Agar Tak Ada Tuduhan, Investigasi Paspor Adelin Lis Perlu Dilakukan
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menyatakan Ditjen Imigrasi Kemenkumham diharapkan investigasi bersama Polri terhadap paspor Adelin Lin untuk menepis kecurigaan keterlibatan lembaga.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan melakukan investigasi bersama dengan Kepolisian Negara RI untuk mendalami paspor Adelin Lis, buron pembalakan liar yang telah dideportasi dari Singapura pada Sabtu (19/6/2021) malam. Imigrasi juga diharapkan menjelaskan kasus ini kepada publik agar tidak ada tuduhan lembaganya terlibat.
Adelin merupakan buron kasus pembalakan liar di Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang divonis Mahkamah Agung (MA) 10 tahun penjara pada 2008. Ia lalu buron selama 13 tahun. Adelin ditangkap Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) Singapura, 28 Mei 2018, karena menggunakan paspor Indonesia dengan identitas palsu, yakni Hendro Leonardi.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman, Senin (21/6/2021), di Jakarta mengatakan, Imigrasi harus menjelaskan kasus ini kepada publik supaya tidak ada tuduhan lembaganya terlibat. Boyamin menduga, buku paspor tersebut asli, tetapi cara pembuatan dan dokumen yang diserahkan palsu, salah satunya menggunakan nama Hendro Leonardi.
Ia berharap, jika ada oknum yang terlibat dalam kasus ini, harus diserahkan kepada kepolisian atau setidaknya dipecat dan diberi sanksi. ”Jadi, harus melakukan penyelidikan ke internal untuk pelanggaran etik dan prosedur,” kata Boyamin.
Jadi, harus melakukan penyelidikan ke internal untuk pelanggaran etik dan prosedur. (Boyamin Saiman)
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gabriel Lele, mengatakan, tim bersama antara kepolisian dan imigrasi harus mengecek apakah persoalan ini terjadi karena ketidaksengajaan, sistem yang belum terintegrasi, atau justru telah didesain.
Menurut Gabriel, dalam kasus-kasus besar sebelumnya yang pernah terjadi, publik melihat ada unsur kesengajaan sehingga perlu diinvestigasi. Selain itu, imigrasi harus menjelaskan kasus ini kepada publik secara transparan. ”Imigrasi harus melakukan pembenahan untuk menjawab keraguan publik,” katanya.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arya Pradhana Anggakara menjelaskan, buron Kejaksaan Agung, Adelin Lis alias Hendro Leonardi, tercatat pernah memegang paspor RI sebanyak empat kali.
Dalam data yang dimiliki Ditjen Imigrasi, Adelin memegang paspor RI atas nama Adelin Lis yang diterbitkan di Polonia pada 2002, atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Utara pada 2008, atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Utara pada 2013, dan atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan di Jakarta Selatan pada 2017.
”Ditjen Imigrasi baru menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) pada tahun 2009. Sebelum tahun 2009, data pemohon paspor hanya tersimpan secara manual di server kantor imigrasi setempat dan tidak terekam di Pusat Data Keimigrasian. Hal ini menyebabkan Adelin Lis dapat mengajukan paspor pada tahun 2008 dengan menggunakan identitas Hendro Leonardi dan tidak terdeteksi,” kata Arya.
Ditjen Imigrasi baru menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) pada tahun 2009. Sebelum tahun 2009, data pemohon paspor hanya tersimpan secara manual di server kantor imigrasi setempat dan tidak terekam di Pusat Data Keimigrasian. Hal ini menyebabkan Adelin Lis dapat mengajukan paspor pada tahun 2008 dengan menggunakan identitas Hendro Leonardi dan tidak terdeteksi. (Arya Pradhana Anggakara)
Arya mengungkapkan, seluruh persyaratan permohonan dan mekanisme penerbitan paspor telah melalui ketentuan yang berlaku, yaitu penyerahan berkas persyaratan, pemeriksaan berkas, wawancara, serta pengambilan sidik jari dan foto.
Ia menambahkan, Adelin juga telah melampirkan serta menunjukkan dokumen yang menjadi syarat permohonan, baik yang asli maupun fotokopi, kepada petugas. Dokumen tersebut meliputi kartu tanda penduduk (KTP), surat bukti perekaman KTP elektronik, kartu keluarga, akta kelahiran, dan surat pernyataan ganti nama.
Sejauh ini, Ditjen Imigrasi sedang berkoordinasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pendalaman terkait keabsahan data diri atas nama Hendro Leonardi. Jika terbukti telah terjadi pemalsuan data untuk memperoleh paspor, Adelin dapat dikenai pidana keimigrasian Pasal 126 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.