Penambahan Jabatan Wakil Menteri Dinilai Pemborosan
Alih-alih merampingkan birokrasi, Presiden Joko Widodo malah memutuskan untuk menambah posisi wakil menteri di Kemenpan dan RB. Posisi wakil menteri itu dikhawatirkan hanya akan membebani anggaran negara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menambah posisi wakil menteri di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain menunjukkan perencanaan yang kurang baik, penambahan wakil menteri itu juga dinilai sebagai pemborosan.
Penambahan posisi Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi diputuskan melalui Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 47 Tahun 2021. Dalam perpres yang diteken pada 19 Mei 2021 itu disebutkan, dalam memimpin Kemenpan dan RB, menteri dapat dibantu oleh wakil menteri sesuai penunjukan Presiden (Pasal 2).
Dalam pasal itu pula diatur, wakil menteri diangkat dan diberhentikan langsung oleh Presiden. Meski begitu, wakil menteri yang bertugas membantu memimpin pelaksanaan tugas Kemenpan dan RB bertanggung jawab kepada menteri, bukan Presiden.
Saat dikonfirmasi, Senin (7/6/2021), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, jabatan wakil menteri diatur dalam semua perpres tentang kementerian. ”Ini agar sewaktu-waktu Presiden mengangkat wakil menteri, tidak perlu mengubah pepres,” kata Tjahjo saat dihubungi dari Jakarta.
Namun, Tjahjo tidak mengetahui kapan jabatan wakil menteri akan diisi. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pun tak mengetahui nama kandidat yang akan diangkat menjadi wakilnya. Sebab, pengangkatan wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden.
”Pembantu presiden adalah jabatan politis sehingga sah-sah saja diambil dari unsur mana (partai ataupun profesional). Presiden Jokowi pasti sudah mempertimbangkan urgensinya jika diperlukan posisi wamen dalam kementerian,” ujar Tjahjo.
Mantan Sekretaris Jenderal PDI-P itu menjelaskan, penambahan posisi wakil menteri bertujuan untuk percepatan reformasi birokrasi sebagaimana visi dan misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Ia menegaskan, birokrasi menjadi kata kunci suksesnya sebuah pemerintahan.
Penggemukan birokrasi
Sementara itu, menurut Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi, posisi wakil menteri di Kemenpan dan RB hanya akan membuat penggemukan birokrasi. Apalagi, kata Sofian, wakil menteri tersebut hanya akan bekerja paling lama tiga tahun.
Ia mengungkapkan, keputusan pengangkatan wakil menteri menunjukkan menteri tersebut tidak sepenuhnya menguasai bidang aparatur negara sehingga kelihatan kewalahan. Tak hanya itu, mengubah susunan kabinet di tengah perjalanan pemerintahan bukanlah kebijakan yang baik. Sebab, publik akan menilai pemerintah tidak mempunyai rencana yang pasti dalam menjalankan pemerintahan.
Sofian juga berpandangan, jabatan wakil menteri hanya akan mengakibatkan pemborosan anggaran. Sebab, jumlah staf khusus di kementerian juga sudah relatif banyak. Namun, keberadaan staf khusus itu ternyata tidak bisa mendongkrak kinerja kementerian.
Oleh karena itu, menurut Sofian, penting bagi Presiden untuk memilih menteri sesuai dengan bidang yang akan ditangani. Selain lebih efisien, kinerja kementerian juga diperkirakan akan lebih baik.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo mengatakan, berkaitan dengan beban kerja kementerian, keberadaan wakil menteri dapat mengawal berbagai pencapaian strategis. Adapun biaya yang akan dikeluarkan berorientasi pada efektivitas. Karena itu, sebaiknya wakil menteri yang dipilih benar-benar memahami bidang tugasnya.