Perihal Anggaran, dari Sentilan Jokowi sampai OPOR Basuki
Presiden Jokowi melihat masih ada program yang tidak jelas ukuran keberhasilannya dan tak jelas sasarannya. Sebuah kondisi yang dinilai tidak mendukung pencapaian tujuan dan tidak sinkron dengan program lainnya.
Peningkatan kualitas perencanaan menjadi salah satu hal yang disinggung dan ditekankan Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021). Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan seluruh jajaran aparat pengawas intern pemerintah (APIP) diminta memperhatikan persoalan terkait mutu perencanaan tersebut.
Presiden Jokowi melihat masih ada program yang tidak jelas ukuran keberhasilannya dan tidak jelas sasarannya. Sebuah kondisi yang dinilai tidak mendukung pencapaian tujuan dan tidak sinkron dengan program atau kegiatan lainnya. Hal ini mengakibatkan kesenjangan antara arah pembangunan pusat dan daerah masih terjadi.
”Saya melihat, saya ini di lapangan terus, ada waduk (tetapi) enggak ada irigasi primer, sekunder, dan tersier. Ada itu, saya temukan di lapangan. Ada bangun pelabuhan baru, (tetapi) enggak ada akses jalan ke situ. Apa-apaan? (Kondisi seperti itu) Ada dan tidak hanya satu,” kata Presiden.
Saya melihat, saya ini di lapangan terus, ada waduk (tetapi) enggak ada irigasi primer, sekunder, dan tersier. Ada itu, saya temukan di lapangan. Ada bangun pelabuhan baru, (tetapi) enggak ada akses jalan ke situ. Apa-apaan? (Kondisi seperti itu) Ada dan tidak hanya satu.
Menurut Presiden Jokowi, hal seperti ini menyebabkan daya ungkit program yang dilaksanakan menjadi tidak optimal. Masyarakat pun dirugikan karena tidak mendapatkan manfaat dari program tersebut. Terkait hal itu, BPKP dan APIP kementerian, lembaga, dan daerah diperintahkan serta diinstruksikan mengawal dari hulu, sejak awal, pada saat perencanaan.
Pengawalan diperlukan agar tidak sekadar mengulang-ulang terus perencanaan dari tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak pas dan tidak adaptif terhadap situasi hari ini. ”Sekali lagi, dalam tiga tahun ini, apalagi adanya pandemi ini, disrupsi arus gelombang perubahan itu betul-betul nyata dan bergerak sangat cepat sehingga semuanya harus beradaptasi,” ujar Presiden.
Sebelumnya, di awal sambutan, Kepala Negara menegaskan bahwa peran utama pengawasan adalah menjamin tercapainya tujuan pemerintah, tujuan program, serta tujuan belanja anggaran secara akuntabel, efektif, dan efisien. Mengikuti prosedur itu penting, tetapi jauh lebih penting adalah tercapainya target-target yang telah ditetapkan tersebut.
Baca juga: Masih Sektoral, Perencanaan Pembangunan di Daerah Belum Optimal
”Hal yang ditunggu-tunggu oleh rakyat adalah hasil dan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah. Dan, pengawasan harus menjamin tidak ada serupiah pun yang salah sasaran, salah guna, apalagi dikorupsi,” ujar Presiden.
Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan tidak akan memberikan toleransi sedikit pun terhadap penyelewengan anggaran. Apalagi, di saat seperti sekarang ketika semuanya harus dihemat dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19. Demikian pula di saat semua sedang bekerja keras untuk mempercepat pemulihan kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Di rakornas tersebut Presiden juga kembali mengingatkan keberadaan APIP untuk membantu mencapai tujuan pembangunan. Keberadaan APIP bukan untuk menakut-nakuti dan bukan mencari-cari kesalahan. Seluruh jajaran pengawas internal pemerintah harus memahami ini. Mereka diminta jangan menunggu bertindak setelah ada kejadian atau setelah terjadi kesalahan.
”Di masa sulit seperti sekarang ini, kita perlu bekerja cepat, memperkuat sinergi, kolaborasi, check and balances, saling bekerja sama, saling koreksi, saling memperbaiki, agar program-program pemerintah berjalan efektif. Masyarakat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dan bangsa kita bisa segera bangkit dari pandemi,” kata Presiden.
Instrumen anggaran
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menuturkan, tahun 2021 adalah momentum untuk pulih dan bangkit dari dampak pandemi Covid-19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi instrumen penting dan harus diselenggarakan secara efektif. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama manajemen ataupun APIP.
Belajar dari pengalaman satu tahun mengawal penanganan pandemi, Yusuf menuturkan, BPKP menemukan banyak pelajaran berharga agar program pemerintah berjalan lebih efektif baik untuk penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, maupun program strategis pemerintah lainnya. Efektivitas program pemerintah sangat bergantung pada tahap perencanaan dan penganggaran.
”Program, kegiatan, dan belanja pemerintah harus dirancang dengan baik, jelas hasil atau dampaknya, dan jelas ukuran keberhasilannya. Kebijakan dan program pemerintah harus diorkestrasi dalam suatu harmoni, baik antarinstansi pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah,” ujar Yusuf.
