Menyoal Kebijakan Tarik Gas dan Rem Pemerintah, Kendalikan Penularan Covid-19
Meskipun ada catatan tentang keberhasilan PPKM mikro, sejumlah pihak menilai kebijakan PPKM mikro yang saat ini diberlakukan pemerintah tidak efektif dalam menangani penyebaran Covid-19.
Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia telah menembus lebih 2 juta orang per Selasa (22/6/2021). Peningkatan luar biasa kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, mendorong pemerintah kembali menarik rem darurat Covid-19 dengan kebijakan memperkuat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM skala mikro.
Mobilitas masyarakat dibatasi hingga 75 persen di wilayah-wilayah zona merah. Harapannya, laju penularan pandemi bisa ditekan.
Kebijakan tarik gas dan rem terkait Covid-19 memang terus dilakukan oleh pemerintah dari sejak pertama kali pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Namun, hingga kini, kebijakan ini belum ampuh untuk benar-benar membebaskan Indonesia dari pandemi.
Kebijakan tarik gas dan rem terkait Covid-19 memang terus dilakukan oleh pemerintah dari sejak pertama kali pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Namun, hingga kini, kebijakan ini belum ampuh untuk benar-benar membebaskan Indonesia dari pandemi.
Beberapa keberhasilan terkait kebijakan PPKM skala mikro memang sempat dicatat di skala wilayah. Dalam keterangan pers seusai rapat terbatas secara virtual yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (21/6/ 2021), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut bahwa penguatan implementasi PPKM mikro telah menekan laju penularan Covid-19 di beberapa wilayah yang mengalami lonjakan kasus Covid-19.
Di Kabupaten Kudus, misalnya, sempat terjadi peningkatan kluster dari 6 desa menjadi 60 desa. Listyo menyebut TNI-Polri telah menambah 600 personel untuk penguatan PPKM mikro dengan penjagaan di desa, pelacakan, pengetesan, hingga pemisahan warga yang harus isolasi mandiri di rumah maupun isolasi terpusat. ”Kasus harian sempat 400 dalam sehari. Hari ini ditekan 183 kasus harian. Akan dipertahankan seminggu ke depan,” ujarnya.
Baca juga : Gubernur Jateng: Kalau Sudah Kepepet, Fungsikan RS Darurat
Di Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, TNI-Polri juga melakukan penguatan pengetesan dan pelacakan di empat kecamatan serta wilayah perbatasan. Kegiatan penguatan PPKM mikro serupa juga dilakukan di Provinsi Riau yang sempat mengalami lonjakan penambahan kasus harian hingga 813 kasus dan telah ditekan menjadi 313 kasus.
”Kami sudah melaksanakan beberapa kali kegiatan khususnya wilayah yang mengalami lonjakan,” tambah Listyo.
Perpanjangan dan pengetatan PPKM mikro kini ditetapkan di periode 22 Juni sampai 5 Juli 2021. Sehari setelah diputuskan dalam rapat terbatas, pada Selasa (22/6/2021) Menteri Dalam Negeri menerbitkan instruksi kepada kepala-kepala daerah untuk mengendalikan penularan Covid-19 dan menangani warga yang diisolasi.
Informasi menyesatkan
Meskipun ada catatan tentang keberhasilan PPKM mikro, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai kebijakan PPKM mikro yang saat ini diberlakukan pemerintah tidak efektif dalam menangani penyebaran Covid-19.
”Dari sisi informasi menyesatkan, masak kita bermain dengan kata-kata yang membingungkan seperti PPKM atau apa pun namanya. Karena sudah emergency,” ujar Agus saat dihubungi Selasa (22/6/2021).
Sejak awal merebaknya pandemi Covid-19, Agus sudah meminta agar pemerintah segera menerapkan kebijakan lockdown atau karantina total. ”Sudah sejak awal tahun saya perkirakan dan kejadian, karena pemerintah tidak serius pakai istilah baru yang membingungkan publik yang selama ini sudah bosan. Muncul lagi istilah yang baru. Kita kejeblos di lubang yang sama,” tambahnya.
Baca juga : Melonjak 230 Kasus, Perkuat Kolaborasi agar Pengetatan Berjalan Maksimal
Meskipun keadaan sudah genting dan dinilai sudah terlambat, pemerintah diminta segera melakukan tindakan tegas. Agus mengusulkan agar pengetesan dan pelacakan kasus Covid-19 rutin dilakukan menyasar minimal 1 persen dari total populasi setiap hari. Data dari pengetesan dan pelacakan ini harus tersimpan ke bank big data yang mudah diakses. Vaksinasi juga harus menyasar seluruh penduduk, mulai dari usia 12 tahun.
Selanjutnya, lockdown harus benar-benar dilakukan total tanpa pergerakan penduduk. ”Tapi pemerintah enggak mau. Lalu maunya bagaimana? Apa mau seperti Filipina, yang melanggar digebukin baru nurut. Kebijakan tidak ada gunanya kalau enggak ada sanksinya,” ujar Agus yang juga meminta pemerintah menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar aturan karantina total.
Pembatasan mobilitas penduduk hingga 75 persen di zona merah seperti penetapan work from home sebesar 75 persen, menurut Agus, tidak akan efektif karena tidak adanya sanksi maupun pengawasan ketat. ”Seluas ini, lakukan lokal lockdown Pulau Jawa dulu saja. Ganti nama berkali-kali bikin bingung. Hanya boleh 25 persen masuk kantor siapa yang ngawasin?” tambahnya.
