Megawati: Kepemimpinan Strategik Tak Bisa Berdiri di Atas Dasar Pencitraan
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam orasi ilmiah pengukuhan gelar Guru Besar Tidak Tetap menekankan, kepemimpinan strategik dibutuhkan Indonesia. Kepemimpinan ini bukan dibangun di atas dasar pencitraan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bangsa Indonesia membutuhkan kepemimpinan strategik yang berideologi Pancasila untuk menghadapi berbagai disrupsi serta menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila menjadi landasan dan pegangan dalam menghadapi turbulensi peradaban.
Hal ini diungkapkan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam orasi ilmiah pengukuhan gelar Guru Besar Tidak Tetap Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik dari Universitas Pertahanan, Jumat (11/6/2021). Orasi ilmiah sekaligus acara pengukuhan itu dilaksanakan di Kampus Bela Negara, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Megawati menyampaikan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan manusia. Pertama adalah perubahan akibat kemajuan ilmu-ilmu dasar, kedua adalah revolusi di bidang genetika, dan ketiga adalah kemajuan di bidang teknologi realitas virtual.
Ketiga perubahan tersebut hadir dalam realitas dunia yang masih diwarnai berbagai bentuk ketidakadilan akibat praktik penjajahan gaya baru. Esensi dari penjajahan gaya baru tersebut tetap sama, yaitu perang hegemoni, perebutan sumber daya alam, perebutan pasar, yang itu semua diikuti kerusakan lingkungan. Dalam situasi tersebut diperlukan kepemimpinan strategik yang bertanggung jawab.
”Dalam kehidupan bernegara, tanggung jawab tersebut tidak hanya diukur dari kemampuan menjalankan tujuan bernegara semata, tetapi juga terhadap berbagai perubahan yang membawa disrupsi tersebut. Saya meyakini bahwa disrupsi bisa diatasi dengan kepemimpinan strategik yang melekat dengan landasan, yaitu ideologi bangsa, yaitu Pancasila,” ujar Megawati.
Pancasila, lanjut Megawati, menjadi dasar dan tujuan di dalam menghadapi turbulensi peradaban. Ketika disrupsi akibat perkembangan teknologi mengaburkan nilai kemanusiaan dan membelah rasa kebangsaan, di situ Pancasila menjadi pegangan dan landasan. Pancasila juga sekaligus menyeimbangkan atau bahkan mengoreksi agar teknologi tetap menempatkan supremasi nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal.
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengintegrasikan seluruh lembaga pengembangan dan riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dinilai tepat. Terlebih ideologi Pancasila juga ditempatkan sebagai tonggak eksistensi seluruh kebijakan strategis BRIN.
”Dengan adanya BRIN, research based policy harus dikedepankan, bukan research by research. Dengan guidance line Pancasila, BRIN diharapkan mempercepat jalan berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi,” kata Megawati.
Gotong royong
Salah satu nilai bangsa yang dinilai membuat bangsa Indonesia mampu bertahan adalah sifat gotong royong, dan semangat tersebut akan mampu membuat bangsa ini berdikari. Megawati menegaskan hal itu dengan mengutip pidato Bung Karno saat Proklamasi 17 Agustus 1945, ”Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib Tanah Air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib bangsa dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya”.
Menurut Megawati, semangat untuk percaya kepada kekuatan diri sendiri ini harus menjadi semangat bangsa. Di sini tugas kepemimpinan strategik adalah mengobarkan semangat tersebut, terlebih di masa krisis. Semangat itulah yang dulu menggelorakan para pejuang meski hanya bermodalkan bambu runcing.
Membangun kepemimpinan strategik tersebut mesti dilandaskan pada ideologi Pancasila, bukan pencitraan. ”Kepemimpinan strategik juga tidak bisa berdiri di atas dasar pencitraan,” ujarnya.
Dalam kepemimpinan strategik, membangun organisasi jauh lebih penting dibandingkan dengan popularitas diri. Alih-alih membangun citra, kepemimpinan strategik mesti turun dan bersentuhan langsung dengan wong cilik untuk melihat realitas sesungguhnya.
Mengambil contoh negara China, belum lama ini, Presiden Republik Rakyat China Xi Jinping mendeklarasikan akan menjadikan tingkat kemiskinan rakyat China menjadi 0 persen. ”Kita cuma seperempat (dari penduduk China), mosok ora iso (masa tidak bisa). Saya, sih, yakin bisa,” ujar Megawati.
Di bagian akhir orasi ilmiahnya, Megawati menegaskan, tanggung jawab moral dan etik terbesar seorang pemimpin adalah menghadirkan terciptanya keadilan sosial. Oleh karena itu, kepemimpinan strategik melekat dan tidak bisa dipisahkan dari ideologi Pancasila.
”Sehebat-hebatnya disrupsi dan krisis yang terjadi, yakin dan haqqul yakin, selama bangsa Indonesia punya pegangan Pancasila, kita bisa melewati berbagai ujian sejarah tersebut,” kata Megawati.
Pejuang demokrasi
Dalam pidatonya yang ditayangkan secara virtual, Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat kepada Megawati Soekarnoputri atas pengukuhan sebagai profesor kehormatan ilmu pertahanan untuk bidang kepemimpinan strategik Universitas Pertahanan. Hal itu dinilai tepat karena Megawati adalah seorang pemimpin yang telah berperan besar dalam mengawal dan mendorong reformasi besar dalam tata politik dan pemerintahan di Indonesia.
”Sebagai aktivis pejuang demokrasi, Ibu Megawati Soekarnoputri menjadi simbol keberanian untuk memperjuangkan hak-hak politik rakyat. Beliau telah membangkitkan gerakan politik masyarakat bawah, gerakan politik wong cilik yang sedang memperjuangkan hak-hak politiknya. Dan atas dukungan para pejuang demokrasi yang lain, perjuangan tersebut membuahkan reformasi,” kata Presiden.
Menurut Presiden, karakter kepemimpinan tersebut sangat dibutuhkan oleh setiap pemimpin, terlebih ketika menghadapi tantangan berat, seperti hiper-kompetisi dan pandemi Covid-19 seperti yang terjadi saat ini. Selain tetap siaga dan sigap, belajar kepada para pemimpin terdahulu diperlukan untuk melewati rintangan tersebut.
”Sebagai guru besar, saya berharap Ibu Megawati Soekarnoputri terus memberikan bimbingan dan memandu generasi muda untuk tidak berhenti belajar, meneguhkan jalan pengabdian bagi kemajuan Tanah Air yang kita cintai bersama,” kata Presiden.
Dalam kesempatan tersebut, Rektor Universitas Pertahanan Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian mengatakan, Megawati Soekarnoputri adalah seorang putri terbaik bangsa Indonesia yang telah membuktikan keberhasilan sebagai anggota DPR, wakil presiden, bahkan menjadi presiden. Megawati adalah sosok pemimpin nasional yang mampu membawa negara dan bangsa Indonesia melalui masa-masa sulit pasca-Reformasi 1998.
”Dengan karakter dan wibawa yang kuat, beliau mampu menyelesaikan krisis multidimensi dan meletakkan fondasi yang kuat bagi tata negara dan tata pemerintahan yang terbukti kebenarannya sampai dengan masa kini,” kata Amarulla.