Wapres: Bekali Masyarakat untuk Perkuat Sishankamrata
Konferensi Nasional Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) digelar selama lima hari di Bogor, Jawa Barat. Hasil konferensi berupa dokumen strategis diharapkan jadi pedoman penguatan sishankamrata.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Doktrin sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dinilai masih relevan untuk menghadapi ancaman dan berbagai tantangan abad ke-21. Namun, penyesuaian tetap diperlukan karena tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Pembekalan bagi seluruh komponen bangsa pun dibutuhkan untuk menghadapi ancaman yang tak hanya datang dari aspek militer, tetapi juga nonmiliter, dan hibrida.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan hal tersebut dalam pidatonya pada acara penutupan Konferensi Nasional Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta Abad ke-21 di Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/6/2021). Hadir pula dalam acara ini Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Rektor Universitas Pertahanan Laksamana Madya Amarulla Oktavian.
Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta adalah doktrin dan strategi pertahanan negara menggunakan segenap kekuatan dan kemampuan komponen militer dan nonmiliter secara menyeluruh dan terpadu. ”Untuk itu, segenap komponen bangsa baik pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara RI, dan seluruh masyarakat perlu mendapatkan pembekalan agar memiliki kesiapsiagaan dan kewaspadaan sehingga segala ancaman dan tantangan yang muncul bisa dihadapi dengan baik,” tutur Wapres.
Dalam kesempatan itu, Wapres juga menyebutkan saat ini Indonesia menghadapi tantangan militer, nonmiliter, dan hibrida. Tantangan lain adalah berkaitan dengan globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, salah satunya pandemi Covid-19.
Karena itu, penguatan sektor pertahanan dan keamanan menjadi semakin penting. Seluruh komponen bangsa diharapkan bisa berkolaborasi, meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan untuk menghadapi tantangan tersebut. Diperlukan pula kepedulian, inovasi, dan kreativitas tinggi agar sumber daya nasional yang dimiliki dapat diberdayakan secara efektif dan efisien.
Untuk mendukung pemenuhan komponen cadangan dan komponen pendukung dalam rangka pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Regulasi ini menjadi aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam laporannya menyebutkan, konferensi nasional yang berlangsung 14-18 Juni 2021 ini menghadirkan pembicara lintas institusi, perwakilan Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, Mabes Polri, pemerintah daerah, instansi pemerintah lainnya, kalangan industri pertahanan, dan perguruan tinggi.
Harapannya, dari konferensi ini lahir konsep sishankamrata yang bisa diterapkan di abad ke-21. Konferensi juga menghasilkan dokumen strategis sishankamrata.
Prabowo mengharapkan, dokumen strategis sishankamrata yang dihasilkan bisa dirumuskan menjadi aturan perundangan. Dokumen strategis itu pun akan dijadikan pedoman pelaksanaan sishankamrata secara nasional. Sebab, produk-produk hukum terkait sishankamrata yang ada saat ini dianggap sudah usang.
”Payung hukum dan produk-produk hukum strategis tentang sishankamrata masih sangat terbatas dan produk tahun 60-an dan 70-an. Sudah 50 tahun lebih usianya. Perlu dilakukan aktualisasi, disesuaikan dengan keadaan abad ke-21 dan dasawarsa yang akan datang,” tutur Prabowo.
Wapres Amin menyambut baik dokumen sishankamrata abad ke-21 tersebut. Dia mengharap dokumen strategis yang dihasilkan tidak hanya disimpan, tetapi bisa diterapkan.
Ditolak
Kendati demikian, koalisi masyarakat sipil menolak aturan mengenai komponen cadangan ini. Uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara juga sudah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada akhir Mei lalu.
”Menurut rencana, minggu depan mulai sidang,” kata Al Araf Peneliti Senior Imparsial.
Selain itu, Araf mengingatkan sishankamrata saat ini semestinya tidak dimaknai sekadar membentuk komponen cadangan yang dilatih bela negara secara sempit. Justru, masyarakat yang bekerja mengungkap kasus korupsi, aktivis yang mendorong hak asasi manusia dan toleransi terwujud di Indonesia, atau warga yang perduli lingkungan hidup adalah bela negara juga dan ini perlu didukung negara.
”Bela negara jangan dimaknai sempit dan dimonopoli Kementerian Pertahanan,” ujar Araf yang juga Ketua Sentra Inisiatif (Center for Democracy and Security).
Araf juga menilai pembentukan komponen cadangan belum diperlukan dalam 10-15 tahun mendatang. Justru, sampai 25 tahun ke depan, Indonesia masih perlu menata komponen utama atau TNI supaya semakin profesional, siap menggunakan teknologi, dan memiliki peralatan yang memadai.
Dia menjelaskan, pada masa perang modern saat ini, kekuatan pertahanan sangat ditentukan dua faktor. Pertama, kapasitas teknologi pertahanan yang mutakhir. Kedua, pembangunan tentara yang profesional—terdidik, terlatih, dan siap menggunakan teknologi.
Dinamika tantangan saat ini juga lebih pada isu perang asimetris, seperti perang siber yang bertumpu kekuatan teknologi. Oleh karena itu, kata Araf, banyak negara mengubah doktrin dan strategi pertahanannya dengan menata kapasitas komponen utamanya, yakni menyiapkan tentara yang terlatih dan siap menggunakan teknologi. Bukan hanya itu, kekuatan pertahanan siber juga perlu dibangun.