untuk memverifikasi identitas Hendro Leonardi dan Adelin Lis. ”Baru pada Maret 2021, setelah beberapa peringatan dari ICA, pihak berwenang Indonesia merespons untuk mengonfirmasi identitasnya,” kata ICA.
Dari dokumen yang Kompas peroleh, pada 4 Maret 2021, ICA mengirim surat yang ditujukan kepada Atase Imigrasi di KBRI Singapura Suhendra. Surat ini menjadi surat keempat yang dikirim ICA. Isinya merujuk pada tiga surat terdahulu. Juga menanyakan tiga hal yang sama yang diajukan di surat terdahulu, yakni meminta klarifikasi apakah Adelin dan Hendro merupakan orang yang sama, mana identitas yang sebenarnya, dan apakah paspor B 7348735 atas nama Hendro sah dikeluarkan oleh otoritas di Indonesia.
Selain itu, ICA juga menjelaskan, Adelin Lis yang disebut bekas permanent resident Singapura sedang menjalani persidangan dengan sidang berikutnya pada 15 Maret 2021. ICA meminta ada klarifikasi hal-hal terkait identitas Adelin dan keaslian paspor atas nama Hendro yang paling lambat ditunggu hingga 10 Maret 2021. Tanpa surat balasan, ICA akan menyampaikan kepada Attorney-General’s Chambers bahwa mereka tidak bisa membuktikan bahwa Adelin Lis bukanlah pemilik sah dari paspor atas nama Hendro Leonardi.
Di tanggal yang sama dengan diterimanya surat ICA tersebut, Suhendra, sebagai Atase Imigrasi, mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, meneruskan surat dari ICA soal Adelin Lis. Respons cepat Suhendra ini kemudian berujung pada berlanjutnya proses persidangan Adelin di Singapura, sampai ia dijatuhi hukuman denda dan dideportasi ke Indonesia.
Di tanggal yang sama dengan diterimanya surat ICA tersebut, Suhendra, sebagai Atase Imigrasi, mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, meneruskan surat dari ICA soal Adelin Lis.
Respons atas surat keempat ini berbeda dari respons terhadap tiga surat terdahulu. Adapun Suhendra baru menjabat sebagai Atase Imigrasi di Singapura pada Oktober 2019, sebelum tiga surat terdahulu dikirimkan, yakni pada 12 Juni 2018, 19 November 2018, dan 3 Juli 2019. Suhendra sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bogor.
Penjelasan mantan Atase Imigrasi
Pada surat tertanggal 12 Juni 2018 dan 19 November 2018, tidak ada nama pejabat yang khusus dituju. Di dua surat itu hanya disebut ”The Officer in-charge, Consullar Section”. Surat ketiga, pada 3 Juli 2019, ditujukan kepada Duta Besar Indonesia, dengan ”attention” tujuan spesifik pada Atase Imigrasi Saffar Muhammad Godam.
Dari penelusuran daring, diketahui bahwa Saffar M Godam pada 2017 sudah menjabat sebagai Atase Imigrasi di Singapura. Pada September 2019, ia mengakhiri jabatan sebagai Atase Imigrasi, kemudian bertugas sebagai Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta.
Saffar kini menjabat sebagai Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta. Saat dihubungi, Rabu (23/6/2021), Saffar M Godam menjelaskan, pada 2019 ICA mempertanyakan keabsahan paspor atas nama Hendro Leonardi kepada kedutaan besar Indonesia yang ditujukan kepada kantor Atase Imigrasi RI di Singapura.
”Mereka (ICA) memiliki data yang menanyakan keabsahan paspor atas nama Hendro Leonardi. Intinya keabsahan paspor yang dimiliki oleh Hendro Leonardi,” kata Saffar.
Saffar mengaku saat itu berkoordinasi secara tertulis dengan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Ia mendapatkan data proses pembuatan paspor yang ada di kantor Imigrasi Jakarta Selatan, seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga, akta lahir, dan surat ganti nama.
Dari data yang diperoleh itu, Saffar menyebut semuanya mengarah ke nama Hendro Leonardi. Namun, ia tidak mendapatkan kepastian apakah paspor tersebut sah atau tidak. Saffar mengaku, saat itu tidak mengetahui secara pasti apakah paspor itu milik Adelin.
Kami tidak mengetahui sama sekali kepastian apakah itu Adelin Lis atau Hendro Leonardi. Oleh karena itu, kami bertanya, Hendro Leonardi ini siapa? Ternyata (Imigrasi) Jakarta Selatan hanya menunjukkan, ya, memang dia Hendro Leonardi dan dari surat-suratnya tidak ada menjelaskan dari ganti nama itu yang mengatakan dia dari Adelin Lis menjadi Hendro Leonardi.
”Jadi, kami tidak mengetahui sama sekali kepastian apakah itu Adelin Lis atau Hendro Leonardi. Oleh karena itu, kami bertanya Hendro Leonardi ini siapa? Ternyata (Imigrasi) Jakarta Selatan hanya menunjukkan, ya, memang dia Hendro Leonardi dan dari surat-suratnya tidak ada menjelaskan dari ganti nama itu yang mengatakan dia dari Adelin Lis menjadi Hendro Leonardi,” tutur Saffar.
Saffar mengatakan, saat itu tidak ada penelusuran lebih lanjut soal identitas Hendro Leonardi. Sebab, ICA tidak melanjutkan pertanyaan lagi. Saffar mengaku hanya sekali memperoleh surat dari ICA. Sebab, sejak Desember 2019, ia sudah tidak di Singapura.
Adapun dari salinan surat 12 Juni 2018, 19 November 2018, dan 3 Juli 2019 itu diketahui bahwa ICA meminta klarifikasi soal apakah Adelin Lis dan Hendro Leonardi merupakan orang yang sama, mana identitas sesungguhnya dari dua nama itu, apakah paspor atas nama Hendro Leonardi sah dikeluarkan oleh otoritas Indonesia.
Tak hanya bertanya, ICA juga melampirkan sejumlah dokumen dalam surat tersebut untuk memfasilitasi proses verifikasi, yakni fotokopi paspor atas nama Hendro Leonardi, red notice Interpol atas nama Adelin Lis, deklarasi ganti nama, dan akta lahir.
Terkait dengan adanya surat dari otoritas Imigrasi Singapura yang ditujukan kepada KBRI pada 2018 sampai 2021, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebelumnya menyatakan, penangkapan Adelin baru diketahui setelah ada surat dari ICA kepada KBRI pada 4 Maret 2021.
Lantas, bagaimana kisah sebenarnya di balik tidak berbalasnya tiga surat ICA Singapura tersebut?