Menang Banding, Vonis Jaksa Pinangki Dipangkas dari 10 Tahun Menjadi 4 Tahun Penjara
Vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada Jaksa Pinangki dinilai terlalu berat. Karena itu, Pengadilan Tinggi Jakarta memangkas hukuman lebih dari separuh vonis sebelumnya.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan upaya hukum terdakwa kasus pengurusan fatwa bebas untuk Joko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari. Dalam putusan banding, majelis hakim memotong lebih dari separuh hukuman bekas Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan itu.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung, hukuman Pinangki dipangkas oleh majelis hakim dari 10 tahun penjara menjadi empat tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Yusuf, dan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik itu menilai, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu primer dan ketiga primer. Oleh karena itu, terdakwa dibebaskan dari kedua dakwaan itu.
Majelis hakim berpendapat, Pinangki hanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu subsider. Pinangki juga terbukti bersalah melakukan pencucian uang dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama enam bulan,” kata majelis seperti dikutip dalam putusan.
Sebelumnya, pada Rabu 10 Februari 2021, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta untuk Pinangki. Putusan itu diapresiasi karena jauh lebih berat daripada tuntutan jaksa, yaitu empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam pertimbangannya, majelis PT Jakarta menyebut bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa oleh majelis hakim di tingkat pertama terlalu berat. Hal-hal yang meringankan terdakwa adalah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Oleh karena itu, dia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik. Selain itu, terdakwa juga seorang ibu yang anaknya masih berusia empat tahun. Dia layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Sebagai perempuan, terdakwa juga harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Selain itu, majelis juga berpandangan bahwa perbuatan terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan itu. Terakhir, tuntutan pidana jaksa penuntut umum selaku pemegang asas dominus litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Dalam memori banding yang diajukan ke PT Jakarta, penasihat hukum Pinangki memohon kepada majelis untuk membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan dan meminta hak terdakwa untuk direhabilitasi. Majelis hakim berpendapat alasan mengenai adanya kekeliruan hakim tingkat pertama dalam melihat fakta hukum dan tidak terpenuhinya unsur pidana yang didakwakan penuntut umum kepada terdakwa. Putusan majelis hakim tingkat pertama dinilai tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf a KUHAP sehingga batal demi hukum.
Akan dicek
Sementara itu, penasihat hukum Pinangki, Aldres Napitupulu, ketika dikonfirmasi mengatakan, dirinya baru mengetahui putusan banding dari pemberitaan dan situs yang memuat putusan tersebut. Hingga saat ini tim penasihat hukum belum bisa berkomunikasi dengan kliennya.
”Belum ada komunikasi dengan Ibu Pinangki karena yang bersangkutan masih dalam tahanan dan info putusan banding ini baru ada tadi sore setelah jadwal besuk tahanan berakhir,” tutur Aldres.
Menurut Aldres, terkait putusan tersebut akan ditindaklanjuti dengan upaya hukum atau tidak akan ditentukan oleh Pinangki. Untuk itu, penasihat hukum akan segera berkomunikasi dengan Pinangki secepatnya.
”Saya cek jadwal besuk tahanan dulu, ya, apakah bisa atau tidak untuk besok,” ujar Aldres.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak tidak merespons permintaan tanggapan terhadap putusan banding tersebut.