Dirugikan Kasus Bantuan Sosial, Warga Akan Gugat Ganti Rugi
Sejumlah warga penerima bantuan paket sembako untuk Covid-19 berencana menggugat bekas Menteri Sosial Juliari Batubara secara perdata. Mereka merasa dirugikan akibat praktik korupsi yang dilakukan Juliari.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang merasa dirugikan atas terjadinya perkara dugaan suap dana bantuan sosial paket sembako untuk mengatasi pandemi Covid-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tahun 2020 berencana menggugat bekas Menteri Sosial Juliari Batubara secara perdata. Gugatan tersebut akan dimohonkan untuk turut diperiksa bersamaan dengan pemeriksaan perkara pidananya.
Tim advokasi korban perkara bantuan sosial paket sembako dari Komisi untuk Orang Hilang untuk Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy, dalam jumpa pers, Minggu (13/6/2021), mengatakan, tim advokasi korban bansos yang terdiri dari beberapa lembaga masyarakat sipil membuka pos pengaduan antara 21 Maret dan 4 April 2021. Dari pendalaman terhadap data dan pengaduan masyarakat, terdapat 18 penerima bansos yang akan melakukan gugatan ganti kerugian.
Gugatan ganti kerugian itu akan menggunakan Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut mengatur penggabungan perkara gugatan ganti kerugian terkait suatu perkara pidana yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Gugatan ganti kerugian itu akan menggunakan Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut mengatur penggabungan perkara gugatan ganti kerugian terkait suatu perkara pidana yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pasal tersebut memungkinkan hakim untuk menetapkan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana tersebut.
Sementara itu, Juliari hingga saat ini pun masih menjalani proses persidangan dengan dakwaan menerima suap pengadaan bansos paket sembako untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 32 miliar. Proses persidangan ia jalani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Adapun dua penggugat bansos dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) yang dihadirkan dalam jumpa pers, yakni Sri Manah, warga Kampung Walang, Ancol, Jakarta Utara, dan Eni, warga Kampung Marlina, Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku dirugikan. Pertama, karena bansos berupa paket semabko tersebut dibagi tidak merata. Kedua, bahan pangan di dalam paket sembako dinilai tidak layak konsumsi, seperti beras dan sarden.
”Mohon perhatian dari aparat pemerintahan agar hak-hak rakyat miskin seperti kita ini tolong dikembalikan dan tolong (pelaku) dihukum semestinya biar dia merasakan pedihnya orang lapar, pedihnya orang kekurangan uang, kekurangan segalanya,” ujar Sri Manah.
Menurut Andi, warga yang terdampak kasus korupsi bansos tersebut sebenarnya telah menjadi korban berkali-kali. Mereka menjadi korban kegagapan pemerintah dalam menangani Covid-19, korban pembatasan kebebasan yang serampangan, serta korban paket bansos yang dikorupsi.
Gugatan ganti kerugian yang akan diajukan warga tersebut, lanjut Andi, sekaligus sebagai tuntutan terhadap negara agar tidak hanya memidanakan seseorang karena tindak kejahatannya. Lebih jauh, negara dituntut untuk memberikan pemulihan bagi korban terdampak korupsi.
Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, melalui Pasal 98 KUHAP, gugatan perdata ganti kerugian tersebut akan dimasukkan dan diharapkan akan diperiksa secara bersama dengan perkara pidana yang sedang bergulir. Nantinya, hakim akan membuat 2 putusan, yakni putusan perkara pidana dan putusan gugatan ganti rugi.
Menurut Nelson, tujuan dari pengajuan gugatan tersebut adalah sebagai bentuk reparasi terhadap mereka yang terdampak dalam konteks hak asasi manusia. Sementara dalam konteks antikorupsi, hal itu adalah bentuk kompensasi terhadap korban tindak pidana korupsi.
Menurut Nelson, tujuan dari pengajuan gugatan tersebut adalah sebagai bentuk reparasi terhadap mereka yang terdampak dalam konteks hak asasi manusia. (Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum)
"Kami berharap, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak menghambat gugatan ini dan menyambut dengan terbuka gugatan ini," ujar Nelson.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menambahkan, menurut rencana, para penggugat akan mengirimkan surat berisi gugatan yang ditujukan kepada Ketua PN jakarta Pusat. Pada intinya gugatan tersebut menyatakan adanya hubungan kausalitas dari perbuatan terdakwa Juliari P Batubara yang diduga melakukan korupsi sebesar Rp 10.000 per paket senilai Rp 300.000 sehingga mengakibatkan jutaan warga Jabodetabek terkena dampaknya.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur berpandangan, pemberian bansos yang seharusnya dilaksanakan secara tepat guna, tepat sasaran, dan tepat waktu, menjadi rusak karena dikorupsi. Yang semakin memprihatinkan, korupsi dilakukan pada saat situasi masyarakat sedang terpuruk.
"Itu tidak hanya mengambil uang rakyat, tetapi juga menghina karena barang yang diberikan (berkualitas) buruk. Itu tidak hanya jahat, tetapi menghina. Sangat tidak berperikemanusiaan," kata Isnur.
Menurut Isnur, selama ini Pasal 98 KUHAP tidak pernah dipakai. Demikian pula jaksa jarang sekali menggunakan pasal tersebut untuk memberikan kesempatan kepada korban meminta ganti rugi meski sebenarnya dimungkinkan. Oleh karena itu, ia berharap agar PN Jakpus dan jaksa membuka pintu terhadap gugatan warga tersebut. Adapun hingga saat ini persidangan dengan terdakwa Juliari memasuki tahap pemeriksaan saksi. (NAD)