Pembatasan mobilitas penduduk hingga 75 persen di zona merah seperti penetapan work from home sebesar 75 persen, menurut Agus, tidak akan efektif karena tidak adanya sanksi maupun pengawasan ketat. (Pengamat Kebijakan Publik)
Indonesia dinilai mampu dan punya modal penganggaran maupun modal sosial gotong royong untuk melakukan karantina total. ”Kenapa tidak jalan karena tidak ada sanksi, tidak diperintah. Indonesia manusianya paling cuek. Ya, denda aja tidak boleh keluar rumah,” ucap Agus.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi pada Senin (21/6/ 2021), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto mengatakan, Menteri Keuangan menyebut bahwa 8 persen dari pengucuran dana desa bisa dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut sudah ada di daerah, tetapi implementasi penggunaan anggarannya dinilai belum maksimal.
Baca juga : Kasus Melonjak, Jakarta Tambah RS Rujukan Covid
”Lockdown” tak relevan
Di sisi lain, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, pengetatan PPKM mikro sebagai satu langkah di antara ketiadaan pilihan. Sebab, katanya, lockdown atau pembatasan kegiatan masyarakat secara ketat sudah tidak relevan untuk diterapkan sekarang ini.
Lockdown, menurut Piter, bisa diterapkan di masa awal pandemi, ketika kasus belum menyebar. Misalnya, kasus jelas teridentifikasi di Pasar Minggu atau Jakarta, kemudian lockdown dilakukan untuk wilayah tersebut sehingga tidak ada penyebaran penularan.
”Saat ini, OTG (orang tanpa gejala) sudah di mana-mana. Bagaimana melakukan lockdwon? Siapa yang akan di-lockdown?,” tuturnya.
Dunia usaha pun sudah dalam kondisi sulit. Pada awal pandemi, Kadin dan Apindo sudah menyebutkan dunia usaha hanya bisa bertahan enam bulan. Saat ini semua sudah bertahan melewati batas kemampuan. Lockdown dinilai hanya akan memperparah dunia usaha yang sudah ”megap-megap”.
Pertimbangan berikutnya, lanjut Piter, adalah prediksi bahwa pandemi masih akan berlangsung lama. Naik turun jumlah kasus bisa terjadi beberapa kali lagi. Saat Februari lalu terjadi kenaikan laju penambahan, pengetatan PPKM dinilai cukup bisa mengendalikan penularan. Karena itu, saat ini pun semestinya hal serupa bisa diterapkan.
Lebih lagi, tambahnya, lockdown akan membawa konsekuensi penguatan bantuan sosial. Pemerintah dinilai tak akan lagi sanggup menyangga kehidupan masyarakat apabila lockdown diterapkan.
Baca juga : Tangerang Raya Maksimalkan Sumber Daya Hadapi Kasus Positif Covid-19
Kendati demikian, Piter mengingatkan, semestinya PPKM mikro ini betul-betul diterapkan. Protokol kesehatan dipastikan dijalankan dengan disiplin. Vaksinasi juga harus dipercepat sembari masyarakat membiasakan diri dengan kebiasaan ”normal” baru.
”Kemarin, kan, memang sempat kendur. Tempat wisata dibuka tanpa pengetatan prokes. Sebenarnya, aktivitas ekonomi boleh saja, tempat wisata, bioskop, mal dibuka tidak masalah, tetapi harus dipastikan protokol kesehatan betul diterapkan,” tambah Piter.
Semestinya PPKM mikro ini betul-betul diterapkan. Protokol kesehatan dipastikan dijalankan dengan disiplin. Vaksinasi juga harus dipercepat sembari masyarakat membiasakan diri dengan kebiasaan ”normal” baru.
Kebijakan PPKM mikro memang paling kompromistis dengan kondisi termasuk dunia usaha. Namun, kompromi tanpa menurunkan aparat yang tegas serta melibatkan semua masyarakat untuk memastikan prokotol kesehatan diterapkan disiplin, hanya akan membuat Indonesia kembali ”jatuh ke lubang” yang sama.
Apalagi, Presiden Joko Widodo beberapa kali mengingatkan, kunci pemulihan ekonomi adalah kemampuan dalam menangani pandemi. Hal ini diulang kembali dalam pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-43, Sabtu (12/6/2021). Penanganan pandemi ini, antara lain, dilakukan dengan disiplin pada protokol kesehatan, vaksinasi yang dilakukan secara cepat dan masif, serta PPKM mikro.
Baca juga : Kasus Covid-19 Melonjak, Sidoarjo Vaksinasi Warga di Perumahan-perumahan
Menjawab pertanyaan wartawan dalam jumpa pers daring sesuai ratas, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan penanganan pandemi terlebih dulu dibandingkan target pertumbuhan ekonomi. ”Sejak awal ekonomi dan kesehatan tidak bisa dipisahkan. Ekonomi tidak bisa selesai kalau kesehatannya tidak selesai. Isu utamanya isu kesehatan. Isu kesehatan harus selesai,” tambah Budi.
Ketika semua sepakat bahwa kesehatan harus ditangani sebaik-baiknya, semestinya rem darurat diterapkan sebaik-baiknya. Bukan hanya memastikan protokol kesehatan diterapkan di semua lini, melainkan pemerintah juga harus sepenuhnya mendorong 3T—tes, telusur, dan tindak lanjut warga yang terpapar Covid-19. Tanpa keseriusan, tentu pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tak akan terwujud.