Dua Dekade Otonomi, Struktur Ekonomi Daerah Tak Berubah
Lebih dari dua dekade otonomi daerah diterapkan, kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan belum juga tercapai. Perekonomian daerah pun belum stabil karena infrastruktur pendukung belum memadai.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Struktur perekonomian daerah pasca-penerapan otonomi daerah tidak banyak berubah meskipun kinerja ekonomi cenderung meningkat. Pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan agar industri-industri baru terus bermunculan sehingga perekonomian daerah menjadi lebih stabil.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam, dalam webinar bertajuk ”Desentralisasi Ekonomi: Peran Tata Kelola Ekonomi terhadap Ultimate Goals Otonomi Daerah”, Rabu (16/6/2021), memaparkan, kinerja perekonomian di hampir seluruh daerah di Indonesia cenderung meningkat semenjak otonomi daerah diterapkan pada tahun 1999. Peningkatan terutama terjadi pada dekade kedua otonomi daerah, yakni pada kurun waktu 2010-2019, dibandingkan dekade pertama.
Meski terus meningkat, struktur ekonomi di daerah masih didominasi oleh industri yang bergerak di sektor sumber daya alam dan jasa. Padahal, kedua sektor itu sangat dipengaruhi oleh harga komoditas di tingkat global yang cenderung fluktuatif. Agar perekonomian di daerah tetap stabil, akan lebih baik jika ada peningkatan di sektor industri manufaktur.
”Daerah-daerah di Pulau Jawa, Kepulaun Riau, dan Papua Barat yang bergantung pada sektor industri manufaktur pertumbuhan ekonominya cenderung stabil,” ujar Piter.
Selain Piter, hadir sebagai pembicara mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2016-2019 Bambang Brodjonegoro, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, dan Direktur Eksekutif Apindo Research Institute Agung Pambudhi.
Piter menilai, ketergantungan daerah pada sektor sumber daya alam dan jasa salah satunya disebabkan infrastruktur yang kurang memadai. Keberadaan infrastruktur berupa jalan raya dan pelabuhan sangat diperlukan untuk menarik keberadaaan industri manufaktur. Selama tidak memiliki infrastruktur memadai, daerah akan sulit melakukan perubahan struktur ekonomi.
”Peningkatan pembangunan infrastruktur selama lima tahun terakhir cukup membantu tumbuhnya industri manufaktur,” katanya.
Kebutuhan infrastruktur
Menurut Agung, infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan mutlak yang diperlukan oleh industri, selain dukungan utilitas dan perbankan. Infrastruktur yang utama adalah ketersediaan dan kualitas jalan, listrik, air bersih, telepon, dan jaringan teknologi informasi.
Sutarmidji mengatakan, kurangnya infrastruktur berupa energi listrik di Kalbar memaksa mereka harus mengimpor dari Malaysia. Akibatnya, impor listrik selalu menjadi komponen terbesar dari neraca perdagangan di wilayah tersebut. Kurangnya listrik pun mengakibatkan mereka tidak bisa mengolah sumber daya alam sehingga hanya bisa menjual dalam bentuk barang mentah.
”Energi merupakan penggerak sektor ekonomi sehingga masalah ini harus segera diselesaikan,” katanya.
Minimnya infrastruktur berupa pelabuhan internasional juga berdampak pada kontribusi ekspor di Kalbar. Ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) atau minyak sawit mentah dari Kalbar yang mencapai 4 juta ton per tahun dikirim melalui pelabuhan di daerah lain. Akibatnya, ekspor minyak sawit mentah itu tak tercatat sebagai produk dari Kalbar. ”Kalau semuanya tercatat diekspor dari Kalbar, produk domestik regional bruto di Kalbar akan lebih bersaing terhadap daerah lain,” kata Sutarmidji.
Sementara Bambang Brodjonegoro menilai, desentralisasi politik dan ekonomi di Indonesia cenderung berjalan baik. Namun, penguatan desentralisasi masih diperlukan agar tujuan pelaksanaan otonomi daerah untuk menyejahterakan masyarakat bisa tercapai.
Pemda, menurut dia, bisa melakukan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman daerah. Namun, hal ini biasanya sulit dilakukan karena keterbatasan masa jabatan kepala daerah selama lima tahun. Keterbatasan masa jabatan kepala daerah itu bisa berdampak pada arus kas daerah karena setiap tahun pemda harus mengembalikan pinjaman tersebut.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah menjalin kemitraan dengan pihak swasta. Kerja sama bisa dilakukan dengan pihak ketiga dari dalam dan luar negeri agar ada investasi masuk ke daerahnya. ”Desentrasilasi ekonomi adalah suatu keniscayaan, jadi pemda harus memiliki strategi agar bisa bersaing dan mendatangkan investasi untuk menyejahterakan masyarakat,” ucap Bambang.