Kejahatan Lingkungan Adelin Lis Diharap Jadi Pertimbangan
Kepastian pemulangan Adelin Lis, terpidana kasus pembalakan liar dan korupsi, dari Singapura ke Indonesia belum juga diputuskan. Perbuatan Adelin yang melakukan kejahatan lingkungan diharap jadi pertimbangan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pemulangan Adelin Lis, buron perkara pembalakan liar dan korupsi di Mandailing Natal, Sumatera Utara, belum juga disepakati. Otoritas Singapura diharapkan mempertimbangkan kepentingan penegakan hukum serta upaya pemberantasan kejahatan transnasional dan kejahatan lingkungan dalam memutuskan pemulangan Adelin Lis.
Sampai saat ini, permintaan Kejaksaan Agung RI untuk dapat menjemput Adelin belum dikabulkan otoritas Singapura. Ini karena pengadilan Singapura telah memutus mendeportasi Adelin lantaran terbukti melanggar hukum keimigrasian setempat. Sesuai hukum Singapura, Adelin hanya akan dideportasi menggunakan pesawat komersial.
Sementara Kejagung RI menginginkan agar diizinkan untuk melakukan penjemputan khusus bagi terpidana yang sudah 13 tahun diburu itu. Kedutaan Besar RI di Singapura sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung Singapura untuk menyampaikan keinginan tersebut. Rekam jejak Adelin sebagai terpidana pembalakan liar dan korupsi pun sudah disampaikan kepada Kejagung Singapura. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebelumnya mengatakan, Jaksa Agung Singapura sangat memahami kasus ini, tetapi wewenang melakukan repatriasi berada di otoritas Imigrasi Singapura dan Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak saat dihubungi, Jumat (18/6/2021), mengatakan, pemulangan Adelin Lis harus dilihat secara obyektif dan jelas. Bagi Pemerintah Indonesia, pemulangan Adelin adalah kepentingan penegakan hukum yang didasari oleh putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Mahkamah Agung memidana Adelin 10 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta dollar AS. Namun, kejaksaan saat itu kesulitan mengeksekusi Adelin karena tak diketahui keberadaannya (Kompas, 2/8/2008).
Barita menegaskan, Adelin merupakan buronan kelas kakap yang telah melakukan kejahatan melarikan diri dari hukuman dan tidak pernah menunjukkan itikad baik kepada aparat penegak hukum. Dengan fakta hukum itu, seharusnya otoritas Singapura bisa menerima apabila Kejagung ingin memulangkan Adeline dengan pesawat sewaan khusus agar bisa dieksekusi dengan cepat dan aman.
”Kepentingan penegakan hukum inilah yang seharusnya dilihat oleh otoritas Singapura sehingga tidak ada lagi perdebatan teknis soal pemulangan Adeline. Ini harus dilihat secara substantif sebagai pemberantasan kejahatan transnasional dan kejahatan lingkungan karena terpidana terlibat dalam kasus pembalakan liar,” kata Barita.
Barita menambahkan, dalam konvensi internasional juga diakui bahwa kejahatan pembalakan liar adalah kejahataan lingkungan dan transnasional yang harus diperangi. Seharusnya, otoritas Singapura lebih menghargai keputusan penegakan hukum terhadap Adelin. Kejaksaan seharusnya juga bisa diberi kewenangan sentral untuk dapat memulangkan terpidana di bawah kendali Pemerintah Indonesia. Sebab, ini terkait dengan penegakan hukum buron kelas kakap yang sudah 13 tahun melarikan diri.
”Seharusnya ini tidak sulit seperti ekstradisi karena Kejaksaan Agung punya otoritas sentral untuk mengeksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penegakan hukum lebih penting daripada pemulangan Adelin dengan cara deportasi karena melanggar keimigrasian,” kata Barita.
Barita juga khawatir, apabila dipulangkan dengan mekanisme deportasi dengan pesawat komersial biasa, Adelin bisa saja melarikan diri. Apalagi jika melihat sepak terjangnya yang selama ini tidak kooperatif serta kerap melawan aparat penegak hukum dan otoritas keimigrasian. Risiko tinggi sangat mungkin terjadi jika proses pemulangan Adelin dilakukan dengan prosedur biasa.
Oleh karena itu, otoritas Singapura seharusnya menghargai kepentingan hukum Indonesia sehingga mendukung upaya pemulangan Adeline di bawah kendali Pemerintah Indonesia.
”Otoritas Singapura harus melihat ini sebagai komitmen untuk memberantas kejahatan transnasional dan sekaligus untuk mengirimkan pesan kepada para penjahat bahwa tidak ada tempat yang aman di kolong langit ini untuk bersembunyi,” tegas Barita.
Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto juga mendorong Pemerintah Indonesia memiliki kemauan untuk mewujudkan langkah hukum agar Adelin bisa dibawa ke Indonesia dengan meminta ekstradisi. Setelah dibawa ke Indonesia, Adelin bisa diproses secara hukum atas segala tindak kejahatan yang dia lakukan.
Menurut Sigit, Indonesia memiliki otoritas karena paspor yang dimiliki Adelin tidak berlaku di Singapura dan menjadi ilegal. Karena itu, Pemerintah Indonesia bisa bernegosiasi dengan Singapura.
”Sebagai warga negara, dia (Adelin) punya masalah hukum. Pemerintah Indonesia bisa sampaikan bahwa Adelin ini terpidana. Pemerintah Indonesia bisa minta Singapura serahkan ke Indonesia,” kata Sigit.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Umum dan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat dikonfirmasi mengenai skema pemulangan Adeline, Jumat malam, tidak memberikan respons, baik pesan singkat maupun panggilan telepon dari Kompas.