Konsultasi Hukum: Perawatan Pasien Covid-19 Tanggung Jawab Negara
Pada intinya segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan Covid-19 (termasuk untuk biaya perawatan) dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah dan/atau sumber dana lain.
Oleh
Kompas-Peradi
·5 menit baca
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat, melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id, yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih
Pertanyaan :
Apakah seseorang yang dinyatakan positif covid-19 dalam masa pandemi ini menjadi tanggung jawab negara dalam perawatannya? Apakah ada batas waktunya, dan jika pasien covid itu positif melebihi waktu perawatan yang dijamin pemerintah, apakah harus keluar dari rumah sakit? Aturan apakah yang melindungi warganegara dalam masa pandemi ini? (CL Mulyana, Jakarta Barat)
Jawaban:
Oleh Advokat Johan Imanuel SH, Anggota Pengurus Bidang Kajian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan DPN Peradi.
Terima kasih atas pertanyaan Ibu CL Mulyana di Jakarta Barat.
Mengenai tanggung jawab negara terhadap pasien Covid-19 dalam perawatannya, dapat kami sampaikan terlebih dahulu bagaimana tanggung jawab negara dalam kaitan dengan kesehatan warganegara Indonesia dalam Konstitusi Indonesia. Hal ini dapat merujuk kepada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada pasal 28 H ayat (1) dan pasal 34 ayat (3). Pasal 28 H ayat (1). Pada intinya dalam kedua pasal itu, fasiltas pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang wajib dijamin oleh negara.
Berdasarkan amanat UUD 1945, pasien Covid-19 menjadi tanggung jawab negara dalam perawatan/pengobatannya. Hal ini diatur lebih jelas pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 ) ditetapkan pada tanggal 4 Februari 2020.
Fasiltas pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang wajib dijamin oleh negara.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 pada diktum keempat dan kelima disebutkan sebagai berikut :
Keempat: Segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud diktum kedua dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan/atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kelima: Pembiayaan sebagaimana dimaksud diktum keempat termasuk untuk biaya perawatan bagi kasus suspek yang dilaporkan sebelum Keputusan Menteri ini mulai berlaku dengan mengacu pada pembiayaan pasien penyakit infeksi emerging tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam diktum keempat dan kelima pada intinya menyatakan segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan Covid-19 (termasuk untuk biaya perawatan) dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah dan/atau sumber dana lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan Covid-19 (termasuk untuk biaya perawatan) dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah dan/atau sumber dana lain yang sah.
Kemudian mengenai protokol pelayanan pasien Covid-19 di rumah sakit, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) mengatur sebagai berikut :
Selesai Isolasi: a) Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
Pasien konfirmasi asimptomatik tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
b) Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang
Pasien konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal tiga hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
c) Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit
1) Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit dinyatakan selesai isolasi apabila telah mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR satu kali negatif ditambah minimal tiga hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
2) Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan, maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari sejak onset dengan ditambah minimal tiga hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan, dinyatakan selesai isolasi, dan dapat dialihrawat non isolasi atau dipulangkan.
2. Alih Rawat Non Isolasi
Proses alih rawat ke ruangan non isolasi diperuntukkan untukpasien yang sudah memenuhi kriteria selesai isolasi tetapi masihmemerlukan perawatanlanjutan untuk kondisi tertentu yangterkaitdengan komorbid, co-insiden, dan komplikasi. Proses alih rawatdiputuskan berdasarkan hasil assessmen klinis yang dilakukan oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) sesuai standar pelayanan dan/atau standar prosedur operasional.Pasien tersebut sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19.
3. Sembuh
Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, dangan gejala berat/kritis dinyatakan sembuh apabila telah memenuhi kriteria selesai isolasi dan dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) tempat dilakukan pemantauan atau oleh DPJP. Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memilikihasil pemeriksaan follow up RT-PCR persisten positif, karena pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus Covid-19, walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan lagi). Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh DPJP.
Pasien dapat dipulangkan dari perawatan di rumah sakit, bila memenuhi kriteria selesai isolasi dan memenuhi kriteria klinis sebagai berikut:
a. Hasil asesmen klinis menyeluruh, termasuk di antaranya gambaran radiologis menunjukkan perbaikan, pemeriksaan darah menunjukan perbaikan, yang dilakukan oleh DPJP menyatakan pasien diperbolehkan untuk pulang.
b. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan oleh pasien,
Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah dipulangkan tetap melakukan isolasi mandiri minimal tujuh hari dalam rangka pemulihan dan kewaspadaan terhadap munculnya gejala Covid-19, dan secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.
Pindah ke Rumah Sakit (RS) Rujukan
Pindah ke RS rujukan apabila pasien memerlukan rujukan ke RS lain dengan alasan yang terkait dengan tata laksana Covid-19. Pelaporan hasil akhir status pasien selesai isolasi, sembuh, meninggal, dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat oleh RS pertama yang merawat.
Meninggal
Meninggal di rumah sakit selama perawatan Covid-19 pasien konfirmasi atau probable maka pemulasaraan jenazah diberlakukan tatalaksana COVID-19.
Meninggal di luar rumah sakit/Death on Arrival (DOA)
Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah dipulangkan tetap melakukan isolasi mandiri minimal tujuh hari dalam rangka pemulihan dan kewaspadaan terhadap munculnya gejala Covid-19.
Bila pasien memiliki riwayat kontak erat dengan orang/pasien terkonfirmasi Covi-19, maka pemulasaraan jenazah diberlakukan tatalaksana Covid-19.
Indonesia telah memiliki acuan yang cukup jelas dalam perawatan Pasien Covid-19. Oleh karenanya, di saat Pandemi Covid-19 sebaiknya kita tetap disiplin untuk mematuhi protokol kesehatan kapanpun dan di manapun.