Meski Digugat MRP ke MK, Revisi UU Otonomi Khusus Papua Tetap Jalan
Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat melakukan gugatan ke MK atas perubahan kedua UU No. 21200 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Namun, menurut MRP dan MRPB, usulan perubahan tersebut jadi kewenangan rakyat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Meskipun ada gugatan, proses pembahasan revisi UU Otsus Papua tetap berjalan.
Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, rakyat Papua melalui MRP dan MRPB (Majelis Rakyat Papua Barat) mengapresiasi Presiden yang mempunyai niat baik melakukan perubahan atas UU No 21/2001. Namun, menurut MRP dan MRPB, usulan perubahan kedua itu menjadi kewenangan rakyat.
“Usulan MRP dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), baru-lah kami sampaikan kepada pemerintah dan DPR sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” kata Timotius usai melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Pendaftaran ke MK diterima oleh Syamsudin Noer dengan nomor tanda terima 2085-0/PAN.MK/VI/2021.
Timotius mengatakan, rakyat ingin ada evaluasi secara total setelah 20 tahun otonomi khusus di Papua dan Papua Barat. Keinginan tersebut sudah diakomodasi oleh MRP dan MRPB. Namun, menurut Timotius, perubahan kedua ini semata-mata hanya menggunakan Pasal 5 UUD 1945 yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR.
“Usulan MRP dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), baru-lah kami sampaikan kepada pemerintah dan DPR sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku” (Ketua MRP Timotius Murib)
Ia menjelaskan, Pasal 5 UUD 1945 ditujukan untuk undang-undang secara umum. Adapun di daerah khusus menggunakan Pasal 18B dimana negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Sesuai dengan Pasal 77 UU No 21/2001, maka usulan perubahan kedua undang-undang tersebut menjadi kewajiban rakyat melalui MRP dan MRPB, bukan Presiden atau DPR. Karena itu, MRP ingin menguji Pasal 77 yang berbunyi “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Ketua MRPB Maxsi N Ahoren mengatakan, pihaknya meminta kepada negara memberikan jaminan hukum. Ia berharap, proses gugatan di MK dapat berjalan dengan cepat dan baik. Maxsi berharap, proses pembahasan revisi UU Otsus Papua dihentikan sementara sambil menunggu keputusan dari MK.
Kuasa Hukum MRP dan MRPB, Saor Siagian mengatakan, jika ada perubahan di UU Otsus Papua, khususnya Pasal 77, mekanismenya adalah melalui orang Papua dan disalurkan melalui MRP lalu disampaikan kepada DPR serta Presiden.
Revisi tetap jalan
“Pemerintah juga menggali dari berbagai pihak termasuk dari MRP dan DPRP, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya” (Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan)
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan mengatakan, proses revisi UU Otsus Papua tetap berjalan, meskipun MRP dan MRPB melakukan gugatan di MK. Menurut Benni, gugatan tersebut tidak akan mengganggu proses pembahasan revisi UU Otsus Papua.
Ia menegaskan, persiapan revisi ini sudah berlangsung sejak tahun lalu dengan puncaknya ada surat presiden untuk pembahasan UU Otsus Papua. Sebelum surat tersebut disampaikan hingga saat ini masih terus dilakukan proses penggalian aspirasi kepada pemangku kepentingan terkait Papua.
“Pemerintah juga menggali dari berbagai pihak termasuk dari MRP dan DPRP, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya,” kata Benni. Ia menambahkan, Panitia Khusus (Pansus) Revisi UU Otsus Papua juga melakukan serangkaian kegiatan untuk menjaring aspirasi revisi otsus ini. Dalam proses ini, juga melibatkan akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga riset.
Ketua Pansus Otsus Papua Komarudin Watubun menghargai langkah konstitusional yang dilakukan MRP dan MRPB. Ia menuturkan, pansus sudah memberikan kesempatan pada Ketua MRP dan MRPB untuk membawa aspirasi mereka dalam rapat dengar pendapat.
Komarudin menegaskan, pada 2019 menteri dalam negeri sudah mengirimkan surat kepada pemerintah daerah Papua dan Papua Barat untuk merevisi UU Otsus Papua secara terbatas. Revisi tersebut diperlukan karena ada kebutuhan mendesak terkait berakhirnya dana otsus. Karena itu, pemerintah memerlukan dasar aturan untuk memperbaiki. Menurut Komarudin, pembahasan revisi UU Otsus Papua ini sudah mempunyai argumentasi hukum.