Kejaksaan Fokus Eksekusi Adelin Lis, Pengusutan Pidana Lain Belum Jelas
Kejaksaan fokus mengeksekusi putusan MA atas Adelin Lis setelah buron selama 13 tahun itu berhasil dipulangkan. Adapun pengusutan dugaan pidana lain oleh Adelin hingga bisa kabur belasan tahun masih belum jelas.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung fokus untuk mengeksekusi putusan Mahkamah Agung bagi terpidana kasus pembalakan hutan dan korupsi, Adelin Lis. Dalam perkara tersebut, Adelin dijatuhi pidana 10 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 119 miliar, dan membayar uang reboisasi sebesar 2,938 juta dollar AS.
Penegasan tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer ketika dihubungi, Minggu (20/6/2021). Menurut Leonard, dengan tertangkapnya Adelin, maka kejaksaan akan fokus untuk melaksanakan putusan MA.
Ketika ditanya mengenai tindak pidana lain yang diduga dilakukan Adelin semasa pelariannya, seperti pemalsuan dokumen identitas diri sehingga mendapatkan paspor dengan identitas berbeda, Leonard menyatakan, Kejagung masih fokus pada pelaksanaan eksekusi.
”Kejaksaan fokus pada pelaksanaan eksekusi terpidana karena sudah cukup lama terpidana melarikan diri,” tutur Leonard.
Adelin telah menjadi buron selama 13 tahun. Sebagai pemilik PT Keang Nam Development Indonesia, ia didakwa melakukan pembalakan liar di hutan di Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang merugikan negara Rp 227 triliun.
Sejak Maret 2006, ia ditetapkan sebagai buron Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan kemudian tertangkap saat melakukan perpanjangan paspor di Beijing, China, akhir 2006.
Meski demikian, Adelin diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Arwan Bryn pada 5 November 2007. Sejak saat itu Adelin tak diketahui keberadaannya.
Di tingkat kasasi, majelis hakim agung, yang terdiri dari Bagir Manan (ketua majelis), Djoko Sarwoko, Artidjo Alkostar, Harifin A Tumpa, dan Mansyur Kartayasa, memutus Adelin bersalah. Ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta dollar AS.
Secara terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian R Djajadi ketika ditanya mengenai kemungkinan penyelidikan dugaan pidana penggunaan dokumen palsu oleh Adelin Lis mengatakan, hal itu dimungkinkan jika terdapat laporan.
”Kalau ada yang melaporkan, pasti akan ditangani. Tinggal didalami locus dan tempus-nya,” kata Andi.
Adelin ditangkap Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) Singapura pada 28 Mei 2018 atas dugaan penggunaan paspor dengan identitas palsu, yakni Hendro Leonardi. Dengan menggunakan paspor itu pula, Adelin empat kali memasuki Singapura sepanjang 2017-2018. Akibat perbuatannya, pada 9 Juni, pengadilan Singapura menjatuhi hukuman denda 14.000 dollar Singapura dan deportasi.
Pengadilan baru menetapkan vonis setelah tiga tahun penangkapan lantaran menunggu klarifikasi dari Pemerintah Indonesia. ICA baru menerima klarifikasi pada Maret 2021 setelah empat kali berkirim surat sejak 2018. Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa Hendro dan Adelin merupakan orang yang sama.
Dikutip dari laman channelnewsasia.com, ICA menyatakan telah melibatkan pihak yang berwenang dari Indonesia sejak Juni 2018 untuk memverifikasi identitas Hendro Leonardi dengan Adelin Lis. ”Baru pada Maret 2021, setelah beberapa peringatan dari ICA, pihak berwenang Indonesia merespons untuk mengonfirmasi identitasnya,” kata ICA.
Kemudian, pada 14 Juni, ICA meminta Indonesia menerbitkan dokumen perjalanan Adelin untuk kembali ke negara asal, yakni Indonesia. Dua hari kemudian, Adelin melapor ke ICA beserta tiket pesawat komersial menuju Indonesia pada 18 Juni 2021 sesuai dengan prosedur repatriasi. Namun, Adelin tidak dapat dipulangkan karena Indonesia belum mengeluarkan dokumen perjalanan yang sah kepadanya.
Dokumen perjalanan tersebut baru dikeluarkan pada 19 Juni 2021. Pada Sabtu (19/6/2021) malam, Adelin tiba di Bandara Soekarno-Hatta dan langsung dikarantina selama 14 hari di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejagung sebelum dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (lapas).