Sepanjang 2021, Polri Amankan Narkotika Senilai Rp 11,66 Triliun
Masih tingginya kasus narkotika disebutkan tak terlepas dari peran tiga sindikat narkotika internasional. Pengedar menggunakan jalur laut, menyamarkan pengiriman narkotika dengan membungkusnya bersama komoditas impor.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ilustrasi. Barang bukti narkotika jenis sabu diperlihatkan saat rilis pengungkapan kasus peredaran narkoba oleh Tim Satuan Tugas Khusus Markas Besar Polri atau Satgassus Merah Putih dengan barang bukti sebanyak 2,5 ton sabu di Jakarta, Rabu (28/4/2021). Operasi pengungkapan jaringan narkotika Timur Tengah-Malaysia-Indonesia tersebut dilakukan pada awal April lalu di dua lokasi di Aceh dan satu lokasi di Jakarta Barat.
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang 2021, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengungkap 19.229 kasus penyalahgunaan narkotika dengan nilai total barang bukti Rp 11,66 triliun. Masih tingginya kasus narkotika disebutkan tak terlepas dari peran tiga sindikat narkotika internasional.
Meskipun capaian pengungkapan itu diapresiasi, Polri dinilai masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya, menuntaskan keterlibatan polisi dalam pengedaran narkotika hasil pengungkapan.
Kepala Kepolisian Negara RI (Polri) Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/6/2021), mengatakan, telah mengungkap 19.229 kasus narkotika dengan 24.878 tersangka pada periode Januari-Juni 2021.
Dari belasan ribu kasus tersebut, ditemukan 7,6 ton sabu, 2,1 ton ganja, dan 7,3 kilogram heroin. Polisi juga mengamankan 34,3 kilogram tembakau gorila dan 239.277 butir pil ekstasi.
”Jika dikonversikan, barang bukti yang diamankan bernilai Rp 11,66 triliun dan telah menyelamatkan 39,24 juta orang,” kata Listyo.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo (tengah) berfoto bersama Ketua Komisi III DPR Herman Herry (tiga dari kanan) seusai mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Ia melanjutkan, peredaran narkotika di Indonesia tidak terlepas dari peran dua sindikat narkotika internasional, yaitu Golden Triangle dan Golden Crescent. Selain itu, sindikat Indonesia-Belanda, disebut pula oleh Listyo, berperan memasok narkotika ke Tanah Air.
Pengedar, kata Listyo, menyamarkan pengiriman narkotika dengan membungkusnya bersama komoditas impor. Mereka menggunakan jalur laut, dengan metode penyelundupan antarkapal. Metode itu memanfaatkan banyaknya pelabuhan tikus terutama di Sumatera.
Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang 2020, Polri mengungkap ribuan kasus dengan barang bukti di antaranya 51 ton ganja, 5,53 ton sabu. Adapun pada 2019, Polri menyita total 59,76 ton ganja, 4,07 ton sabu, 23,5 kilogram heroin, 1,99 kilogram kokain, dan 889.179 butir pil ekstasi. Jumlah kasus narkotika yang diungkap bisa lebih banyak jika ditambah pengungkapan kasus oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
KOMPAS/RIZA FATHONI
Barang bukti narkotika jenis sabu saat digelar Badan Narkotika Nasional (BNN) saat gelar kasus di kantor BNN, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Keterlibatan polisi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, mengatakan, meski sudah mengungkap ribuan kasus, Polri masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan keterlibatan anggota kepolisian dalam peredaran narkotika. Dalam pembongkaran kasus 57 kilogram sabu di Polres Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada Mei lalu, misalnya, ada delapan anggota Polri yang menjual 6 kilogram sabu hasil penyitaan.
”Siapa yang lebih bandar, mereka atau kita? Maka itu, kita butuh ketegasan sampai ke bawah. Sesungguhnya tidak jauh-jauh, ada di dalam tubuh Polri. Kapolri tidak usah ragu untuk itu,” kata Hinca.
Ia mengusulkan agar Kapolri mencontoh terobosan Polda Sumatera Selatan yang membuat program pengakuan bagi anggota polisi. Dari program tersebut, Polda Sumatera Selatan menemukan 248 anggotanya terlibat kasus narkotika.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Habib Aboe Bakar Alhabsyi, mengingatkan Polri agar tidak sekadar menangkap pengedar narkotika. Pengelolaan barang bukti yang disita juga harus transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat. Terlebih, beberapa waktu terakhir jumlah narkotika yang disita relatif besar.
Listyo mengatakan, barang bukti kasus narkotika disimpan dalam lemari besi dengan kunci khusus. Pemusnahannya tidak dilakukan sendiri oleh Polri, tetapi melibatkan sejumlah instansi terkait.
Mengenai keterlibatan anggota polisi dalam kasus narkotika, Listyo menegaskan tidak ada toleransi. ”Jika ada oknum yang ditemukan menyalahgunakan, tolong Kadiv Propam (Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan) dan Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah), pilihannya hanya pecat,” tegasnya.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo (tengah) didampingi Kapolda NTT Irjen Lotharia Latif dan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat kunjungan kerja di Kupang, Sabtu (3/4/2021).
Ke depan, tambah Listyo, penegakan hukum akan terus dilakukan sebagai upaya pemberantasan narkotika di hulu. Namun, langkah pencegahan juga ditempuh, salah satunya melalui Program Kampung Tangguh Narkoba.
Pada Senin lalu, Listyo menginstruksikan seluruh kapolda untuk membentuk kampung tersebut dengan menggandeng pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait.
Melalui program itu, warga diharapkan memiliki daya mencegah, menangkal, dan berani melaporkan informasi terkait peredaran narkotika.