Adelin Lis, Buron Pembalakan Liar, Dipulangkan ke Jakarta pada Sabtu Malam Ini
Adelin Lis, buron sejak 2007, akhirnya dipulangkan dari Singapura dengan menumpangi pesawat Garuda Indonesia. Pemulangan dilakukan dengan cara deportasi karena Adelin melanggar keimigrasian Singapura.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buron kasus pembalakan liar selama 13 tahun, Adelin Lis, akhirnya dipulangkan ke Jakarta dengan cara deportasi oleh otoritas Singapura. Ia dideportasi karena terbukti menggunakan paspor dengan data palsu. Pemerintah diharapkan bersikap responsif dengan menjelaskan kepada publik persoalan paspor Adelin secara transparan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas pada Sabtu (19/6/2021) malam, Adelin sudah dideportasi dan akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, pukul 19.40 dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA937. ”Dibuktikan dengan pramanifes pada Garuda,” kata sumber Kompas.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas pada Sabtu (19/6/2021) malam, Adelin sudah dideportasi dan akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, pukul 19.40 dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA937.
Dengan dideportasinya Adelin, diharapkan pemerintah lebih transparan menjelaskan kasus ini kepada publik. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, Komisi III DPR mendesak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, termasuk Ditjen Imigrasi, agar bersikap responsif.
”Hal-hal yang terkait dengan paspor yang bersangkutan (Adelin) yang katanya menggunakan (data) palsu tersebut perlu dijelaskan kepada publik,” kata Arsul.
Lebih dari itu, Arsul mengungkapkan, kasus Adelin berkaitan dengan keberadaan seorang buron yang berada di luar negeri. Maka, penggunaan mekanisme bantuan hukum timbal balik atau mutual legal assistance (MLA)agar segera dimulai. Adapun Kemenkumham menjadi otoritas pusat dalam mekanisme MLA tersebut. Maka, Kemenkumham harus sepenuhnya mendukung Kejaksaan Agung.
Kasus Adelin ini merupakan masalah deportasi dan bukan ekstradisi. Deportasi karena Adelin melanggar aturan keimigrasian di Singapura, yakni menggunakan paspor orang lain. (Hikmahanto Juwana)
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, jika otoritas Singapura tidak mengizinkan penggunaan pesawat sewaan dari Kejagung, Adelin bisa tetap dipulangkan menggunakan pesawat komersial dengan tujuan Jakarta atau Medan. Di dalam pesawat itu ada aparat kejaksaan yang duduk sebagai penumpang. Setelah memasuki wilayah udara Indonesia, aparat kejaksaan melaksanakan tugas untuk menangkap dengan memborgol Adelin sampai di Jakarta.
Hikmahanto menegaskan, kasus Adelin ini merupakan masalah deportasi dan bukan ekstradisi. Deportasi karena Adelin melanggar aturan keimigrasian di Singapura, yakni menggunakan paspor orang lain. Kasus ini sudah ada putusannya. Selain denda, Adelin dikenakan sanksi untuk pulang ke negara asalnya, yaitu Indonesia.
Dalam kasus ini pengadilan Singapura pada 9 Juni 2021 menjatuhkan hukuman kepada Adelin berupa denda 14.000 dollar Singapura yang dibayarkan dua kali dalam periode satu minggu, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi kepada Pemerintah Indonesia, dan mendeportasi Adelin ke Indonesia.
Sebelumnya Adelin ditangkap Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) Singapura pada 28 Mei 2018 karena melakukan pelanggaran keimigrasian. Akibat perbuatannya, Adelin dijatuhi hukuman denda 14.000 dollar Singapura pada 9 Juni 2021.
Oleh otoritas Singapura, Adelin dinyatakan terbukti melanggar keimigrasian karena menggunakan paspor dengan data identitas palsu. Paspor itu memuat nama Hendro Leonardi dan data usianya menjadi lebih muda tiga tahun dibandingkan dengan usia Adelin sesungguhnya. Berdasarkan data buron yang diumumkan Kejaksaan Negeri Medan, Adelin disebutkan lahir pada Agustus 1957.
Secara rinci, dilansir Yahoo News Singapore, berdasarkan dokumen penuntutan dari otoritas Singapura, diketahui bahwa Adelin pernah menggunakan paspor yang memuat informasi sesuai data pribadinya untuk masuk ke Singapura selama April 2005 hingga Desember 2007. Selama itu tercatat ia masuk dan keluar Singapura sebanyak 28 kali melalui Bandara Changi.
Pada masa itu Adelin masih mengantongi surat izin tinggal tetap Singapura yang berlaku pada Desember 2002 hingga Desember 2007. Namun, setelah masa berlaku izin tinggal itu habis, Adelin tidak memperpanjangnya.
Keberadaan Adelin di Singapura kemudian kembali terdeteksi oleh otoritas setempat selama tahun 2017 hingga 2018. Investigasi otoritas Singapura mengungkap bahwa Adelin dapat melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak empat kali pada periode itu menggunakan paspor dengan data palsu. Paspor itu diperoleh Adelin pada 2008.
Keberadaan Adelin di Singapura kemudian kembali terdeteksi oleh otoritas setempat selama tahun 2017 hingga 2018. Investigasi otoritas Singapura mengungkap bahwa Adelin dapat melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak empat kali pada periode itu menggunakan paspor dengan data palsu.
Dengan menggunakan paspor yang memuat data palsu itu, Adelin memasuki Singapura pada 20 Juli 2017 melalui Bandara Seletar, 26 Oktober 2017, 11 Februari 2018, dan 16 Mei 2018. Adapun perjalanannya meninggalkan Singapura diketahui pada 24 Juli 2017, 2 November 2017, 20 Februari 2018, dan 28 Mei 2018 saat ia ditangkap otoritas Singapura.
Setiap kali tiba di Singapura, Adelin memperoleh kartu kunjungan yang berlaku 30 hari. Formulir disembarkasi itu pun ia isi dengan data palsu seperti dimuat dalam paspornya. Dokumen pengadilan tidak menyebutkan bagaimana penyamarannya terbongkar dan identitas aslinya diungkap.
Dari dokumen yang diterima Kompas, sejak Adelin ditangkap, ICA telah empat kali mengirimkan surat kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, yakni pada 12 Juni 2018, 19 November 2018, 3 Juli 2019, dan 4 Maret 2021.
Surat itu berisi permintaan konfirmasi mengenai dua nama, yakni Adelin Lis dan Hendro Leonardi. Surat tertanggal 12 Juni 2018 dengan nomor referensi D/0002284/18, ICA, misalnya, menjelaskan bahwa Adelin diproses hukum di Singapura karena memberikan pernyataan bohong saat mengisi formulir disembarkasi ketika masuk Singapura dengan paspor B7348735 atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Selatan tahun 2017.