MA Perberat Hukuman Bekas Anggota KPU Wahyu Setiawan
MA menolak permohonan kasasi yang diajukan KPK atas putusan terhadap bekas anggota KPU RI, Wahyu Setiawan. Namun, MA memperberat hukuman Wahyu menjadi 7 tahun penjara.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung memperberat hukuman bekas anggota Komisi Pemilihan Umum RI, Wahyu Setiawan, dalam putusan kasasi. Hukuman Wahyu ditambah 1 tahun dari pidana pokok 6 tahun menjadi 7 tahun.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro kepada Kompas, Senin (7/6/2021), mengatakan, MA menolak permohonan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa kasus suap Wahyu Setiawan. Duduk sebagai majelis hakim dalam perkara tersebut Ketua Kamar Pidana MA Suhadi, Agus Yunianto, dan Syamsul R Chaniago. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka pada 2 Juni 2021.
Menurut Andi, amar putusan kasasi itu memang menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU KPK. Namun, MA mengoreksi pemidanaan yang dijatuhkan dari putusan judex facti atau pemeriksaan fakta di pengadilan sebelumnya. MA mengoreksi pemidanaan Wahyu dari pidana pokok 6 tahun menjadi 7 tahun. Denda dalam perkara itu yang semula Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan juga dinaikkan jadi Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
”Majelis hakim juga memperbaiki pidana tambahan yang dijatuhkan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dari empat tahun menjadi lima tahun,” kata Andi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, hal-hal yang memberatkan adalah selaku pejabat atau penyelenggara negara, yaitu anggota KPU RI, Wahyu seharusnya bertanggung jawab atas terpilihnya penyelenggara negara yang baik, bersih, dan jujur. Terdakwa seharusnya bekerja dengan baik, jujur, dan bersih, tetapi justru mengingkari sumpah jabatannya.
Kuasa hukum Wahyu Setiawan, Tony Akbar, saat dikonfirmasi mengatakan belum menerima salinan putusan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya selaku kuasa hukum terdakwa belum berani berkomentar terhadap putusan tersebut.
Menurut dia, seharusnya dalam putusan tersebut MA juga mempertimbangkan sikap kooperatif Wahyu selama di persidangan. Apalagi, di putusan pengadilan tinggi sebelumnya, Wahyu tidak dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
”Putusan kasasi pada dasarnya adalah putusan judex juris atau memeriksa interpretasi, konstruksi, dan penerapan hukum dalam perkara tersebut. Seharusnya, sikap kooperatif Wahyu Setiawan dipertimbangkan dalam putusan tersebut,” kata Tony.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Namun, majelis hakim menolak mencabut hak terdakwa untuk dipilih menduduki jabatan publik selama empat tahun seperti tuntutan jaksa penuntut umum KPK.
Wahyu bersama bekas anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta. Suap tersebut diberikan dengan tujuan Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2020 mengupayakan persetujuan permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 dari PDI-P daerah pemilihan Sumatera Selatan 1, yaitu Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu juga terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025 (Kompas, 25/8/2020).
Kemudian, di Pengadilan Tinggi Jakarta, majelis hakim memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama tersebut. Namun, majelis hakim pengadilan tinggi juga menolak menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Wahyu Setiawan. Jaksa KPK kemudian mengajukan kasasi atas putusan pengadilan tinggi tersebut.