Advokat diharapkan dapat menyuarakan pandangannya. Sebab, fungsi advokat di negara hukum adalah sebagai pembela dan penegak keadilan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para advokat diharapkan lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah, baik itu kebijakan hukum maupun politik. Perspektif hukum para advokat diharapkan dapat mencerahkan masyarakat di tengah tarikan politik kepentingan.
Keresahan itu disampaikan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo kepada Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan, Jumat (4/6/2021). Budiman mengatakan, di tengah kondisi bangsa yang mudah terpolarisasi, saatnya advokat kembali bersuara kritis. Advokat dengan nalar dan pemahaman hukum diharapkan membantu menjernihkan persoalan.
Di tengah tarikan politik kepentingan, advokat dapat berkontribusi memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. Misalnya, terkait dengan permasalahan hukum kesehatan di masa pandemi Covid-19, para advokat dapat menyampaikan pandangan kritisnya.
”Di saat ada banyak isu di masyarakat yang kental dengan tarikan-tarikan politik kepentingan, saat itulah advokat harus kembali bersuara dan menjadikan hukum sebagai panglima,” kata Budiman.
Otto menyadari, saat ini para advokat tidak berani berbicara kritis. Menurut dia, advokat saat ini takut untuk berbicara kebijakan pemerintah, baik itu isu hukum, politik, maupun pemerintahan. Pertama, karena advokat takut kepada penguasa. Kedua, para klien pun cenderung tidak mau memakai advokat yang berseberangan dengan pemerintah. Mereka lebih suka memakai jasa advokat yang pro dengan kebijakan pemerintah.
”Para advokat sudah mulai bersikap take it for granted, yang penting bisnis mereka berjalan. Padahal, kalau tidak ada dialektika di negara hukum yang demokratis, tidak ada pemikiran dan kritik yang membangun,” terang Otto.
Untuk memberikan wadah bagi para advokat menyuarakan pendapatnya, Otto menyampaikan Peradi bekerja sama dengan harian Kompas menyajikan rubrik konsultasi hukum. Masyarakat bisa konsultasi hukum di rubrik tersebut dan akan dijawab advokat anggota Peradi.
Otto menegaskan bahwa situasi seperti itu tidak bisa dipertahankan karena berbahaya bagi negara hukum demokratis. Menurut dia, di negara hukum, apabila advokat tidak berani bicara, hal itu sangat berbahaya. Bisa disebut bahwa negara itu bukan lagi negara hukum. Sebab, fungsi advokat di negara hukum adalah sebagai pembela dan penegak keadilan. Ketika mereka tak berani bersuara, sudah jelas bahwa negara hukum tidak lagi tecermin lagi di negara Indonesia.
Untuk memberikan wadah bagi para advokat menyuarakan pendapatnya, Otto menyampaikan, Peradi bekerja sama dengan harian Kompas menyajikan rubrik konsultasi hukum. Masyarakat bisa konsultasi hukum di rubrik tersebut dan akan dijawab advokat anggota Peradi.
Kerja sama itu disepakati dalam nota kesepahaman (MOU) antara Dewan Pimpinan Nasional Peradi dan harian Kompas yang ditandatangani oleh Budiman dan Otto. Hadir dalam acara itu Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Tri Agung Kristanto dan Ketua Harian Pengurus Pusat DPN Peradi R Dwiyanto Prihartono.
Budiman mengatakan, pasca-penandatanganan MOU, Kompas akan membuka rubrik baru di Kompas.id yang akan menjadi kanal konsultasi hukum bagi pembaca atau masyarakat. Pembaca yang memiliki masalah-masalah hukum dapat menanyakan kepada ahli hukum, yaitu para advokat yang tergabung dalam organisasi Peradi. Mulai dari masalah hukum perceraian hingga hukum perdata dan investasi akan dijawab oleh pakar-pakar hukum advokat dari Peradi. Rubrik itu diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pembaca yang ingin bertanya mengenai permasalahan hukum.
Kompas juga akan memberikan diklat menulis bagi para advokat agar mereka bisa menuliskan isu hukum dengan bahasa yang lebih membumi.
Di sisi lain, Kompas juga akan memberikan diklat menulis bagi para advokat agar mereka bisa menuliskan isu hukum dengan bahasa yang lebih membumi. Selama ini, menurut Budiman, istilah dan terminologi hukum kerap membuat publik bingung karena disampaikan dalam bahasa yang panjang. Agar bisa lebih dipahami oleh masyarakat, para advokat membutuhkan pelatihan untuk menulis dengan bahasa yang lebih populer.
”Selain itu, juga akan lebih banyak program yang sifatnya pendidikan hukum yang akan difasilitasi Kompas dengan narasumber dari advokat anggota Peradi,” ujar Budiman.
Sementara itu, Otto menyambut positif kerja sama antara Peradi dan harian Kompas. Menurut dia, DPN Peradi akan mendorong anggotanya agar mau memanfaatkan rubrik tersebut. Tidak hanya advokat yang berada di Jakarta, tetapi juga seluruh advokat yang berada di Indonesia bisa ikut ambil bagian.
”Mudah-mudahan dengan kerja sama ini meningkatkan jumlah pembaca berita berlangganan di Kompas.id. Selain itu, Peradi juga bisa belajar menulis karena selama ini para advokat itu pintar berargumentasi, tetapi tidak pintar menulis dengan bahasa pendek,” kata Otto.
Otto memercayai kerja sama ini akan membawa manfaat baik bagi harian Kompas maupun Peradi. Bagi para advokat, dengan adanya rubrik konsultasi hukum, mereka memiliki kedekatan dan pemahaman bersama dengan media massa.