Wapres Ingatkan Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme Masih Jadi Ancaman
Indonesia masih dihadapkan pada ancaman intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme yang mengarah pada terorisme. Keterlibatan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, dibutuhkan untuk menangkal ancaman tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati potensi sudah cenderung menurun, intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme yang dapat mengarah pada terorisme masih menjadi ancaman bagi Indonesia. Karena itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengharapkan peluncuran Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 memperkuat komitmen semua pihak dalam memberantas ekstremisme dan terorisme.
Intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme berbasis kekerasan merupakan gangguan keamanan dalam kehidupan masyarakat serta dapat mengancam ideologi dan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. ”Kita harus selalu waspada dan tetap berusaha mencegah dan menanggulangi sikap-sikap intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme ini meski potensi radikalisme kini sudah mengalami penurunan yang signifikan,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Kita harus selalu waspada dan tetap berusaha mencegah dan menanggulangi sikap-sikap intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme ini meski potensi radikalisme kini sudah mengalami penurunan yang signifikan.
Wapres mengatakan hal ini saat memberi pidato kunci pada peluncuran pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE) Tahun 2020-2024, Rabu. Hadir pada acara yang digelar secara hibrida, luring dan daring tersebut, antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar, serta para pemimpin lembaga pemerintah.
Baca juga: Perpres 7/2021 Tertib, Pencegahan Ekstremisme Lebih Holistik
Survei BNPT menyebutkan indeks potensi radikalisme pada tahun 2020 mencapai 14,0 (pada skala 0 sampai dengan 100) atau menurun dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 38,4. ”Capaian ini tentu saja menggembirakan bagi kita semua. Untuk itu saya sampaikan apresiasi kepada semua pihak terkait yang telah melakukan kerja keras mendukung kebijakan deradikalisasi dan kontraradikalisme sehingga mengalami kemajuan yang signifikan,” ujar Wapres Amin.
Wapres Amin mengingatkan semua pihak tidak boleh berpuas diri karena ke depan, Indonesia masih dihadapkan pada ancaman ekstremisme, radikalisme, dan terorisme yang selalu bermetamorfosis dalam banyak pola dengan mengusung isu-isu yang tidak sejalan dengan ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman ini telah menciptakan kondisi rawan serta gangguan atas stabilitas dan keamanan nasional.
Baca juga: Pencegahan Radikalisme melalui Satuan Pendidikan Mesti Menyeluruh
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan, pemerintah Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu, lanjut Wapres, pemerintah memiliki mandat, komitmen, dan dasar hukum yang kuat untuk melakukan pencegahan dan penindakan dalam rangka pemberantasan tindak pidana terorisme sebagaimana amanat konstitusi dan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU.
Presiden Joko Widodo pada akhir Maret 2021 menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apa pun. Semua ajaran agama menolak terorisme apa pun alasannya. ”Saya juga ingin menegaskan kembali bahwa tidak ada satu pun agama yang mengajarkan penganutnya untuk melakukan ekstremisme dan terorisme,” kata Wapres Amin.
Dalam pandangan Islam, lanjut Wapres, ekstremisme dan terorisme atas nama agama merupakan perbuatan yang berlebihan dalam beragama. Terorisme bukanlah jihad yang bersifat melakukan perbaikan karena karakter dasar terorisme adalah merusak.
Wapres Amin mengatakan, pada sisi lain kita dihadapkan pada tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi komunikasi serta informasi yang sangat dinamis. Implikasinya adalah arus informasi menyebar secara cepat melintasi batas antarnegara, termasuk nilai-nilai radikalisme dan ekstremisme. Proses perekrutan juga terjadi melalui pemanfaatan media yang baru dengan segala derivasinya.
Baca juga: Terorisme yang Bermain di Dua Kali
Isu terorisme meningkatkan ketidakpastian dan berkelindan dengan kompleksitas masalah-masalah internasional, regional, dan domestik. Dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini pemerintah perlu fokus pada pemulihan ekonomi nasional, peningkatan investasi, dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Pembangunan dapat berjalan optimal dengan dukungan stabilitas keamanan yang kondusif.
”Memperhatikan kondisi tersebut, pemerintah pada awal tahun 2021 lalu telah menerbitkan Peraturan Presiden No 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 atau kita kenal sebagai RAN PE,” kata Wapres Amin.
Kerja kolaboratif
Tujuan RAN PE yang diluncurkan hari ini adalah untuk meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Hal ini sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945.
