Wapres Amin Minta Peta Jalan Reformasi Birokrasi Dievaluasi
Layanan administrasi semakin terlihat tidak optimal saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Percepatan reformasi birokrasi kian mendesak dilakukan untuk memperbaiki layanan administrasi.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum optimalnya layanan administrasi semakin terlihat saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Percepatan reformasi birokrasi pun kian mendesak untuk dilakukan. Karena itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta peta jalan reformasi birokrasi dievaluasi.
”Saya ingin roadmap (reformasi birokrasi) kalau memang masih relevan kita teruskan. Kalau memang perlu ada direvisi, barangkali perlu direvisi supaya lebih tepat. Atau mungkin perlu penyesuaian,” tutur Wapres Amin saat menerima Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo di kediaman resmi Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (10/6/2021).
Evaluasi diharap bisa menunjukkan secara rinci kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi diminta tidak berhenti pada desain tetapi diikuti langkah nyata.
”Saya ingin pastikan capaian-capaian ini sudah di mana dari masing-masing yang kita inginkan itu, dari target-target yang ingin dicapai itu,” tambahnya seperti disampaikan dalam keterangan yang diterima Kompas dari Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Wapres, Kamis (10/6/2021).
Sebelumnya, desain besar reformasi birokrasi ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Dalam aturan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) menetapkan peta jalan reformasi birokrasi setiap lima tahun sekali.
Dalam desain besar ini disebutkan, target kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme disertai profesionalisme sumber daya manusia (SDM) aparatur pada tahun 2014. Pada tahun 2019, pelayanan publik diharap sudah sesuai dengan harapan masyarakat dan pola pikir mencerminkan integritas dan kinerja yang semakin tinggi.
Adapun tahun 2025, targetnya sudah terwujud tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegritas tinggi, serta menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.
Dalam desain besar itu disebutkan beberapa sasaran dan indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan reformasi birokrasi. Antara lain indeks persepsi korupsi, opini wajar tanpa perkecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, indeks efektivitas pemerintahan, dan instansi pemerintah yang akuntabel.
Lampiran Peraturan Menteri PAN RB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2020-2024 juga menyebutkan, banyak indikator ukuran keberhasilan reformasi birokrasi 2015-2019 yang belum tercapai. Indeks reformasi birokrasi nasional di kementerian/lembaga hanya mencapai 71,91 dari target 75. Indeks profesionalitas aparatur sipil negara (ASN) juga hanya 77,7 dari target 86 pada tahun 2019.
Indikator lembaga internasional, seperti kemudahan berusaha, juga awalnya ditargetkan Indonesia bisa masuk 40 besar pada 2019. Namun, realisasinya Indonesia masih berada di peringkat ke-73 negara dengan kemudahan berusaha.
Dari indeks persepsi korupsi yang biasa dirilis Transparency International, Indonesia menargetkan mencapai skor 50 pada 2019. Akan tetapi, realisasinya skor Indonesia baru 40.
Pada pelaksanaan reformasi birokrasi 2020-2024, terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih juga akan diukur beberapa indikator, seperti kemudahan berusaha, indeks persepsi korupsi, dan indeks efektivitas pemerintah, dan barometer kepercayaan.
Pemerintah menargetkan, semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah diharap sudah 100 persen mendapat indeks perilaku antikorupsi di kategori baik pada tahun 2024. Predikat sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) kementerian/lembaga serta pemerintah daerah minimal B. Indeks profesionalitas ASN 100. Semua instansi mampu mencapai indeks pelayanan publik di kategori baik.
Kendati demikian, masih banyak keluhan masyarakat terkait layanan pemerintahan. Di masa pandemi, ketika data warga miskin menjadi tulang punggung dalam penyaluran bantuan sosial, misalnya, akurasi masih juga belum tercapai. Beberapa kali Wapres Amin meminta supaya data ini diperbaiki dan penyerahan bansos lebih tepat sasaran.
Ketimpangan antardaerah
Selain itu, dalam pertemuan dengan Sekretaris Eksekutif KPRBN, Wapres Amin mengingatkan mengenai ketimpangan pembangunan antardaerah. Harapannya, hal ini bisa diatasi dengan mengakselerasi reformasi birokrasi di daerah.
Wapres juga berharap kolaborasi dan sinergi antarlembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah, agar terjalin secara efektif. ”Tidak apa-apa meskipun rapat berkali-kali, tetapi sasarannya tercapai,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris Eksekutif KPRBN Eko Prasojo menyampaikan laporan bahwa fokus pertama KPRBN tahun ini adalah penataan struktur organisasi yang menjadi prioritas Presiden. Penataan salah satunya dilakukan dengan pengalihan pejabat eselon III dan IV menjadi pejabat fungsional tertentu. Fokus kedua adalah mempercepat proses digitalisasi pelayanan publik dengan tema-tema tertentu, seperti perizinan, pariwisata, bantuan sosial, dan UMKM.
”Dua program itu yang akan menjadi prioritas, paling tidak untuk dilaksanakan pada tahun ini,” ujarnya.
Selanjutnya, KPRBN juga akan mendesain birokrasi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang modern dan lincah. Sumber daya manusianya dapat berkarier tidak hanya di satu tempat.
”Jadi, seperti auditor, akuntan, analis kebijakan nanti tidak hanya berkarier di satu kementerian, tetapi dia bisa berputar di banyak kementerian,” tutur Eko.
KPRBN juga akan terus mendorong implementasi collaborative working. Harmonisasi anggaran dalam penanganan kemiskinan, misalnya, ditangani melalui kolaborasi antarkementerian dan lembaga.