Buka Ruang Partisipasi dalam Perumusan Rancangan Perpres Alat Pertahanan
Komisi I DPR hari ini akan melakukan rapat kerja bersama Menhan Prabowo. Sejumlah anggota DPR berencana menanyakan soal rancangan perpres alutsista dengan anggaran Rp 1.750 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pertahanan didorong untuk lebih terbuka dalam penyiapan Rancangan Peraturan Presiden terkait Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia 2020-2024. Keterbukaan itu dibutuhkan untuk membuka ruang partisipasi masyarakat ataupun pemangku kepentingan mengingat nominal kebutuhan anggaran yang besar.
Seperti diberitakan, dalam draf rancangan perpres yang masih dalam pembahasan itu tertera kebutuhan anggaran untuk alat pertahanan dan keamanan hingga 2044 mencapai 124,995 miliar dollar AS atau setara Rp 1.750 triliun. Dana itu diproyeksi berasal dari pinjaman luar negeri. Adapun pengadaan alat pertahanan dan keamanan itu direncanakan dilaksanakan tahun 2020 sampai 2024 (Kompas, 30/5/2021).
Anton Aliabbas, pengajar Paramadina Graduate School of Diplomacy, saat dihubungi, Selasa (1/6/2021), mengatakan, jika memang untuk mengorganisasi model anggaran pertahanan yang baru, semestinya Kemenhan yang berinisiatif membuka draf perpres ke publik. Dengan begitu, ruang partisipasi publik tercipta. Konsultasi publik dan membuka diskursus publik perihal formulasi baru ini menjadi sangat penting mengingat nominal anggaran yang amat besar.
Anton menekankan, pertahanan semestinya ditempatkan sebagai kepentingan publik sehingga pembangunan sektor ini tak semata-mata mengedepankan ”kerahasiaan”, tetapi memang dilakukan secara baik, akuntabel, transparan, dan dikelola secara profesional untuk mendukung kemajuan Indonesia.
Sebelumnya, anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Al Araf, juga mengingatkan, makin sering ”kerahasiaan” digunakan dalam pembahasan isu pertahanan, publik bisa makin mencurigai adanya ketidakwajaran.
Menurut Araf, dalam Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik dijelaskan, setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali yang termasuk dalam 10 kluster. Salah satunya, dalam Pasal 17 Huruf c, yakni informasi publik yang apabila dibuka, dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, antara lain strategi, intelijen, operasi, taktik, dan teknik yang berkaitan dengan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu, Araf meminta pemerintah dan DPR terbuka menjelaskan kebijakannya kepada publik. Termasuk soal rencana induk alutsista 25 tahun ke depan, yang dalam rancangan peraturan presiden yang sedang disiapkan, diperkirakan membutuhkan dana Rp 1.750 triliun. Menurut rencana, dana tersebut akan didapatkan dari pinjaman luar negeri. Artinya, akan dibayarkan oleh rakyat melalui pajak.
Pada Senin (31/5/2021), Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat umum dengan Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal M Herindra. Pertemuan berlangsung tertutup. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), TB Hasanuddin, mengatakan, rapat dengar pendapat umum dengan Wamenhan tidak mengungkap banyak detail soal rencana induk pertahanan 2020-2024 sebagaimana beberapa hari terakhir berkembang di media.
”Untuk rancangan perpres yang belakangan ini beredar, itu akan dijajaki pada rapat Rabu ini, yang dijadwalkan dihadiri Menhan Prabowo,” katanya saat dihubungi, Selasa.
Hasanuddin mengatakan, pada prinsipnya Komisi I sepakat untuk dilakukan akselerasi dalam pengadaan dan penguatan alutsista. Hanya saja, di era demokrasi diperlukan akuntabilitas sehingga secara terbatas publik dapat ikut mengontrol. ”Pengawasan oleh publik itu tentu tidak semuanya harus terbuka dan bisa dilakukan melalui DPR,” katanya.
Selain itu, dalam pengadaannya, Kemenhan harus mengakomodasi masukan dari bawah (bottom-up), terutama dari tiga matra TNI. ”Spek (spesifikasi) alutsista ini diajukan dari kastaf tiga matra itu (Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara). Belum tahu juga apakah hal itu sudah dilakukan Kemenhan dalam penyusunan rencana induk pertahanan ataukah belum, karena kemarin (rapat dengan Wamenhan) belum ada diskusi ke arah sana,” ucapnya.
Secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, tidak ada hal krusial yang disampaikan Wamenhan Herindra karena yang diharapkan datang ialah Menhan Prabowo. Rapat memutuskan untuk membahas hal-hal apa saja yang akan ditanyakan kepada Menhan Prabowo dalam rapat yang diagendakan Rabu (2/6/2021).
Sebelumnya, seusai rapat Senin, anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon, mengatakan, Komisi I ingin meminta penjelasan tentang rencana induk pertahanan selama 25 tahun ke depan yang membutuhkan dana sekitar Rp 1.750 triliun dari pinjaman luar negeri. Apalagi, rencana tersebut akan dituntaskan dalam dua setengah tahun ke depan.
Selain itu, menurut Effendi, penyusunan rencana induk terkesan eksklusif, tidak melibatkan Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan TNI. ”Kenapa pembahasan (rencana induk) ini sangat eksklusif. Kami juga ingin tahu seperti apa gambaran besar rencana induk pertahanan itu, bagaimana sistem pembiayaannya,” ujarnya.
Sudah libatkan TNI
Dahnil A Simanjutak, Juru Bicara Menhan Prabowo Subianto, mengatakan, adanya pernyataan bahwa Kemenhan tak melibatkan Mabes TNI dan mabes angkatan bermotif politisasi. Ia menilai pernyataan itu juga diberikan untuk ketidakharmonisan Kemenhan, Mabes TNI, dan angkatan.
”Sejak awal dari proses modernisasi alutsista dengan berbagai formula pasti melibatkan Mabes TNI dan tiga angkatan yang ada. Statement ini tidak benar serta terkesan mengadu domba dan penuh upaya disharmonisasi,” kata Dahnil.
Dahnil menambahkan, rancangan perpres alutsista adalah dokumen perencanaan dalam proses pembahasan dan pengujian mendalam, dan belum menjadi keputusan final. Menurut dia, dokumen perencanaan pertahanan itu jadi bagian dari rahasia negara dan dokumen internal dalam pembahasan yang masih berlangsung. Ia mengatakan, Kemenhan akan mengusut siapa yang bertanggung jawab menyebarkan dokumen itu sehingga jadi simpang siur di publik.
”Kami sesali ada pihak-pihak yang membocorkan dan menjadikan dokumen tersebut alat politik untuk mengembangkan kebencian politik dan gosip politik yang penuh dengan nuansa,” ujarnya.