”Dalam kaitan ini, saya meminta agar RAN PE ini dilaksanakan dengan strategi yang komprehensif untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, terukur, dan terpadu. Diperlukan kerja kolaboratif dan inklusif dari semua pihak,” ujar Wapres.
Para menteri dan pimpinan lembaga terkait diminta bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE sesuai dengan kewenangan masing-masing melalui dukungan program, kegiatan, dan anggaran yang memadai. Para gubernur, bupati, dan wali kota sebagai ujung tombak yang langsung berhubungan dengan masyarakat agar bertanggung jawab serta memastikan RAN PE diimplementasikan di daerahnya masing-masing.
”BNPT sebagai leading sector dalam menjalankan RAN PE ini agar dapat mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE dimaksud dengan baik,” kata Wapres Amin.
Wapres pun mengharapkan segenap tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh agama, dan organisasi kemasyarakatan sebagai salah satu penentu keberhasilan dari implementasi RAN PE ini selalu dapat bekerja sama. Selain itu juga berpartisipasi aktif dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. ”Kepada lembaga internasional, yang bekerja sama dengan BNPT, saya sampaikan juga terima kasih,” ujarnya.
Baca juga: Upaya Deradikalisasi Bisa Dimulai dari Universitas
Kepala BNPT Boy Rafli Amar menuturkan, keberhasilan disahkannya Perpres No 7/2021 bukan hanya pencapaian BNPT, melainkan juga atas dasar kerja sama, sinergi, dan kolaborasi antarkementerian/lembaga, serta berbagai organisasi masyarakat sipil sejak tahun 2017. Ucapan terima kasih dan apresiasi pun disampaikan atas kemitraan yang telah dibangun dengan negara-negara sahabat pada lingkup bilateral dan lingkup regional; yakni dengan ASEAN dan Uni Eropa.
Selain itu juga dengan organisasi internasional dan badan-badan PBB, seperti Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC), dan Kantor Penanggulangan Terorisme PBB (UNOCT) dalam memperkuat komitmen kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam bidang penanggulangan terorisme.
Perpres No 7/2021, lanjut Boy, secara umum bertujuan meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. ”Sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, strategi dan program utama RAN PE dalam mencapai sasaran dituangkan dalam tiga pilar,” katanya.
Pertama, pilar pencegahan yang terdiri dari kesiapsiagaan, kontraradikalisasi, dan deradikalisasi. Kedua, pilar penegakan hukum, perlindungan saksi dan korban, serta penguatan kerangka legislasi nasional. Ketiga, pilar kemitraan dan kerja sama internasional.
”Sebanyak 130 rencana aksi yang terkandung dalam perpres ini merupakan serangkaian program yang terkoordinasi dan akan dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga terkait dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme,” kata Boy.
Baca juga: Cegah Terorisme, BNPT Sasar Hulu Persoalan
Boy menuturkan salah satu catatan positif yang mendapatkan apresiasi publik secara luas adalah Perpres No 7/2021 dinilai memberikan ruang bagi keterlibatan seluruh masyarakat dalam pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Hal ini karena faktor pemicu timbulnya ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme tidak pernah tunggal dan tidak semua ruang di masyarakat bisa dimasuki oleh aktor negara.
”Sehingga perpres ini memfasilitasi adanya sinergi dan kolaborasi antara unsur kementerian/lembaga dan masyarakat. Pelaksanaan rencana aksi menekankan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas, di mana prinsip ini memberikan jaminan bahwa masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut,” ujar Boy.
Perpres ini memfasilitasi adanya sinergi dan kolaborasi antara unsur kementerian/lembaga dan masyarakat. Pelaksanaan rencana aksi menekankan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas, di mana prinsip ini memberikan jaminan bahwa masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. (Boy Rafli Amar)
Pada kesempatan tersebut, Boy mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberikan dukungan sepenuhnya, melaksanakan, mengawal, serta memberikan masukan konstruktif terhadap implementasi Perpres No 7/2021 tersebut di masa mendatang. ”Selamat bekerja bagi sekretariat bersama dan pokja (kelompok kerja) RAN PE. Semoga kita semua dapat meneruskan kerja-kerja baik ini dan dapat terus mendorong inisiatif dalam penanggulangan terorisme,” katanya.
Boy mengatakan, terorisme tidak saja dalam lingkup nasional tetapi juga regional dan multilateral. Sifat dari kejahatan terorisme adalah merupakan kejahatan luar biasa dan transnasional sehingga kerja sama internasional adalah bagian dari penguatan kita bersama untuk mengeliminasi segala potensi ancaman aksi kekerasan yang ada dalam masyarakat. (CAS)