Jaksa Agung Pastikan Penegakan Hukum di Pasar Modal Libatkan Otoritas Terkait
Anggota Komisi III DPR khawatir penegakan hukum dugaan korupsi Jiwasraya dan Asabri dapat menimbulkan ketidakpercayaan investor. Jaksa Agung menegaskan, dalam kasus itu Kejagung berkoordinasi dengan otoritas terkait.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memastikan proses penegakan hukum terkait PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero) selalu melibatkan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan pengelola pasar modal atau Bursa Efek Indonesia. Penyitaan yang dilakukan penyidik juga dilakukan hanya untuk aset yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi.
Burhanuddin menyampaikan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (14/6/2021). ”Jadi, setiap ada fluktuasi perkembangan tentang harga atau ada hal-hal tertentu, kami selalu diingatkan,” kata Burhanuddin.
Pernyataan Burhanuddin tersebut ditujukan untuk menanggapi pertanyaan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman. Menurut Habiburokhman, penegakan hukum dalam perkara tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan investor.
Menurut Burhanuddin, pihaknya memperhatikan hal itu dan berupaya agar jangan sampai proses penegakan hukum menimbulkan guncangan di pasar modal. Oleh karena itu, pihaknya selalu berkoordinasi dengan OJK, BI, dan pengelola pasar modal.
Terhadap perkara dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya, saat ini masih berjalan persidangan terhadap terdakwa Piter Rasiman dari pihak swasta dan Fakhri Hilmi, mantan pejabat di OJK. Selain itu, tengah berlangsung pula persidangan terhadap 13 perusahaan manajemen investasi dalam perkara yang sama.
Adapun untuk kasus dugaan korupsi Asabri, saat ini penyidik telah melimpahkan tujuh berkas perkara dan tersangka kepada jaksa penuntut umum dari total sembilan tersangka. Adapun dua tersangka lain, yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, masih dalam proses pemberkasan.
Burhanuddin mengatakan, pihaknya akan terus menelusuri aset dalam kasus Asabri. Sebab, dari kerugian keuangan negara Rp 22,7 triliun, penyidik baru menyita aset yang nilainya sekitar Rp 13,7 triliun. Sementara dalam kasus Asuransi Jiwasraya, dari kerugian negara Rp 16,8 triliun, penyidik menyita aset senilai Rp 18 triliun.
”Kalau ada perbedaan pengejaran asset tracing perkara Asabri dengan Asuransi Jiwasraya, tadinya kami fokus ke Asuransi Jiwasraya. Kami sudah habis-habisan di situ (Asuransi Jiwasraya), ternyata masih ada pertanggungjawaban di perkara Asabri yang pelakunya sama,” ujar Burhanuddin.
Burhanuddin mengakui, penyitaan aset dipandang sebagian kalangan menimbulkan permasalahan. Namun, Burhanuddin memastikan bahwa aset yang disita benar-benar milik tersangka yang terkait dengan perkara tersebut.
”Kami punya data, punya fakta, siapa itu sebenarnya pemilik asetnya,” tambah Burhanuddin.
BPJS Ketenagakerjaan
Dalam rapat kerja, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, meminta penjelasan terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, penanganan kasus tersebut terkait dengan kepercayaan publik.
”Kita bisa bayangkan tenaga kerja diwajibkan untuk membayar. Bahkan, perusahaan kalau tidak membayar dipidana. Namun, uangnya dikorupsi begitu saja, lama-lama nanti publik bilang tidak usah beri (iuran) BPJS ketenagakerjaan,” kata Benny.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono mengatakan, perkara tersebut bermula dari adanya laporan kerugian terkait pengelolaan investasi sekitar Rp 22 triliun. Kerugian itu terdiri dari investasi saham Rp 11 triliun dan investasi reksa dana Rp 11 triliun.
Ketika memulai penyelidikan dan penyidikan, pihaknya telah menggandeng OJK dan Badan Pemeriksa Keuangan. Keduanya digandeng untuk ikut memeriksa jutaan transaksi yang hingga kini masih belum selesai diperiksa.
”Dan sebagian sudah dapat disimpulkan belum adanya perbuatan melawan hukum yang timbul dan mengakibatkan kerugian,” kata Ali.
Menurut Ali, adanya kerugian yang timbul pada kurun waktu tertentu masih belum terkait dengan perbuatan melawan hukum. Hingga saat ini penyidik bersama OJK dan BPK masih terus mendalami dugaan jenis-jenis saham yang kerugiannya diakibatkan perbuatan melawan hukum.