Pihak-pihak Penyelenggara Tes Wawasan Kebangsaan Diminta Kooperatif
Pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) diminta kooperatif memenuhi panggilan Ombudsman dan Komnas HAM.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan atau TWK sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara atau ASN diharapkan kooperatif untuk memberikan keterangan. Keterangan dari semua pihak diharapkan dapat mendudukkan perkara ini.
Ombudsman sudah melayangkan surat permintaan keterangan kepada terlapor yang meliputi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga akan memanggil pimpinan KPK dan pihak terkait pada pekan depan.
Ketua Ombudsman Mokhammad Najih, Rabu (2/6/2021), mengatakan, pihaknya masih menunggu jawaban dari para terlapor untuk bisa hadir atau tidak. Ombdusman sudah mengirimkan surat permintaan keterangan atau klarifikasi kepada lima pimpinan KPK yang dijawalkan pada Kamis (3/6/2021).
”Pihak terkait, yaitu Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada hari Jumat (4/6/2021),” kata Najih saat dihubungi di Jakarta.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik meminta agar semua semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan TWK ini bersedia kooperatif memberikan keterangan supaya persoalan ini semakin jelas.
Setelah memanggil pegawai KPK, Komnas HAM akan memanggil pimpinan KPK, Kepala BKN, dan beberapa pihak lain yang terkait. Dari keterangan mereka, akan diambil suatu kesimpulan rekomendasi yang akan diberikan kepada Presiden.
Kalau soal internal itu ranahnya masing-masing lembaga negara. Komnas HAM memiliki mandat sesuai dengan standar HAM.
Taufan menegaskan, setiap lembaga negara memiliki otoritas kewenangan dalam melakukan sebuah kebijakan. Namun, sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia (HAM), Komnas HAM diberi mandat untuk memastikan setiap kebijakan tersebut memenuhi standar HAM.
”Kalau soal internal itu ranahnya masing-masing lembaga negara. Komnas HAM memiliki mandat sesuai dengan standar HAM. Salah satunya, misalnya, apakah prinsip-prinsip non diskriminasi dipenuhi,” kata Taufan di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Taufan mengatakan, meskipun KPK sudah melantik 1.271 pegawainya menjadi ASN pada Selasa (1/6/2021) kemarin, Komnas HAM tetap akan memastikan apakah kebijakan itu sesuai dengan HAM. Ia mengungkapkan, Komnas HAM akan memanggil pimpinan dan Sekjen KPK pada pekan depan.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menambahkan, pemberian keterangan di Komnas HAM adalah hak. Jika pihak yang dipanggil tidak datang, ia akan kehilangan kesempatan untuk mengklarifikasi semua yang sudah diterima oleh Komnas HAM.
”Jadi hilang kesempatan untuk menjelaskan duduk soal dan konteksnya sehingga hilang kesempatan untuk membela diri,” kata Anam.
Oleh karena itu, Anam berharap, semua pihak yang akan dimintai keterangan oleh Komnas HAM agar hadir. Publik butuh keterangan itu untuk mengetahui terang-benderangnya penyelenggaraan TWK tersebut. Keterangan tersebut juga dibutuhkan untuk mendudukkan apakah peristiwa ini masuk dalam konteks pelanggaran HAM atau tidak secara lebih komprehensif.
Ia menegaskan, Komnas HAM bisa mengambil kesimpulan tanpa harus mendengarkan berbagai pihak. Sebab, indikasinya sudah didapat dari pembandingan keterangan saksi dengan dokumen, instrumen, norma, dan pengalaman yang ada.
Uji materi
Setelah mengadu kepada Dewan Pengawas KPK, Ombudsman, Komnas HAM, Komnas Perempuan, perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan melakukan judicial review atau uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK Hotman Tambunan mengatakan, pihaknya melakukan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.
”Kita akan menguji Pasal 69B Ayat (1) dan 69C terhadap UUD Pasal 1 dan Pasal 28D Ayat 1,2, dan 3,” kata Hotman. Dalam uji materi ini, pihaknya membawa 28 bukti.
Menurut Hotman, TWK untuk alih status pegawai KPK bertentangan dengan Pasal 1 dan Pasal 28D Ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945. Selain itu, mereka juga menguji pengertian tidak merugikan terkait alih status pegawai KPK, seperti dimuat dalam putusan MK Nomor 70/PUU- XVII/2019 terkait uji materi UU 19/2019 tentang KPK.
”Kesimpangsiuran di publik kita bawa ke sidang MK sehingga terbuka semua bagaimana proses ukur, bagaimana cara mengukurnya, dan hasil ukurnya. Kami ingin pertimbangan tidak boleh ada satu pun kebijakan yang merugikan pegawai KPK dalam proses alih status menjadi ASN tersebut masuk dalam putusan,” kata Hotman.