Revisi Terbatas UU Otsus Papua Tak Tuntaskan Persoalan
Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPR-DPD Daerah Pemilihan Papua dan Papua Barat atau MPR for Papua menolak revisi terbatas UU Otsus Papua. Revisi terbatas dinilai tak tuntaskan persoalan Papua.
Oleh
IQBAL BASYARI/NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat-Dewan Perwakilan Daerah Daerah Pemilihan Papua dan Papua Barat atau MPR for Papua menolak revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Revisi agar dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada Pasal 34 dan Pasal 76 tentang penambahan dana otonomi khusus dan pemekaran wilayah.
Ketua MPR for Papua sekaligus anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Papua, Yorrys Raweyai, di Jakarta, Senin (21/6/2021), mengatakan, mereka mendapatkan berbagai aspirasi, terutama dari lembaga-lembaga formal yang selama ini merepresentasikan kepentingan Papua, antara lain, Pemerintah Provinsi Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, dan Majelis Rakyat Papua.
”Pada intinya mereka menyuarakan kritik atas revisi yang cenderung terbatas. Sementara persoalan Papua begitu kompleks dan menyentuh berbagai persoalan yang puluhan tahun mengemuka dan tidak memperoleh kejelasan, baik dari sisi pemaknaan maupun implementasi,” ujarnya.
Adapun revisi UU Otsus Papua yang diajukan pemerintah dan sedang dibahas bersama Panitia Khusus RUU Otsus Papua DPR dinilai belum mampu mengakomodasi berbagai dinamika dan masukan dari sejumlah pihak. Usulan revisi terbatas yang hanya berkutat pada Pasal 34 tentang dana otsus dan Pasal 76 tentang pemekaran dinilai tidak bisa menyelesaikan permasalahan di Papua dan Papua Barat.
Akar persoalan mendasar terkait sejarah, hak asasi manusia, pembangunan dan marginalisasi Orang Asli Papua (OAP), lanjut Yorrys, tidak akan terselesaikan hanya dengan revisi terbatas yang diajukan pemerintah. Persoalan demi persoalan akan semakin mengemuka dan menjadi beban sosial dan politik di masa-masa yang akan datang jika hal itu tidak diselesaikan dalam revisi kali ini.
Menurut dia, revisi kali ini seharusnya menjadi instrumen bersama untuk melakukan evaluasi terhadap inkonsistensi penerapan kebijakan Otsus Papua sehingga tujuan afirmasi dan proteksi terhadap OAP dapat terwujud.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah merevisi kembali daftar inventaris masalah (DIM) sebagai pengejawantahan teknis revisi tersebut hingga mampu mengakomodasi berbagai dinamika dan masukan dari berbagai pihak, khususnya yang terangkum dalam pembahasan Pansus RUU Otsus Papua DPR.
”Kami sepakat untuk melakukan revisi, tetapi menolak jika revisi hanya dilakukan terbatas,” ucapnya.
Terkait permintaan MPR for Papua tersebut, Kompas telah menghubungi Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik. Namun, keduanya enggan memberikan tanggapan. ”Tidak ada komentar. Maaf,” ujar Akmal.
Adapun Wakil Ketua Pansus RUU Otsus Papua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, mengatakan, permintaan MPR for Papua sejalan dengan keinginan anggota pansus. Hasil rapat dengan pemerintah telah menyimpulkan bahwa revisi UU Otsus Papua tidak hanya mengenai dua pasal tersebut.
”Sudah kami putuskan dalam rapat dengan pemerintah agar revisi tidak terbatas pada dua pasal itu. DPR menggunakan hak legislasinya untuk merevisi pasal-pasal lain yang dianggap krusial sehingga harus dilakukan perbaikan,” ujarnya.
Langkah itu, lanjut Yan, dilakukan pansus agar masukan-masukan dari berbagai pihak saat rapat dengar pendapat umum yang pada intinya ingin memajukan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat bisa diwujudkan dalam revisi kali ini. Mereka ingin agar revisi tersebut bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan bisa terwujud.
Pelaksana Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan, penyelesaian masalah di Papua dan Papua Barat tidak bisa dilakukan melalui pendekatan yang parsial. Permasalahan klasik di Papua dan Papua Barat, seperti pendidikan dan kesehatan, perlu dievaluasi yang sistematis.
”Momen revisi ini merupakan saat yang tepat untuk melihat akar persoalan itu dari hulu hingga hilir. Revisi terbatas seolah-olah hanya menempatkan akar masalah di Papua dan Papua Barat hanya dari dana otsus dan pemekaran, padahal banyak hal yang harus diperhatikan,” katanya.
Percepatan pembangunan
Secara terpisah, Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam rapat secara daring dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membahas program pembangunan kesejahteraan di Papua, Senin. Wapres Amin didampingi Juru Bicara Wapres Masduki Baedlowi.
Seusai rapat, Masduki menjelaskan, pertemuan tersebut membahas koordinasi pembangunan kesejahteraan di Papua. Sebab, ada banyak program di berbagai kementerian dan lembaga. Untuk menyinkronkan semua program tersebut, Bappenas bertugas sebagai koordinator pelaksana program pembangunan kesejahteraan Papua.
Wapres Amin, menurut Masduki, menginginkan percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua, apalagi sejak enam bulan lalu Presiden Joko Widodo memberinya tanggung jawab atas hal itu. Karena itu, koordinasi terkait pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan penanggulangan kemiskinan terus dilakukan.
Kamis (17/6/2021), Wapres Amin memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengetahui kondisi pendanaan untuk pembangunan Papua. Konsolidasi juga diperlukan untuk memastikan semua program dan anggaran harmonis.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga menemui Wapres Amin, Rabu (9/6/2021). Dalam pertemuan ini, Mahfud melaporkan persiapan percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat. Tak hanya itu, kondisi keamanan di kedua provinsi tersebut dan rencana agar percepatan pembangunan kesejahteraan dapat segera terlaksana juga disampaikan.
Wapres, kata Masduki, berharap pembangunan di Papua tetap berjalan kendati ada masalah keamanan dan politik.
Setelah ini, menurut Masduki, hasil koordinasi akan dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo. Selanjutnya, Wapres Amin diagendakan akan melakukan kunjungan kerja ke Papua.