Berbagai manuver yang mulai dilancarkan sejumlah elite dan tokoh politik 2,5 tahun menjelang Pemilihan Umum 2024 mengakibatkan konstelasi politik di Tanah Air menghangat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Tahun politik, yang biasanya datang satu tahun menjelang pemilihan umum, kini diperkirakan datang lebih cepat. Para elite dan tokoh politik yang ingin berlaga pada Pemilu Presiden 2024 mulai melancarkan manuver untuk merebut dukungan parpol dan simpati publik.
Manuver para elite partai politik (parpol) setidaknya mulai terlihat satu bulan terakhir. Akhir pekan lalu, misalnya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam momentum peresmian Patung Bung Karno menunggang kuda di areal Kementerian Pertahanan, Jakarta. Hal ini pun memancing spekulasi publik terkait politik menjelang 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, pekan lalu. Meski disebut tak ada pembicaraan politik, pertemuan itu sulit jika tak dikaitkan dengan kontestasi 2024. Sebab, nama keduanya masuk dalam bursa calon presiden (capres). Ridwan Kamil juga sempat bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah lebih dulu melakukan safari politik ke sejumlah parpol, yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Presiden PKS Ahmad Syaikhu berdalih, safari dilakukan untuk membuka komunikasi sekaligus memperkenalkan kepengurusan baru PKS, lambang, mars, serta himne baru.
Kepala daerah
Manuver tak hanya dilakukan oleh elite parpol. Sejumlah kepala daerah yang namanya masuk dalam daftar capres dengan elektabilitas tinggi di sejumlah survei pun saling membuka komunikasi. Bulan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Ngawi, Jatim. Seusai bertemu Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama itu, Anies menemui Ganjar di Semarang. Khofifah pun bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Surabaya.
Peristiwa lain yang juga menjadi sorotan publik adalah tidak diundangnya Ganjar dalam Pembukaan Pameran Foto Esai Marhaen dan Foto Bangunan Cagar Budaya di kantor Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jateng. Ganjar satu-satunya kader kepala daerah di Jateng yang tidak diundang dalam acara yang dihadiri Ketua DPP PDI-P sekaligus putri Megawati, Puan Maharani.
Puan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Selasa (8/6/2021), mengingatkan seluruh kader PDI-P untuk terus solid berjuang dalam satu barisan. ”Berani berpolitik, maju berpolitik. Kita harus dalam satu barisan, solid, dan tegak lurus,” katanya.
Puan menegaskan, tugas kader PDI-P bukan hanya menang dalam pemilu, melainkan juga harus membawa harapan dan menghadirkan kesejahteraan untuk masyarakat. PDI-P ingin membuka jalan untuk mewujudkan Indonesia berdaulat, berdikari, dan berkepribadian.
Lain lagi dengan Demokrat, pergerakannya tak banyak diketahui publik. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra menuturkan, Agus memilih turun langsung membantu rakyat menghadapi dampak pandemi Covid-19. ”Konsentrasi kami saat ini bukan pilpres atau membentuk koalisi dengan parpol lain, melainkan koalisi dengan rakyat,” ujarnya.
Langkah Agus disebut sebagai investasi politik, yang ternyata mulai dirasakan publik. Buktinya, dalam sejumlah survei elektabilitas Agus selalu masuk di urutan 10 besar. ”Memang ada aspirasi dari kader agar Ketum Agus menjadi capres 2024. Namun, kami sedang menyiapkan mesin internal sehingga nantinya jika kesempatannya tiba semua sudah siap,” katanya.
Tak ada calon dominan
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan menilai, riuhnya manuver politik yang dilakukan oleh elite parpol dan sejumlah tokoh yang ingin berlaga dalam Pilpres 2024 menunjukkan bahwa tahun politik datang lebih cepat. Jika biasanya keriuhan mulai terjadi setahun menjelang pilpres, kini kontestasi sudah mulai menghangat sejak dua tahun sebelum masa pendaftaran capres-cawapres.
Hal ini ditengarai disebabkan belum ada capres dengan elektabilitas dominan. Selain juga karena petahana tak bisa lagi mengikuti pilpres. Meskipun dalam sejumlah survei Prabowo selalu menempati posisi tertinggi, derajat keterpilihannya baru berkisar 15-20 persen.
Manuver yang dilancarkan lebih dini itu juga merupakan implikasi dari penyelenggaraan pemilu legislatif dan pilpres secara serentak. Keserentakan pemilu itu ditengarai berpengaruh terhadap model pembentukan koalisi. Parpol bisa lebih dulu membentuk koalisi, baru kemudian menetapkan capres-cawapres. Karena itu, para gubernur, seperti Anies, Ridwan, dan Khofifah, perlu menunjukkan manuver politiknya agar dilirik parpol.
”Kalau mau buat koalisi dan mencari capres, perlu waktu cukup panjang, tidak bisa last minute. Apalagi sekarang kompetisinya lebih terbuka dan kompetitif karena tidak ada petahana,” ujar Djayadi.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor berpandangan, parpol dan tokoh-tokoh yang ingin mengikuti kontestasi akan kehilangan momen jika tidak melakukan manuver. Sebab, waktu yang tersisa menuju Pilpres 2024 semakin sempit. Pemungutan suara pilpres direncanakan digelar pada 24 Februari 2024.
Namun, manuver politik itu justru menguntungkan publik. Masyarakat jadi mempunyai preferensi tentang kandidat capres-cawapres. Dengan begitu, masyarakat bisa menimbang kandidat terbaik yang akan dipilih sejak jauh hari sebelum pemungutan suara. (SYA)