Ketua KPK Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK. Ia diduga melanggar kode etik karena memperoleh diskon saat menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK. Ia diduga melanggar kode etik karena memperoleh diskon saat menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi.
Sebelumnya, Dewan Pengawas telah memutus bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku KPK kepada Firli dengan sanksi ringan. Saat itu, Dewan Pengawas menyatakan, Firli terbukti menggunakan helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020 (Kompas, 25/9/2020).
Putusan tersebut dinilai belum cukup. Pada Jumat (11/6/2021), peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendatangi kantor Dewan Pengawas untuk melaporkan Firli pada kasus yang sama. Kurnia mengatakan, pihaknya melaporkan masalah etik yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 terutama Pasal 4 yang mengatur bahwa setiap insan KPK, salah satunya pimpinan KPK, harus bertindak jujur dalam berperilaku.
”Ketika ada penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan helikopter itu, menjadi kewajiban Firli Bahuri melaporkan ke KPK. Namun, kami tidak melihat hal itu terjadi. Maka dari itu, kami melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK,” kata Kurnia.
Kurnia menegaskan, laporannya berbeda dengan putusan yang pernah dijatuhkan oleh Dewas kepada Firli. Ia beranggapan, dalam sidang tersebut Dewas hanya formalitas belaka mengecek kuitansi yang diberikan oleh Firli. Menurut Kurnia, seharusnya kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal.
Ia mengungkapkan, 1jam penyewaan helikopter didalilkan oleh Firli sebesar Rp 7 juta karena 4 jam biayanya sekitar Rp 30 juta. Kurnia menilai, seharusnya biayanya lebih besar dari itu. ”Kami beranggapan jauh melampaui itu. Ada selisih sekitar Rp 140 juta yang tidak dilaporkan oleh Ketua KPK tersebut,” kata Kurnia.
Selain Pasal 4 Ayat (1) huruf a terkait dengan kewajiban untuk bertindak jujur bagi setiap insan KPK, Kurnia mengatakan, diduga Firli juga melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf g Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 terkait dengan larangan-larangan penerimaan gratifikasi.
Dalam laporannya, Kurnia melampirkan beberapa temuan terkait dengan perbandingan harga penyewaan helikopter di beberapa perusahaan. Ia menegaskan, angka yang disampaikan Firli dalam persidangan Dewas sangat janggal, apalagi helikopter yang digunakan adalah helikopter yang mewah.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menghormati sepenuhnya hak setiap warga negara yang melihat atau menemukan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK untuk melaporkannya kepada Dewas KPK. Ali menegaskan, hal ini sebagai fungsi kontrol publik yang berjalan baik dalam agenda pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Terkait dengan laporan ICW, kata Ali, pokok persoalan yang dilaporkan tersebut telah diproses secara profesional oleh Dewas KPK dan disampaikan secara transparan kepada publik hasil putusannya pada 24 September 2020.
Meskipun demikian, KPK tetap menghormati tugas dan kewenangan Dewas atas pelaporan ini dan menyerahkan sepenuhnya untuk proses tindak lanjutnya. Ali menuturkan, saat ini KPK tetap fokus pada upaya pemberantasan korupsi.
Sementara itu, anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengatakan, laporan tersebut belum sampai kepadanya. Karena itu, ia belum tahu apakah Dewas akan memproses laporan tersebut meskipun pernah disidangkan.
Sementara itu, terkait laporan Agustri Yogasmara atau Yogas yang sebelumnya disebut KPK sebagai operator anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Ihsan Yunus dalam kasus dugaan suap dalam pengadaan bantuan sosial yang melibatkan bekas Menteri Sosial Juliari P Batubara, Tim Pendamping Sidang Kode Etik Dewas KPK atas para Penyidik Bansos Covid-19, March Falentio, menegaskan bahwa tidak pernah terjadi intimidasi apalagi kekerasan fisik terhadap saksi.
”Penyidik KPK, termasuk dua penyidik perkara bansos yang terlapor, selalu menjalankan penggeledahan dan pemeriksaan sesuai kode etik dan peraturan perundangan yang berlaku,” kata March.
Diberitakan sebelumnya, Yogas melaporkan dua penyidik KPK kepada Dewan Pengawas. Yogas mengatakan, dirinya melaporkan dua penyidik yang memeriksanya sebagai saksi. Namun, ia enggan menyebutkan nama atau inisial kedua penyidik tersebut dan terkait apa laporannya.
March mengatakan, Yogas berbelit-belit dan berusaha melindungi pihak tertentu dalam proses pemeriksaan penyidikan. Yogas justru pergi ke luar negeri setelah menerima surat pemanggilan dari KPK. Yogas juga dinilai tidak kooperatif dalam memberi keterangan.
Oleh karena itu, penyidik perlu melakukan strategi dan teknik penyidikan dalam memeriksa Yogas. March menuturkan, strategi dan teknik penyidikan yang dilakukan penyidik sesuai dengan aturan yang berlaku. Semua penyidik KPK, termasuk terperiksa, dilarang bertindak sewenang-wenang. Seluruh penyidikan yang berlangsung di KPK selalu memastikan terpenuhinya hak saksi-saksi.
”Proses penyidikan bukan untuk menyenangkan saksi ataupun pihak mana pun, tetapi untuk menegakkan keadilan setegak-tegaknya, terutama untuk rakyat yang merupakan korban korupsi,” kata March.
Albertina Ho mengatakan, terkait laporan Yogas terhadap dua penyidik KPK masih dalam proses sidang.