Sementara itu, Kompas, 2 Juni 2021, mengutip Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian yang mengatakan bahwa realisasi belanja APBD provinsi dan kabupaten/kota hingga 25 Mei 2021 mencapai 21,98 persen. Persentase itu sedikit naik dibandingkan realisasi 31 Mei 2020 yang sebesar 20,58 persen.
Meskipun demikian, persentase realisasi belanja APBD Mei 2021 masih di bawah realisasi APBN yang mencapai 32 persen. ”Realisasi APBD masih di bawah APBN sekitar 10 persen. Kami berharap pemda bisa mengatasi ketertinggalan terhadap realisasi belanja. Syukur-syukur bisa mendekati angka APBN,” kata Ardian dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (31/5/2021) awal pekan ini.
Baca juga: Kemendagri Ingatkan Realisasi Belanja Pemda Belum Optimal
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, ketika dihubungi, menuturkan, upaya mempercepat realisasi belanja di tengah jalan akan susah tanpa adanya perencanaan yang baik. Faktor perencanaan sangat memengaruhi tinggi rendahnya realisasi belanja.
Terkait hal ini kejelasan petunjuk pelaksanaan sampai petunjuk teknis di awal menjadi penting. ”(Hal) Ini yang sering menjadi kelemahan, apalagi sampai juga ke daerah, terutama dana-dana yang dialokasikan dari pusat termasuk di antaranya dana-dana kementerian/lembaga, dekonsentrasi, dan DAK (dana alokasi khusus),” katanya.
Menurut Faisal, ketidakjelasan instruksi, baik instruksi dari pusat maupun kepala daerah, akan memunculkan kekhawatiran dalam mengimplementasikan program-program yang berkaitan pula dengan persoalan dalam realisasi belanja. Penyiapan payung hukum menjadi penting untuk mengatasi persoalan tersebut.
Keterbatasan koordinasi akibat pandemi Covid-19, lanjut Faisal, juga menjadi tantangan tersendiri dalam mempercepat realisasi belanja dan pemantauan pelaksanaannya. Apalagi, ketika ada program yang anggarannya bukan hanya di satu alokasi anggaran. Alhasil, integrasi dan sinergi antara pusat dengan daerah dan antarkementerian mesti ditingkatkan, termasuk melalui digitalisasi.
Prioritas
Mundur beberapa minggu ke belakang, ikhwal prioritas program infrastruktur juga ditekankan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada pembukaan Konsultasi Regional Kementerian PUPR Tahun 2021 pada 15 April 2021. Sebagai gambaran, Konsultasi Regional selalu dilakukan sebagai mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan infrastruktur PUPR, dengan harapan aspirasi dari daerah dan pemrogramannya bisa cocok dengan yang dilakukan Kementerian PUPR.
Di kesempatan Konsultasi Regional kali ini, Basuki mengenalkan OPOR—yakni singkatan dari optimalisasi, pemeliharaan, operasi, dan rehabilitasi—infrastruktur. Melalui konsep OPOR tersebut, semua pembangunan infrastruktur yang telah selesai mesti dievaluasi, diinventarisasi, dan sudah dapat dimanfaatkan tahun 2022 atau dikerjakan untuk bisa dimanfaatkan.
Terkait optimalisasi, semua bangunan, seperti sarana air minum dan rumah susun yang sudah jadi, tetapi belum bermanfaat, harus dimanfaatkan. ”Bangunan baru, seperti bendungan, tahun ini didesain dan tahun depan dibangun jaringan irigasi serta jaringan air bakunya. Jalan tol yang sudah jadi juga harus ada rencana pemanfaatannya,” kata Basuki.
Program pemeliharaan infrastruktur juga mesti diutamakan dan menonjol tahun 2022. Sebut, misalnya, pemeliharaan tanggul-tanggul, jalan, dan jembatan. Sebagai contoh, pemeliharaan tanggul-tanggul jebol yang dimungkinkan akibat pemeliharaan yang kurang.
”Operasional tol dari gerbang ke gerbang, bendungan-bendungan, juga harus dapat dioperasikan. Berikutnya adalah rehabilitasi. Jadi, semua kita fokuskan pada OPOR. Artinya, pembangunan baru (infrastruktur) sangat selektif,” ujar Basuki saat itu.
Jadi, semua kita fokuskan pada OPOR. Artinya, pembangunan baru (infrastruktur) sangat selektif. (Basuki Hadimuljono)
Terkecuali yang berasal dari pinjaman, lanjut Basuki, pembangunan proyek baru yang sekiranya tidak selesai tahun 2023 atau 2024 dibatalkan atau tidak perlu dibangun. Hal ini agar tidak meninggalkan isu-isu pembangunan yang kurang baik untuk kabinet mendatang.
OPOR ala Basuki ini menggambarkan orientasi pemerintah untuk lebih mengoptimalkan, memelihara, mengoperasikan, dan merehabilitasi infrastruktur yang sudah dibangun 5-6 tahun terakhir. Pembangunan infrastruktur baru yang murni mengandalkan APBN akan dilakukan dengan amat selektif. Proyek infrastruktur akan diperhitungkan untuk dibangun apabila merupakan perintah Presiden, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), atau pinjaman.
Sekian pekerjaan di berbagai sektor kini menanti dituntaskan untuk menjawab denyut harapan rakyat yang—seperti disampaikan Presiden Jokowi pekan lalu—menunggu hasil dan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah.