Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila merupakan hasil konsensus bersama para pendiri bangsa yang juga terdiri dari ulama dan tokoh Islam. Karena itu, tidak seharusnya Pancasila dan Islam dipertentangkan.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
BPMI SEKRETARIAT WAPRES
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan konsep darul mitsaq atau negara kesepakatan dalam peluncuran buku Darul Mitsaq-Indonesia Negara Kesepakatan yang diselenggarakan Universitas Negeri Jakarta. Acara ini sekaligus menjadi bagian Dies Natalis Ke-57 UNJ.
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin kembali mengingatkan bahwa Pancasila yang telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, setiap warga negara tidak boleh mempertentangkan Pancasila dengan agama apa pun, termasuk Islam.
”Kita tidak boleh mempertentangkan Pancasila dan agama atau memerintahkan memilih (antara) ’Pancasila atau Al Quran’,” kata Wapres Amin dalam peluncuran dan bedah buku Darul Mitsaq-Indonesia Negara Kesepakatan yang diselenggarakan secara daring dan luring, Senin (7/6/2021).
Dalam acara yang merupakan rangkaian Dies Natalis Ke-57 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, Wapres menjelaskan, sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, secara eksplisit menunjukkan Indonesia adalah negara yang beragama dan menghormati keberadaan agama.
Wapres juga menyampaikan, hubungan antara Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga sudah selesai diperdebatkan oleh para pendiri bangsa yang sebagian dari mereka adalah ulama dan tokoh Islam. Para pendiri bangsa yang berasal dari berbagai latar belakang suku, bangsa, dan agama itu telah menyatakan NKRI merupakan hasil konsensus bersama.
Wapres Amin menyebut Indonesia sebagai negara kesepakatan atau darul mitsaq. Sebagai darul mitsaq atau negara kesepakatan, ideologi selain Pancasila, termasuk upaya menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, akan tertolak dengan sendirinya. ”Karena Islam dituntut untuk memenuhi kesepakatan-kesepakatan,” lanjutnya.
Wapres juga menjelaskan, pendekatan terbaik untuk menangkal ideologi transnasional serta gerakan-gerakan intoleran adalah melalui ajaran Islam wasathiyyah atau Islam jalan tengah. Implentasi wasathiyyah atau moderasi beragama dalam bingkai darul mitsaq di negeri ini meliputi empat hal, yakni toleransi, anti-kekerasan, komitmen kebangsaan, serta akomodatif terhadap budaya lokal dan perkembangan zaman.
Toleransi membuat semua saling menghargai dan tidak mengganggu keberadaan orang lain yang berbeda keyakinan agama. Moderasi beragama juga tidak membenarkan tindakan kekerasan, termasuk kekerasan atas nama agama. Sikap yang menghargai dan akomodatif pada keragaman budaya lokal juga menjadi bagian dari implementasi moderasi beragama.
Netral
Kompas
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra.
Dalam konteks tata negara atau fiqh siyasah, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menjelaskan, Indonesia modern mendukung konsep NKRI dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Tidak pernah ada fatwa dari organisasi kemasyarakatan Islam arus utama yang menyatakan NKRI tidak sah.
Pancasila juga disebut sebagai dasar negara yang netral dan bersahabat dengan agama. Karena itu pemimpin-pemimpin Muslim menerima Pancasila.
Kendati demikian, diakui masih ada kelompok-kelompok sempalan, seperti HTI dan JAD, yang ingin mendirikan negara Islam. Ini, menurut Azra, disebabkan mispersepsi dan miskonsepsi tentang daulah islamiyah dan/atau khilafah.
Adanya sekelompok kecil masyarakat yang masih menolak dasar negara Pancasila dan UUD 1945, menurut ketua tim penulis Rahmat Edi Irawan, membuat buku Darul Mitsaq penting ditulis dan dipahami. Apalagi ketika kesepakatan sudah ada, cara-cara intoleran seperti teror dan memaksakan ide termasuk konsep negara khilafah dilakukan.
Buku Darul Mitsaq, lanjut Rahmat, dibagi tiga bagian besar. Pertama, profil Wapres Ma’ruf Amin yang bergerak di bidang pendidikan, politik, dan diterima di berbagai kalangan. Kedua, konsep darul mitsaq, dan terakhir bagaimana darul mitsaq bisa menjadi sumber pembelajaran penting di sekolah-sekolah.
”Bisa dijelaskan kepada siswa sehingga mereka mengerti kenapa diperlukan dan bisa menjalankan apa yang ada dalam darul mitsaq,” ucap Rahmat.
Wapres Amin juga berharap buku ini bisa mempersiapkan para calon guru sehingga mampu menjadi pendidik yang profesional serta memiliki legitimasi keagamaan terhadap negara dan ideologi Pancasila.
Dalam pembukaan acara, Rektor UNJ Komaruddin juga menyebut buku Darul Mistaq sebagai ikhtiar untuk merawat mozaik kebinekaan yang dilakukan dosen, peneliti, dan alumni UNJ. Diharapkan, buku tersebut juga bisa mengatasi problematika kebangsaan di era disrupsi.